MAO ZEDONG
TENTANG PRAKTEK
Sumber:
Tentang Praktek, Mao Tje Tung, Cetakan ke IV, Yayasan Pembaruan, Jakarta 1964
*
Pengantar
Dulu didalam Partai Komunis Tiongkok terdapat suatu golongan-golongan kaum doktriner yang untuk waktu yang lama, karena, mengabaikan pengalaman revolusi Tiongkok dan tidak mengakui kebenaran bahwa "Marxisme bukanlah dogma melankan suatu pedoman untuk beraksi". Menggertak sambal orang dengan kata-kata serta ucapan-ucapan dari karya-karya Marxis yang terlepas direnggutkan dari hubungannya. Juga terdapat segolongan kaum empirisis yang lama berpaku pada pengalaman sepotong2 mereka sendiri, tidak dapat memahami arti penting teori bagi praktek revolurioner dan juga tak dapat melihat situasi revolusioner~seluruhnya, dan dengan begitu bekerja secara membuta, meskipun dengan rajin. Revolusi Tiongkok dalam tabun 1931-1934 banyak dirugikan oleh ide-ide yang tidak tepat dari dua golongan kawan-kawan ini, terutama oleh golongan-golongan doktriner yang dengan memakai jubah Marxisme, menyesatkan banyak kawan-kawan. Karangan ini ditulis untuk membeberkan, dari pendirian teori Marxis tentang pengetuan, kesalalahan-kesalahan subyektif sedemikian itu di dalam Partai sebagai doktrinerisme dan empirisme, terutama doktrinerisme. Karena tekanannya diletakkan pada pembeberan subjekktivisme doktrinerer yang memperkecil praktek, maka karangan ini diberi judul "Tentang Praktek". Pandangan-pandangan ini mula-mula dikemukakan dalam sebuah kuliah dalam Kolege Militer dan Politik Anti-Jepang di Yenan.
Komisi Penerbit Pilihan Tulisan Mao Tje-tung dari CC Partai Komunis Tiongkok.
* * *
Materialisme pra-Marxis tidak dapat mengerti akan ketergantungan pengetahuan pada praktek sosial. yaitu, ketergantungan pengetahuan pada produksi dan perjuangan klas. sebab ia meninyau masalah pengetahuan terlepas dari sifat kemasyarakatan manusia, terlepas dari perkembangan sejarahnya.
Pertama2, seorang Marxis menganggap aktivitet produktif manusia sebagai aktivitet praktis yang paling fundamentil, sebagai yang menentukan semua aktivitet lainnya. Dalam pengetahuannya manusia, bergantung terutama pada aktivitet didalam produksi materiil, berangsur2 mengerti tentang gejala-gejala alam, tentang ,ciri alam, hukum-hukum alam dan hubungan-hubungan antara dia sendiri dengan alam; dan melalui aktivitet produktif dia juga berangsur2 memperoleh pengertian dalam tingkat yang berbeda2 tentang saling-hubungan tertentu manusia. Tidak ada pengetahuan sedemikian itu yang dapat diperoleh terlepas dari aktivitet produktif. Di dalam masyarakat yang tak berklas, setiap orang. sebagai anggota masyarakat, turut berusaha bersama2 dengan anggota2 lainnya, memasuki hubungan2 produksi tertentu dengan mereka, dan melakukan aktivitet produktif untuk memecahkan masalah kehidupan materiil. Sebaliknya, didalam berbagai macam masyarakat yang berklas, anggota2 masyarakat dari semua klas dengan lain2 cara juga memasuki hubungan2 produksi tertentu dan melakukan aktivitet produktif untuk memecahkan masalah kehidupan materiil. Inilah sumber primer dari mana berkembang pengetahuan manusia.
Praktek sosial manusia tidak terbatas pada aktivitet produktif saja; banyak bentuk2 aktivitet lainnya — perjuangan klas. kehidupan politik, aktivitet ilmiah dan kesenian; pendeknya, manusia dalam masyarakat turut serta dalam semua lapangan kehidupan praktek sosial.
Jadi dalam pengetahuannya manusia, disamping mengetahui hal-ikhwal melalui kehidupan materiil, mengetahui dalam tingkat-tingkat yang berbeda-beda berbagai macam saling-hubungan manusia melalui kehidupan politik dan kehidupan kebudayaan (yang ke-dua2nya rapat berhubungan dengan kehidupan materiil). Diantaranya, berbagai bentuk perjuangan klas melakukan pengaruh yang terutama mendalam atas perkernbangan pengetahuan manusia. Di dalam masyarakat yang berklas setiap orang hidup didalam kedudukan klas tententu dan setiap cara berfikir selalu bercapkan cap suatu klas.
Orang Marxis berpendapat bahwa aktivitet produktif di dalam masyarakat manusia berkembang selangkah demi selangkah dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi, dan oleh karenanya pengetahuan manusia baik tentang alam maupun tentang masyarakat, juga berkembang selangkah demi selangkah dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu, dari yang dangkal sampai pada yang dalam dan dari yang satu-segi sampai pada yang banyak-segi. Selama periode yang sangat lama di dalam sejarah, manusia terbatas pada pengertian yang satu-segi saja tentang sejarah masyarakat sebab, di satu pihak pandangan2 yang berprasangka dari klas2 penghisap senantiasa memutarbalikkan sejarah masyarakat dan, di pihak lain produksi secara kecil2an membatasi pandangan manusia. Baru sesudah munculnya proletariat modern bersama2 dengan tenaga2 produktif yang besar (industri besar2an) manusia dapat memperoleh pengertian yang luas menurut sejarah tentang perkembangan sejarah masyarakat dan mengubah pengetahuannya tentang masyarakat menyadi ilmu, ilmu Marxisme.
