Membela Revolusi Oktober

Leon Trotsky (1932)


Penerjemah: Ted Sprague (7 September 2023)

Sumber: “In Defence of October” oleh Leon Trotsky. Trotsky Internet Archive.

Ketika Trotsky berada di pengasingannya di Prinkipo, Turki, dia menerima undangan dari organisasi mahasiswa Sosial Demokratik Denmark untuk memberikan ceramah pada ulang tahun ke-15 Revolusi Oktober. Pada 27 November 1932, di Kopenhagen, Denmark, di hadapan lebih dari 2000 peserta, dia berbicara kurang lebih 2 jam untuk membela tradisi Revolusi Oktober. Ini adalah terakhir kalinya Trotsky berbicara di hadapan publik besar.


Sebuah pidato yang disampaikan di Kopenhagen, Denmark pada 27 November 1932.[1]

Pertama kali saya berada di Kopenhagen adalah saat menghadiri Kongres Internasional Sosialis [Internasional Kedua] dan saya membawa kenangan terbaik tentang kota Anda. Tetapi itu lebih dari seperempat abad yang lalu. Semenjak itu, air di selat Ore-Sund dan di fjords [ceruk di Skandinavia yang terbentuk oleh gletser] telah berubah berulang kali. Dan bukan hanya air saja yang telah berubah. Perang telah mematahkan tulang punggung benua Eropa lama. Sungai dan lautan Eropa telah menghanyutkan tidak sedikit darah. Umat manusia dan terutama umat manusia Eropa telah melalui cobaan-cobaan berat, menjadi lebih suram dan brutal. Setiap konflik menjadi lebih pahit. Dunia telah memasuki periode perubahan besar. Ekspresi ekstremnya adalah perang dan revolusi.

Sebelum saya beralih ke tema ceramah saya, yaitu Revolusi, saya merasa perlu mengucapkan terima kasih kepada penyelenggara pertemuan ini, organisasi mahasiswa sosial-demokratik. Saya melakukan ini sebagai lawan politik. Memang benar ceramah saya mengikuti garis historis-ilmiah dan bukan garis politik. Sedari awal saya ingin menekankan ini. Tetapi mustahil berbicara mengenai revolusi, dari mana Republik Soviet lahir, tanpa mengambil posisi politik. Sebagai pembicara, saya berdiri di bawah panji yang sama seperti ketika saya terlibat dalam revolusi.

Hingga meletusnya perang [Perang Dunia Pertama], Partai Bolshevik adalah anggota Internasional Sosial-Demokratik [Internasional Kedua]. Pada 4 Agustus 1914, dukungan sosial demokrasi Jerman terhadap anggaran perang [Perang Dunia Pertama] mengakhiri hubungan ini untuk selama-lamanya, dan membuka periode perjuangan tanpa-henti dan tak-terdamaikan antara Bolshevisme dengan sosial demokrasi. Apa ini berarti bahwa penyelenggara pertemuan ini melakukan kesalahan mengundang saya bicara? Mengenai ini, hadirin dapat menilainya sendiri hanya setelah ceramah saya usai. Untuk membenarkan kesediaan saya menerima undangan berbicara mengenai Revolusi Rusia, izinkan saya untuk merujuk pada fakta bahwa selama tiga puluh lima tahun kehidupan politik saya masalah Revolusi Rusia telah menjadi poros teoritis dan praktis pemikiran serta tindakan saya. Selama empat tahun di Turki, saya terutama membaktikan waktu tersebut untuk mengelaborasi problem-problem Revolusi Rusia secara historis. Mungkin, fakta ini memberi saya hak tertentu untuk berharap bahwa saya akan berhasil setidaknya membantu bukan hanya kawan dan simpatisan, tetapi juga musuh-musuh saya, untuk lebih memahami aspek-aspek Revolusi Oktober yang sebelumnya luput dari perhatian mereka. Bagaimanapun, tujuan ceramah saya adalah untuk membantu orang memahami. Saya tidak bermaksud berpropaganda mengenai Revolusi, atau mengajak saudara sekalian untuk bergabung dengannya. Saya bermaksud menjelaskan Revolusi Oktober.

Mari kita mulai dengan beberapa prinsip dasar sosiologi yang tentunya sudah tidak asing lagi bagi Anda semua, tetapi kita harus menyegarkan ingatan kita bila kita ingin mengkaji fenomena yang serumit Revolusi.

Konsepsi Materialis Mengenai Sejarah

Masyarakat manusia adalah sebuah kolaborasi yang bermula secara historis dalam perjuangan untuk eksistensi serta untuk menjamin keberlangsungan generasi. Karakter sebuah masyarakat ditentukan oleh karakter ekonominya. Karakter ekonominya ditentukan oleh sarana tenaga kerja produktifnya.

Di setiap epos besar dalam perkembangan kekuatan produktif dapat kita temui rejim sosial tertentu yang sesuai dengannya. Setiap rejim sosial hingga saat ini telah memastikan keuntungan luar biasa bagi kelas penguasa.