Orang Marxis berpendapat bahwa hanyalah praktek sosial manusia saja yang menyadi ukuran kebenaran dari pengetahuannya tentang dunia luar. Sebenarnya. pengetahuan manusia menyadi teruji hanya apabila dia, dalam proses praktek sosial (dalam proses produksi materiil, proses perjuangan klas dan percobaan ilmiah), mencapai hasil2 yang diharapkan. Jika manusia hendak mencapai sukses dalam pekerjaannya, yaitu, mencapai hasil2 yang diharapkan, maka dia harus menyesuaikan pikiran2nya dengan hukum-hukum dunia objektif sekelilingnya; jika pikiran2 itu tidak cocok, maka dia akan gagal dalam praktek. Jika dia gagal dia akan menarik pelajaran2 dari kegagalannya, mengubah ide-idenya, guna disesuaikan dengan hukum-hukum dunia objektif dan dengan begitu mengubah kegagalan menjadi sukses; inilah yanq dimaksudkan dengan "kegagalan adalah ibu sukses", dan dengan "jatuh kedalam lubang, suatu keuntungan dalam akal".
Teori materialisme dialektis tentang pengetahuan mengangkat praktek pada tempat pertama. berpendapat hahwa pengetahuan manusia sedikipun tidak dapat dipisahkan dari praktek, dan menolak semua teori yang tidak tepat yang tidak mengakui arti penting praktek atau yang memisahkan pengetahuan dari praktek. Demikianlah Lenin berkata. "Praktek adalah lebih tinggi daripada pengetahuan (teori) karena ia tidak hanya mempunyai nilai keumuman tapi juga nilai realitet yang langsung.[1]
Filsafat Marxis, yaitu materialisme dialektis, mempunyai dua ciri yang sangat menondjol: yang satu ialah watak klasnya, pernyataannya yang terang-terangan bahwa materialisme dialektis mengabdi kepada proletariat: lainnya ialah kepraktisannya, tekanannya pada ketergantungan teori pada praktek, tekanan pada praktek sebagai dasar teori yang sebaliknya mengabdi kepada praktek. Dalam menimbang kebenaran pengetahuan atau teori orang, orang tak dapat bergantung pada perasaan-perasan subyektifnya mengenai itu, tetapi pada hasil objektifnya di dalam praktek sosial. Hanyalah praktek sosial yang dapat menyadi ukuran kebenaran. Pendirian praktek adalah pendirian yang pertama dan pokok di dalam teori materialisme dialektis tentang pengetahuan.[2]
Tetapi bagaimana toh timbulnya pengetahuan manusia dari praktek dan sebaliknya mengabdi kepada praktek ? Hal ini menjadi terang sesudah menilik sepintas lalu proses perkembangan pengetahuan.
Sebenarnya manusia, dalam proses praktek, melihat mula2 hanya gejala-gejala dari berbagai-bagai hal-ikhwal, segi2nya yang terpisah-pisah, hubungan2 luarnya. Misalnya, beberapa orang tamu datang ke Yenan untuk mengadakan perjalanan peninjauan; pada hari pertama atau kedua, mereka melihat topografi (perpetaan), jalan-jalan dan rumah: di Yenan; menemui sejumlah orang-orang, mengundjungi perjamuan2, pertemuan2 petang hari dan rapat2 besar; mendengar berbagai macam pembicaraan; dan membaca berbagai-bagai dokumen — kesemuaya ini adalah gejala2 hal-ikhwal2, segi-segi yang terpisah-pisah dari hal-ikhwal2, hubungan2 luar di antara hal-ikhwal2 sedemikian itu. Ini dinamakan tingkatan pengetahuan persepsi, yaitu, tingkatan persepsi2 (penginderaan) dan impresi' (kesan2). Yaitu, berbagai-bagai hal-ikhwal di Yenan mengenai panca-indera para anggota rombongan peninjau itu, menimbulkan persepsi2 pada mereka, dan meninggalkan dalam pikiran mereka banyak impresi, bersama-sama dengan suatu ide tentang hubungan-hubungan luar yang -umum diantara impresi2 ini: ini adalah tingkatan pengetahuan yang pertama. Pada tingkatan ini, manusia belum bisa membentuk konsep-konsep yang mendalam atau menarik kesimpulan2 yang sesuai dengan logika.
Karena praktek sosial terus berlangsung, maka hal ikhwal2 yang menimbulkan persepsi'-persepsi dan impresi-impresi manusia selama dalam prakteknya diulangi berkali-kali; kemudian terjadilah suatu perubahan yang tiba-tiba (suatu lompatan) dalam proses pengetahuan dalam pikiran manusia, yang mengakibatkan timbulnya konsepsi-konsepsi. Konsepsi yang sedemikian itu tidak lagi merupakan gejala-gejala hal ikhwal, segi-seginya yang terpisah-pisah, atau hubungan2 luarnya, tetapi merangkum hakekatnya, keseluruhannya dan hubungan-hubungan internnya. Konsepsi berbeda dengan persepsi tidak hanya secara kwantitatif tetapi juga secara kwalitatif. Berjalan terus lebih jauh dan menggunakan metode menimbang serta menarik kesimpulan, kita kemudian dapat menarik kesimpulan-kesimpulan yang sesuai denqan logika. Apa yang disebut dalam Dongengan Tiga Kerajaan "dengan mengerutkan kening orang mendapat siasat", atau dalam bahasa kita se-hari2 "nanti dulu, saya pikir" itu justru menunjukkan kepada prosedur manusia memakai konsepsi2 dalam pikirannya untuk membentuk pertimbangan-pertimbangan dan menarik kesimpulan-kesimpulan. Ini adalah tingkatan pengetahuan yang kedua.
Para tamu kita, para anggota rombongan peninjau itu, sesudah mengumpulkan berbagai macam bahan-bahan dan selanjutnya "memikirkan bahan-bahan itu", mereka bisa sampai pada keputusan berikut: "politik Front Persatuan Nasional Anti-Jepang dari Partai Komunis adalah sungguh2, tulus dan jujur". Sesudah mengambi1 keputusan ini, mereka dapat, jika mereka jujur terhadap persatuan untuk pembebasan nasional, maju selangkah lebih jauh dan menarik kesimpulan berikut: "Front Persatuan Nasional Anti-Jepang bisa sukses". Dalam seluruh proses pengetahuan manusia tentang sesuatu, konsepsi, pertimbangan dan kesimpulan merupakan tingkatan yang lebih penting, tingkat pengetahuan rasionil. Tugas pengetahuan yang sesungguhnya ialah mencapai pikiran melalui persepsi, mencapai pengertian secara berangsur2 tentang kontradiksi-kontradiksi intern dari hal-ikhwal2 objektif, hukum-hukumnya dan hubungan2 intern dari berbagai-bagai proses yaitu mencapai pengetahuan yang logis. Diulangi, sebab mengapa pengetahuan yang logis itu lain dengan pengetahuan persepsi ialah karena pengetahuan persepsi adalah mengenai segi2 yang terpisah2, gejala2, hubungan-hubungan luar dari hal-ikhwal; sedangkan pengetahuan logis mengambil langkah maju yang besar untuk mencapai keseluruhan, hakekat dan hubungan2 intern dari hal ikhwal; menyingkapkan kontradiksi2 intern dari dunia sekeliling, dan oleh karena itu sanggup menangkap perkembangan dunia sekeliling dalam keseluruhannya, dalam hubungan-hubungan intern di antara semua seginya.
Teori materialis dialektis tentang proses perkembangan pengetahuan sedemikian itu, berdasarkan praktek dan mulai dari yang dangkal sampai pada yang dalam, tidak pernah diajukan oleh siapapun juga sebelum lahirnya Marxisme. Materialisme Marxis untuk pertama kalinya secara tepat memecahkan masalah proses perkembangan pengetahuan, menunjukkan baik secara materialis maupun secara dialektis proses pengetahuan yang mendalam, proses bagaimana pengetahuan persepsi berubah menjadi pengetahuan logis melalui praktek yang kompleks dan berulang2 secara tetap dari produksi dan perjuangan klas manusia dalam masyarakat. Lenin berkata: "Konsepsi yang abstrak mcngenai materi, tentang hukam alam, tentang nilai ekonomi atau sesuatu abstraksi ilmiah lainnya ( yaitu yang tepat dan pokok" tidak palsu atau dangkal) mencerminkan alam secara lebih dalam, lebih sebenarnya dan lebih sepenuhnya". [3] Marxisme-Leninisme berpendapat bahwa ciri2 dari dua tingkatan proses pengetahuan itu ialah bahwa, pada tingkatan yang lebih rendah, pengetahuan itu menampakkan diri dalam bentuk persepsi, sedang pada tingkatan yang lebih tinggi ia menampakkan diri dalam bentuk logis; tetapi kedua tingkatan itu termasuk dalam satu proses pengetahuan yang tunggal. Persepsi dan akal adalah berlainan sifatnya, tetapi tidak terpisah satu dengan lainnya, mereka dipersatukan atas dasar praktek.
Praktek kita membuktikan bahwa hal-ikhwal yang terindra tidak terus segera bisa kita fahamkan dan bahwa hanya hal-ikhwal yang dimengerti dapat diindrakan secara lebih mendalam. Persepsi hanya memecahkan masalah gejala2; hanya akal saja yang memecahkan masalah hakekat. Masalah-masalah sedemikian itu tak akan dapat dipecahkan terlepas dari praktek. Seseorang yang hendak mengetahui sesuatu, tidak mempunyai jalan untuk melakukan itu kecuali dengan mengadakan kontak dengannya, yaitu, dengan hidup (mempraktekkan) disekitarnya.
Di dalam masyarakat feodal orang tidak mungkin mengetahui lebih dulu hukum-hukum masyarakat kapitalis sebab, dengan belum munculnya masyarakat kapitalis diatas panggung, maka tidak ada praktek yang sesuai dengan masyarakat kapitalis. Marxisme hanyalah bisa merupakan produk (hasil) masyarakat kapitalis. Dalam abad kapitalisme persaingan bebas, Marx tidak bisa mengetahui sebelumnya secara khas beberapa diantara hukum-hukum yang khusus mengenai zaman imperialisme, sebab imperialisme — tingkat terakhir kapitalisme — belum muncul dan praktek yang cocok dengan itu tidak ada; hanya Lenin dan Stalin yang dapat memikul tugas ini.
Selain dari zenialitet mereka, sebab mengapa Marx, Engels, Lenin dan Stalin dapat mengerjakan teori mereka adalah terutama turut sertanya mereka sendiri dalam praktek perjuangan klas dan pengambilan percobaan ilmiah pada zamannya; tanpa ini berapapun juga banyaknya zenialitet tak dapat membawa sukses. Pepatah "seorang sarjana tidak meiangkah keluar dari pintu gerbangnya, namun mengetahui semua kejadian di bawah matahari" hanyalah omong-kosong belaka di alam zaman dahulu yang belum maju dalam teknologi; dan sekalipun pepatah ini bisa berlaku dalam abad kemajuan teknologi sekarang, namun orang-orang dengan pengetahuan dari tangan pertama yang sesungguhnya adalah mereka yang melakukan praktek, dan hanya sesudah mereka memperoleh "pengetahuan'' melalui praktek mereka, dan sesudah pengetahuan, mereka dengan perantaraan tulisan dan teknologi, sampai pada tangan "sarjana", barulah "sarjana" itu dapat mengetahui secara tak langsung "kejadian-kejadian di bawah matahari".
Jika seorang hendak mengetahui hal-ikhwal tertentu atau macam2 hal-ikhwal tertentu secara langsung, maka hanyalah dengan turutsertanya secara pribadi dalam perjuangan praktis untuk mengubah realitet, untuk mengubah hal-ikhwal itu atau macam2 hal-ikhwal itu, bahwa dia dapat mengadakan kontak dengan gejala dari hal-ikhwal2 itu atau macam2 hal-ikhwal itu; dan hanyalah selama perjuangan praktis untuk mengubah realitet, dimana dia secara pribadi turutserta, bahwa dia dapat menyingkapkan hakekat hal-ikhwal itu atau macam2 hal-ihkwal itu dan memahaminya. Inilah jalan menuju ke pengetahuan yang sesungguhnya yang dilalui oleh setiap orang, hanya beberapa orang saja, yang dengan sengadja memutarbalikkan hal-ikhwal-hal ikhwal, mendalilkan sebaliknya. Orang yang paling menggelikan di dunia ialah "orang yang kemintar" yang sesudah memperoleh sedikit pengetahuan yang setengah matang dari kabar angin memproklamasikan dirinya "orang nomor satu di dunia", ini hanyalah menunjukkan.bahwa dia belum mengukur dirinya dengan selajaknya. Soal pengetahuan adalah soal ilmu, dan disini tidak boleh ada ketidakjujuran dan kesombongan barang sedikitpun: yang dibutuhkan adalah pasti kebalikannya--sikap jujur dan rendah hati. Jika orang hendak memperoleh pengetahuan, orang harus turutserta dalam praktek mengubah realitet. Kalau orang hendak mengetahui rasanya sebnah pir maka orang harus mengubah pir itu dengan memakannya sendiri. Jika orang hendak mengetahui komposisi dan sifat-sifat atom orang harus melakukan percobaan dalam fisika dan kimia untuk mengubah keadaan atom. Jika orang hendak mengetahui teori dan metode revolusi orang harus turutserta dalam revolusi. Semua pengetahuan yang sejati berasal dari pengalaman yang langsung. Tetapi manusia tidak dapat mempunyai pengalaman langsung dalam segala-galanya; sebenarnya, sebagian besar dari pengetahuan kita berasal dari pengalaman yang tak langsung, misalnya, semua pengetahuan tentang zaman purbakala dan neger-negeri asing. Bagi orang-orang zaman purbakala dan orang, asing, pengetahuan itu berasal dari pengalaman langsung: kalau, sebagai pengalaman langsung dari orang-orang zaman purbakala dan orang-orang asing, pengetahuan itu memenuhi syarat "abstraksi secara ilmiah" seperti yang disebutkan oleh Lenin, dan secara ilmiah mencerminkan hal-ikhwal objektif, maka pengetahuan itu dapat dipercaya, kalau tidak ia bukan pengetahuan yang dapat dipercaya. Dari itu pengetahuan manusia adalah terdiri dari dua bagian lain tidak, dari pengalaman langsunq dan pengalaman tak langsung. Dan apa yang merupakan pengalaman tak langsung bagiku adalah sebaliknya merupakan pengalaman langsung bagi orang lain Karena itu, mengambil pengetahuan dalam keseluruhannya, pengetahuan macam apapun tidaklah terpisahkan dari pengalaman langsung.
Sumber semna pengetahuan terletak dalam persepsi melalui panca indera jasmani manusia tentang dunia obyektif di sekelilingnya: jika seseorang tidak mengakui persepsi itu, tidak mengakui pengalaman langsung, dan tidak mengakui pengambilan-bagian secara pribadi dalam praktek mengubah reialitet, maka dia bukanlah seorang materialis. Itulah sebabnya mengapa "orang-orang yang kemintar" itu menggelikan. Orang Tiongkok mempunyai peribahasa kuno: "Bagaimana orang bisa mendapat anak-anak harimau dengan tidak memasuki gua harimau?" Peribahasa ini berlaku baik bagi praktek manusia maupun bagi teori pengetahuan. Tidak bisa ada pengetahuan yang terlepas dari praktek.
Sambungan
Untuk membikin jelas proses materialis-dialektis dari pengetahuan yang timbul dari praktek mengubah realitet--proses pengetahuan yang mendalam secara berangsur-angsur-- di bawah ini diberikan beberapa contoh yang kongkrit lebih lanjut:
Dalam pengetahuannya tentang masyarakat kapitalis dalam periode pertama dari prakteknya — periode pengrusakan mesin-mesin dan perjuangan yang spontan—proletariat, yang masih dalam tingkatan pengetahuan persepsi, hanya tahu segi-segi yang terpisah-pisah dan hubungan luar dari berbagai-bagai gejala kapitalisme. Pada masa itu proletariat adalah apa yang kita sebut "klas sendirinya". Tetapi ketika klas ini mencapai periode yang kedua dari prakteknya (periode perjuangan ekonomi dan perjuangan politik secara sedar, secara terorganisasi), ketika melalui prakteknya, melalui pengalamannya yang diperoleh dalam perjuangan-perjuangan jangka panjang, dan melalui pendidikan-pendidikannya dalam teori Marxis, yang merupakan penyimpulan pengalaman-pengalaman ini oleh Marx dan Engels menurut metode ilmiah, ia menjadi mengerti akan hakekat masyarakat kapitalis, mengerti akan hubungan-hubungan penghisapan diantara klas-klas sosial, dan- mengerti akan tugas sejarahnya sendiri, dan kemudian menjadi "klas untuk dirinya sendiri".
Begitu pula dengan pengetahuan Rakyat Tiongkok tentang imperialisme. Tingkatan yang pertama adalah tingkatan pengetahuan persepsi yang dangkal, seperti ditunjukkan dengan perjuangan-perjuangan anti asing yang tidak pandang-bulu dari Gerakan Kerajaan Keinderaan Taiping" Gerakan Boxer, dll. Barulah pada tingkatan kedua Rakyat Tiongkok sampai pada pengetahuan rasionil, ketika, mereka melihat kontradiksi-kontradiksi intern dan luar imperialisme, dan juga hakekat penindasan serta penghisapan atas massa luas Tiongkok oleh imperialisme yang bersekutu dengan komprador-komprador dan klas feodal Tiongkok; pengetahuan sedemikian itu mulai timbul baru kira-kira dalam masa Gerakan Empat Mei 1919.
Marilah kita lihat pula peperangan. Jika mereka yang memimpin peperangan tidak mempunyai pengalaman perang, maka dalam tingkatan permulaan mereka tidak akan mengerti akan hukum-hukum yang mendalam untuk memimpin peperangan tertentu (misalja Perang Agraria Revolusioner kita sepuluh tahun yang lalu). Dalam tingkatan permulaan mereka hanya mendapat pengalaman banyak bertempur, dan tambahan pula, menderita banyak kekalahan. Tetapi dari pengalaman sedemikian itu (pengalaman pertempuran-pertempuran yang menang dan terutama sekali pengalaman pertempuran-yang kalah); mereka dapat mengerti akan benang intern dari seluruh peperangan, yaitu, hukum-hukum yang menguasai peperangan tertentu itu, dapat mengerti akan strategi dan, taktik dan oleh karena itu mereka dapat memimpin peperangan-peperangan itu dengan kejakinan. Pada saat yang sedemikian itu, jika seorang yang tidak berpengalaman mengambilalih komando, maka dia juga tidak dapat mengerti akan hukum-hukum yang sungguh-sungguh benar dari peperangan itu sebelum dia menderita sejumlah kekalahan2 (sebelum dia memperoleh pengalaman).
Kita sering merrdengar perkataan seorang kawan apabila dia tidak mempunyai keberanian untuk menerima suatu tugas: "Saya tidak mempunyai keyakinan". Apa sebabnya dia tidak mempunyai keyakinan ? Sebab dia tidak mempunyai pengertian yang sistimatis tentang sifat dan syarat-syarat pekerjaan itu atau sebab dia mempunyai sedikit atau bahkan tidak mempunyai kontak dengan pekerjaan macam ini; dari sebab itu hukum-hukum yang menguasainya tak dapat dia fahamkan. Sesudah mengadakan analisa secara merinci tentang sifat dan syarat-syarat pekerjaan itu, dia akan merasa lebih berani dan menjadi bersedia untuk melakukannya. Jika, sestudah melakukan pekerjaan itu beberapa waktu lamanya, orang ini telah mendapat pengalaman dalam pekerjaan tersebut, dan jika lain daripada itu dia mau memandang hal-ikhwal dengan pikiran terbuka dan tidak menimbang masalah-masalah secara subyektif, satu-segi saja dan secara dangkal, maka dia akan dapat menarik kesimpulan-kesimpulan mengenai bagaimana seharusnya meneruskan pekerjaannya dan kepercayaannya pada diri sendiri akan banyak bertambah. Hanya mereka yang memandang masalah-masalah secara subyektif, satu-segi saja dan secara dangkal dan, sesampainya di sesuatu tempat terus mengeluarkan perintah-perintah atau petundjuk-petunjuk dengan rasa puas pada diri sendiri tanpa mem pertimbangkan keadaan-keadaan, tanpa meninjau hal-ikhwal dalam keseluruhannya (sejarahnya dan siuasinya sekarang sebagai suatu keseluruhan)` dan tanpa mengadakan kontak dengan hakekat hal-ikhwal itu (sifat2nya dan hubungan intern antara satu hal-ikhwal dengan hal-ikhwal lainnya), yang pasti tersandung.
Jadi langkah pertama dalam proses pengetahuan ialah kontak dengan hal-ikhwal dari dunia luar, ini termasuk dalam tingkatan persepsi. Langkah kedua ialah sintese dari bahan-bahan persepsi dengan mengadakan pengaturan kembali atau penyusunan kembali: ini terrmasuk dalam tingkatan konsepsi, pertimbangan dan kesimpulan. Hanyalah apabila bahan-bahan persepsi itu sangat kaya (tidak sepotong2 atau tak lengkap) dan bersesuaian dengan realitet (tidak khayali) maka kita dapat, berdasarkan bahan-bahan itu, membentuk konsepsi2 yang benar dan melakukan argumentasi yang tepat.
Disini dua hal penting harus ditekankan. Yang pertama, suatu hal yang telah disebutkan di muka tapi harus diulangi disini, ialah soal ketergantungan pengetahuan rasionil pada pengetahuan persepsi. Adalah seorang idealis yang berpendapat bahwa pengetahuan rasionil tidak perlu berasal dari pengetahuan persepsi. Dalam sejarah filsafat terdapat apa yang dinamakan aliran "rasionalis" yang mengakui hanya kebenaran akal, tetapi tidak mengakui kebenaran pengalaman, menganggap hanya akal sajalah yang bisa dipercaya dan pengalaman persepsi tidak bisa dipercaya; kesalahan dari aliran ini terletak dalam menjungkirbalikkan hal-ikhwal-hal ikhwal. Yang rasionil dapat dipercaya justru karena ia bersumber pada yang bersifat persepsi; kalau tidak ia akan seperti air tanpa mata air atau pohon tanpa akar, sesuatu yang subyektif, spontan dan tak dapat dipercaya. Mengenai urut-urutan, dalam proses pengetahuan, pengalaman persepsi timbul lebih dulu; kita tekankan arti-penting dari praktek sosial dalam proses pengetahuan justru karena hanya praktek sosial saja yang dapat menimbulkan pengetahuan manusia dan memulakan dia mendapatkan pengalaman persepsi dari dunia objektif disekelilingnya. Bagi seseorang yang menutup mata, menutup telinganya dan samasekali mengasingkan diri dari dunia objektif tidak akan mungkin ada bicara tentang pengetahuan. Pengetahuan mulai dengan pengalaman — inilah materialisme dari teori pengetahuan.
Hal yang kedua ialah bahwa pengethuan itu masih harus diperdalam, tingkatan pengetahuan persepsi masih harus diperkembang ke tingkatan rasionil — inilah dialektika teori pengetahuan.[4] Berpendapat bahwa pengetahuan bisa berhenti pada tingkatan persepsi yang rendah dan, bahwa hanya pengetahuan persepsi saja yang dapat dipercaya sedang pengetahuan rasionil tidak, akan merupakan pengulangan kesalahan "empirisisme" dalam sejarah. Teori ini salah dengan tidak dapat menyadari bahwa, sekalipun bahan2 persepsi itu mencerrminkan hal-ikhwal tertentu yang nyata dari dunia objektif (disini saja tidak membicarakan empirisisme idealis yang membatasi pengalaman pada apa yang dinamakan introspeksi—penyelidikan-diri), namun bahan-bahan ini hanya sepotong-sepotong dan dangkal, mencerminkan hal-ikhwal secara tak lengkap dan bukannya merupakan hakekatnya. Untuk mencerminkan sesuatu sepenuhnya dalam keseluruhannya, untuk mencerminkan hakekatnya dan hukum-hukumnya yang bersenyawa, adalah perlu, melalui pemikiran, membangun suatu sistim konsepsi-konsepsi dan teori-teori dengan mengenakan bahan-bahan persepsi yang berlimpah-limpah itu pada proses pembentukan kembali dan penyusunan kembali — membuang yang kasar dan memilih yang halus, menyingkirkan yang lancung dan mempertahankan yang benar, maju dari satu titik ke titik lain dan terus masuk dari luar ke dalam; adalah perlu melompat dari pengetahuan persepsi ke pengetahuan rasionil. Pengetahuan yang merupakan penjusunan-kembali sedemikian itu tidaklah menjadi lebih kosong atau kurang dapat dipercaya; sebaliknya, apa saja yang sudah disusun kembali secara ilmiah atas dasar praktek di dalam proses pengetahuan adalah sesuatu yang, sebagaimana kata Lenin, mencerminkan hal-ikhwal objektif dengan lebih dalam, lebih benar, lebih sempurna. Bertentangan dengan ini pekerja-pekerja keras yang vulger, yang menghormati pengalaman tetapi merendahkan teori tak dapat berpandangan luas mengenai seluruh proses objektif, tidak mempunyai tujuan yang jelas dan perspektif yang jauh, tetapi merasa puas pada diri-sendiri dengan sukses, sekali-kali dan dengan pandangan selebar lubang-pengintip. Seandainya orang-orang ini harus memimpin revolusi, maka mereka akan membawanya ke jalan buntu.
Teori materialis-dialektis tentang pengetahuan ialah bahwa pengetahuan rasionil bergantung pada pengetahuan persepsi dan pengetahuan persepsi masih harus dikembangkan menjadi pengetahuan rasionil. Baik "rasionalisme" maupun "empirisisme" dalam filsafat tidak mengakui sifat historis atau dialektis dari pengetahuan, dan walaupun masing-masing mengandung suatu segi kebenaran (disini yang saya maksudkan ialah rasionalisme dan empirisisme materialis, bukan rasionalisme dan empirisisme idealis), kedua-duanya salah dalam teori pengetahuan sebagai suatu keseluruhan. Proses pengetahuan yang materialis-dialektis dari yang bersifat persepsi ke rasionil berlaku bagi proses pengetahuan yang kecil (misalnya, mengetahui satu hal-ikhwal atau tugas) dan juga bagi proses pengetabuan yang lebih besar (misalnya mengetahui seluruh masyarakat atau suatu revolusi).
Tetapi proses pengetahuan tidak berakhir disini. Keterangan bahwa proses pengetahuan yang materialis-dialektis berhenti pada pengetahuan rasionil, meliputi hanya setengah dari masalahnya. Dan sejauh mengenai filsafat Marxis, ia meliputi hanya setengahnya yang tidak teristimewa pentingnya. Apa yang oleh filsafat Marxis, dianggap sebagai masalah yang paling penting tidaklah terletak dalam memahami hukum-hukum dunia objektif dan dengan begitu menjadi sanggup untuk menerangkannya, tetapi secara aktif mengubah dunia dengan mempergunakan pengetahuan tentang hukum-hukumnya yang objektif. Dari pendirian Marxis, teori adalah penting, dan arti-pentingnya ditunjukkan sepenuhnya dalam pernyataan Lenin: :Tanpa teori revolusioner tak dapat ada gerakan revolusioner".[5] Tetapi Marxisme menekankan arti-pentingnya teori justru dan hanya karena ia dapat membimbing aksi. Jika kita mempunyai teori yang tepat, tetapi hanya mengobrolkannya, menyimpan dan tidak mempraktekkannya, maka teori itu, bagaimanapun juga baiknya tidak mempunyai arti.
Pengetahuan mulai dengan praktek. mencapai bidang teori melalui praktek. dan kemudian harus kembali lagi ke praktek. Fungsi aktif dari pengetahuan tidak hanya menyatakan diri dalam lompatan aktif dari pengetahuan persepsi ke pengetahuan rasionil, tapi juga —dan ini yang lebih penting—dalam lompatan dari pengetahuan rasionil ke praktek revolusioner. Pengetahuan yang memungkinkan kita menangkap hukum-hukum dunia harus ditujukan kembali kepada praktek mengubah dunia, yaitu, ia harus kembali dipergunakan dalam praktek produksi, dalam praktek perjuangan klas revohsioner dan perjuangan nasional revolusioner dan juga dalam praktek-praktek pengambilan percobaan ilmiah. Inilah proses menguji dan mengembangkan teori, lanjutan dari seluruh proses pengetahuan.
Masalah apakah teori itu sesuai dengan realitet objektif tidaklah dipecahkan seluruhnya dalam proses pengetahuan dari yang bersifat persepsi ke yang rasionil seperti dilukiskan dimuka, juga tidak dapat dipecahkan selengkapnya dengan cara ini. Satu-satunya jalan untuk memecahkan seluruhnya ialah mengembalikan pengetahuan rasionil ke praktek sosial, mengenakan teori pada praktek dan melihat apakah ia dapat mencapai hasil-hasil yang diharapkan. Banyak teori tentang ilmu alam dianggap benar tidak hanya karena teori, itu dianggap benar pada waktu para sarjana alam menentukannya, tapi juga karena sudah diuji dalam praktek ilmiah kemudian. Begitu pu1a Marxisme-Leninisme dianggap benar tidak hanya karena ia dianggap benar ketika Marx, Engels, Lenin dan Stalin merumuskannya secara ilmiah, tetapi juga karena ia telah diuji dalam praktek perjuangan klas revolusioner dan perjuangan nasional revolusioner kemudian. Materialisme dialektis adalah suatu kebenaran umum karena tidaklah mungkin bagi siapapun untak hindar dari padanya dalam prakteknya. Sejarah .pengetahuan manusia mengatakan kepada kita bahwa kebenaran dari banyak teori tidak lengkap dan bahwa ketidaklengkapan ini diperbaiki hanya melalui ujian praktek. Banyak teori tidak tepat, dan adalah melalui ujian praktek ketidaktepatannya itu akan dibetulkan. Itulah sebabnya mengapa praktek dinamakan ukuran kebenaran dan mengapa"pendirian kehidupan, pendirian praktek, harus yang pertama dan fundamentil dalam teori pengetahuan".[6] Stalin mengatakan dengan tepat: "Teori menjadi tak bertujuan jika ia tidak dihubungkan praktek revolusioner, seperti juga praktek akan meraba-raba dalam kegelapan jika jalannya tidak diterangi oleh teori revolusioner". [7]
Apabila kita sampai di sini, apakah proses pengetahuan sudah selesai ? Jawaban kita: ya dan tidak. Apabila manusia dalam masyarakat mencurahkan diri pada praktek mengubah suatu proses obyektif tertentu pada tingkatan perkembangannya tertentu (apakah mengubah proses alam atau proses sosial), maka dengan pencerminan proses obyektif itu dalam pikirannya dan dengan berlakunya aktivitet subyektifnya sendiri, dia dapat memajukan pengetahuannya dari yang bersifat persepsi sampai pada yang rasionil dan melahirkan ide-ide, teori-teori rencana-rencana atau program-program yang pada umumnya cocok dengan hukum-hukum dari proses obyektif itu; dia kemudian mempraktekkan ide-ide, teori-toeri, rencana-rencana atau program ini dalam proses objektif yang sama itu: dan proses pengetahuan mengenai proses yang kongkrit ini dapat dianggap sebagai sudah selesai jika dia. melalui praktek dalam proses objektif itu, dapat mewujudkan tujuannya yang ditetapkan lebih dulu yaitu jika dia dapat mengubah atau pada umumnya mengubah ide-ide, teori-teori, rencana-rencana atau program-program yang ditetapkan lebih dulu itu menjadi kenyataan. Misalnya, dalam proses mengubah alam, seperti dalam pelaksanaan rencana pembangunan mesin-mesin, pengujian hipotesa ilmu, pembikinan perkakas atau alat-alat, pemungutan hasil-bumi; atau dalam proses mengubah masyarakat, seperti dalam kemenangan suatu pemogokan, kemenangan suatu peperangan, pelaksanaan rencana pendidikan — kesemuanya ini dapat dianggap sebagai perwujudan tujuan-tujuan yang ditetapkan lebih dulu. Tetapi berbicara secara umum, baik dalam praktek, mengubah alam maupun mengubah masyarakat, ide-ide, teori-teori, rencana, atau program-program orang yang asli jarang yang dilaksanakan tanpa sesuatu perubahan apapun. Ini adalah karena orang-orang yang melakukan pengubahan realitet menderita banyak pembatasan-pembatasan: mereka terbatas tidak hanya dalam syarat-syarat ilmu dan teknologi, tapi juga dalam tingkat perkembangan dan penyingkapan proses objektif itu sendiri (dalam kenyataan bahwa segi-segi dan hakekat dari proses objektif itu belum disingkapkan sepenuhnya). Dalam keadaan sedemikian itu, ide-ide, teori-teori, rencana-rencana atau program-program seringkali diubah sebagian dan kadang-kadang bahkan diubah sama-sekali bersama-sama dengan didapatnya hal-hal yang tak tersangka-sangka selama dalam praktek. Artinya, ada terjadi bahwa ide-ide, teori-teori, rencana-rencana atau program-program yang asli sebagian atau seluruhnya bisa tidak sesuai dengan realitet dan sebagian atau sama-sekali tak tepat. Dalam banyak hal, kegagalan harus diulangi beberapa kali sebelum pengetahuan yang salah dapat dibetulkan dan dibikin cocok dengan hukum-hukum proses objektif, sehingga hal-ikhwal yang subyektif dapat diubah menjadi hal-ikhwal yang objektif, yaitu hasil-hasil yang diharapkan dapat dicapai dalam praktek. Tetapi bagaimanapun juga, pada titik sedemikian itu proses pengetahuan manusia tentang suatu proses objektif tertentu pada tingkatan perkembangannya yang tertentu dipandang sebagai sudah selesai.
Akan tetapi mengenai proses pengetahuan manusia tidak bisa ada habisnya. Karena setiap proses, baik dalam dunia alam maupun dunia sosial, maju dan berkembang melalui kontradiksi-kontradiksi dan perjuangan-perjuangan internnya, maka proses pengetahuan manusia mesti pula maju dan berkembang sesuai dengan itu. Dalam hubungan dengan gerakan sosial, seorang pemimpin yang betul-betul revolusioner tidak hanya harus cakap dalam membetulkan ide-ide, teori-teori, rencana-rencana atau program-programnya apabila kedapatan salah, seperti telah kita lihat, tapi juga dia harus cakap, apabila suatu proses objektif tertentu sudah maju dan berubah dari satu tingkatan perkembangan ketingkatan perkembangan lainnya, membikin dia sendiri dan semua kawan-kawan revolusionernja memajukan dan meninjau-kembali ide-ide mereka yang subjektif sesuai dengan itu , artinya, dia harus mengusulkan tugas-tugas revolusioner baru dan program-program kerja baru sesuai dengan perubahan-perubahan dalam situasi baru itu. Situasi-situasi berubah dengan sangat cepatnya dalam periode revolusioner; kalau pengetahuan kaum revolusioner tidak berubah dengan cepat sesuai dengan situasi yang telah berubah itu, maka mereka tidak dapat memimpin revolusi menuju kemenangan.
Akan tetapi seringkali terjadi bahwa ide-ide ketinggalan di belakang kejadian-kejadian yang sesungguhnya; ini adalah karena pengetahuan manusia terbatas oleh banyak syarat-syarat sosial. Kita menentang orang-orang kepala batu di dalam barisan-barisan revolusioner yang ide-idenya, tidak bisa maju bersama-sama dengan perubahan keadaan-keadaan obyektif, menyatakan diri menurut sejarah sebagai oportunisme kanan. Orang-orang ini tidak melihat bahwa perjuangan-perjuangan yang timbul dari kontradiksi-kontradiksi sudah mendorong maju proses obyektif, sedang pengetahuan mereka telah berhenti pada tingkatan lama. Ini mensifatkan ide-ide semua orang kepala batu. Dengan ide-ide mereka yang tercerai dari praktek sosial, mereka tidak dapat berguna untuk membimbing kereta masyarakat; mereka hanya dapat membuntut dibelakang kereta dengan mengomel katanya keretanya berjalan terlalu cepat dan berusaha menyeretnya kebelakang serta menyuruhnya berjalan ke jurusan yang berlawanan.
Kita juga menentang pembualan dari kaum "kiri". Ide-ide mereka mendahului suatu tingkatan perkembangan tertentu dari proses objektif; setengah dari mereka menganggap khayal-khayal mereka sebagai kebenaran; lain-lainnya lagi yang berusaha keras untuk melaksanakan pada saat sekarang suatu cita-cita yang hanya dapat dilaksanakan di masa depan, menceraikan diri mereka dari praktek mayoritet Rakyat pada saat itu dan dari realitet-realitet masa itu dan memperlihatkan diri sebagai petualang dalam aksi-aksi mereka. Idealisme dan materialisme mekanis, oportunisme dan avonturisme, semuanya disifatkan dengan perceraiian antara yang subyektif dengan yanq obyektif, dengan perpisahan pengetahuan dari praktek. Teori Marxis-Leninis tentang pengetahuan yang diperbedakan oleh tekanannya pada praktek sosial sebagai ukuran kebenaran ilmiah, tidak bisa tidak mesti dengan keras menentang ideologi-ideologi yang tidak tepat ini. Orang Marxis mengakui bahwa dalam seluruh proses yang mutlak dari alam-semesta, perkembangan masing-masing proses yang kongkrit adalah relatif; dari itu, dalam sungai besar dari kebenaran absolut, pengetahuan menusia tentang proses yang kongkrit pada setiap tingkatan perkembangan tertentu hanyalah benar secara relatif. Jumlah seluruh kebenaran-kebenaran relatif yang tak terhitung itu adalah kebenaran absolut.[8]
Perkembang;an proses obyektif adalah perkembangan yang penuh dengan kontradiksi-kontradiksi dan perjuangan-perjuangan. Perkembangan dari proses pengetahuan manusia juga perkembangan yang penuh kontradiksi-kontradiksi dan perjuangan-perjuangan. Semua gerakan dialektis dari dunia obyektif cepat atau lambat bisa tercermin dalam pengetahuan manusia. Karena proses pemunculan perkembangan dan pelenyapan dalam praktek sosial tak terbatas maka proses pemunculan, perkembangan dan pelenyapan dalam pengetahuan manusia juga tak terbatas. Karena praktek yang ditujukan ke arah mengubah realitet objektif berdasarkan ide-ide, teori-teori, rencana-rencana atau program-program tertentu saban-saban berkembang lebih jauh, maka pengetahuan manusia tentang realitet juga setiap kali menjadi lebih dalam. Proses perubahan dalam dunia objektif tidak akan pernah berakhir, begitu pula pengetahuan manusia tentang kebenaran melalui praktek. Marxisme-Leninisme sekali-kali tidak menyimpulkan semua pengetahuan.tentang kebenaran, tetapi dengan tiada hentinya membuka jalan menuju pengetahuan tentang kebenaran melalui praktek. Kesimpulan kita menyetujui kesatuan kongkrit dan historis dari yang subyektif dengan yang objektif, dari teori dengan praktek, dan dari mengetahui dengan berbuat, dan menentang semua ideologi yang tidak tepat, baik kanan maupun "kiri" yang menyimpang dari sejarah yang kongkrit. Dengan berkembangnya masyarakat sampai pada tingkatan yang sekarang, maka diatas pundak proletariat dan partainya, karena keharusan sejarah, jatuh tanggung-jawab untuk secara tepat memahami dan mengubah dunia. Proses praktek mengubah dunia ini, yang ditentukan berdasarkan pengetahuan ilmiah, sudah mencapai saat yang bersejarah di dunia dan di Tiongkok. suatu saat yang begitu penting yang tidak pernah disaksikan oleh sejarah manusia sebelumnya, yaitu saat untuk menghalaukan samasekali kegelapan di dunia dan di Tiongkok dan mendatangkan dunia terang seperti yang tak pernah ada sebelumnya.
Perjuangan proletariat dan orang-orang revolusioner dalam mengubah dunia ialah berupa penunaian tugas berikut: membentuk kembali dunia obyektif dan juga dunia subyektif mereka sendiri — membentuk kembali daya mengetahui mereka dan juga hubungan-hubungan antara dunia subyektif dengan dunia objektif. Pembentukan kembali sedemikian itu sudah dilaksanakan di sebagian bumi, yaitu, di Uni Sovjet. Rakyat di sana masih mempercepat proses pembentukan kembali ini. Rakyat di Tiongkok dan di bagian dunia lainnya sedang atau akan melalui proses pembentukan-kembali sedemikian itu. Dan dalam dunia objektif yang harus dibentuk-kembali itu termasuk lawan-lawan pembentukan kembali, yang harus mengalami tingkatan pembentukan kembali secara paksa sebelum mereka dapat memasuki tingkatan pembentukan-kembali secara sedar. Apabila seluruh umat manusia secara sedar membentuk-kembali diri sendiri dan mengubah dunia, maka akan menyingsinglah fajar zaman Komunisme dunia.
Menemukan kebenaran melalui praktek, dan melalui praktek menguji serta mengembangkan kebenaran. Bertolak dari pengetahuan persepsi dan secara aktif mengembangkannya menyadi pengetahuan rasionil, dan kemudian, bertolak dari pengetahuan rasionil, secara aktif memimpin praktek revolusioner untuk mengubah dunia subyektif dan dunia objektif. Praktek, pengetahuan, lagi praktek, lagi pengetahuan; pengulangan pola secara berputar-melingkar ini dengan tiada berkesudahan, dan dengan setiap lingkaran, isi praktek dan pengetahuan menaik ke tingkat yang lebih tinggi. Demikianlah seluruh teori materialis dialektis tentang pengetahuan, dan begitulah teori materialisme dialektis tentang kesatuan mengetahui dan berbuat.
Juli 1937.
Keterangan:
1. W.I.Lenin, Buku Catatan Filsafat, Edisi Rusia, moscow, 1947, hlm.185
2. Bandingkan Karl Marx, Tesis-Tesis Tentang Feuerbach, diterbitkan sebagai lampiran pada buku Friedrich Engels Ludwig Feuerbach dan Akhir Filsafat Klasik Jerman; dan W.I. Lenin, Materialisme dan Empirio-Kritisime, Bab III, Bagian 6.
3. W.I. Lenin, Buku Catatan Filsafat, hlm.146
4. Bandingkan Lenin, Buku Catatan Filsafat, hlm.146: "Untuk kepentingan mengetahui, orang harus memulai mengetahui, mempelajari, atas dasar pengalaman dan naik dari pengalaman ke pengetahuan umum".
5. W.I. Lenin, Apa Yang Harus Dikerjakan ?, penerbitan Yayasan "Pembaruan", th. 1957, hlm.30.
6. W.I. Lenin, Materialisme dan Empirio-Kritisisme, Bab II, Bagian 6.
7. J.W. Stalin, Dasar-Dasar Leninisme.
8. Bandingkan, W.I. Lenin, Materialisme dan Empirio-Kritisisme, Bab II, Bagian 5.