Oleh karenanya, jelaslah bahwa rejim sosial tidaklah abadi. Mereka lahir secara historis, dan kemudian menjadi belenggu atas progres selanjutnya. “Semua yang muncul layak dihancurkan.”

Tetapi tak ada kelas penguasa yang pernah secara sukarela dan damai turun dari takhtanya. Dalam masalah hidup dan mati, argumentasi yang berdasarkan nalar tidak pernah menggantikan argumentasi kekerasan. Ini mungkin menyedihkan, tetapi memang demikian adanya. Bukan kita yang menciptakan dunia ini. Kita tidak dapat berbuat apa-apa kecuali menerimanya apa adanya.

Makna revolusi

Revolusi berarti perubahan tatanan sosial. Revolusi memindahkan kekuasaan dari tangan kelas yang telah kehabisan tenaga ke kelas lain yang tengah bangkit. Pemberontakan adalah momen yang paling tajam dan paling kritis dalam pertarungan demi kekuasaan antara dua kelas. Pemberontakan hanya dapat mencapai kemenangan revolusi yang sesungguhnya dan membentuk tatanan baru bila ia didasarkan pada kelas yang progresif, yang mampu menggalang dukungan mayoritas rakyat.

Berbeda dengan proses alam, revolusi dibuat oleh manusia dan melalui manusia. Tapi dalam perjalanan revolusi, manusia juga bertindak di bawah pengaruh kondisi-kondisi sosial yang tidak mereka pilih secara bebas, melainkan diturunkan dari masa lalu dan secara imperatif menunjukkan jalan yang harus mereka ikuti. Untuk alasan ini, dan hanya untuk alasan ini, revolusi mengikuti hukum-hukum tertentu.

Tetapi kesadaran manusia tidak sekadar secara pasif mencerminkan kondisi objektifnya. Kesadaran manusia terbiasa bereaksi secara aktif terhadap kondisi objektif. Pada saat-saat tertentu reaksi ini mengambil karakter massa yang tegang dan menggelora. Semua moral dan tatanan yang berlaku tumbang. Intervensi aktif massa dalam peristiwa sejarah merupakan elemen yang paling dibutuhkan dalam sebuah revolusi.

Tetapi bahkan aktivitas yang paling dahsyat sekalipun dapat tetap terhenti dalam tahap demonstrasi atau pemberontakan, tanpa mencapai ke puncak revolusi. Pemberontakan massa harus mengarah ke tergulingnya dominasi suatu kelas dan tegaknya dominasi kelas lain. Hanya dengan begitu kita mencapai revolusi. Kebangkitan massa bukanlah aksi terisolasi, yang dapat diserukan kapan saja diinginkan. Kebangkitan massa mewakili sebuah elemen yang terkondisi-secara-objektif dalam perkembangan revolusi, sebagaimana revolusi merepresentasikan sebuah proses yang terkondisi-secara-objektif dalam perkembangan masyarakat. Tetapi jika kondisi-kondisi yang diperlukan untuk kebangkitan ini hadir, kita tidak boleh menunggu secara pasif, dengan mulut ternganga; seperti yang dikatakan Shakespeare: “There is a tide in the affairs of men. Which, taken at the flood, leads on to fortune.” (Ada gelombang pasang dalam pergulatan manusia. Yang, bila kita arungi saat pasang naik, akan mengarah ke keberuntungan.)[2]

Untuk menyingkirkan tatanan sosial yang sudah usang, kelas yang progresif harus memahami bahwa waktunya telah tiba dan menetapkan tugas untuk merebut kekuasaan. Di sini terbukalah medan aksi revolusioner yang sadar, di mana wawasan ke masa depan dan perhitungan berpadu dengan tekad dan keberanian. Dengan kata lain: di sini terbukalah medan aksi bagi Partai.

Kudeta

Partai revolusioner menghimpun dalam dirinya bunga-bunga kelas progresif. Tanpa Partai yang mampu mengorientasikan dirinya dalam lingkungannya, memahami perkembangan dan ritme peristiwa, serta mampu memenangkan kepercayaan massa sejak dini, kemenangan revolusi proletarian menjadi mustahil. Ini adalah hubungan timbal-balik antara faktor objektif dan subjektif dari pemberontakan dan revolusi.

Dalam perdebatan, terutama perdebatan teologis, seperti yang Anda ketahui, sudah menjadi kebiasaan untuk mendiskreditkan kebenaran ilmiah dengan mendorongnya ke titik absurditas. Dalam ilmu logika metode ini dikenal dengan nama Reductio ad adsurdum. Kita akan mulai dari sebuah absurditas untuk mendekati kebenaran dengan lebih pasti. Bagaimanapun juga, kita tidak bisa mengeluh akan kurangnya absurditas. Mari kita sebut saja salah satu absurditas baru-baru ini, yang juga paling vulgar.

Penulis asal Italia, Malaparte[3], seorang teoretikus Fasis baru-baru ini menerbitkan sebuah buku tentang teknik kudeta. Tentu saja, penulis mengabdikan cukup banyak halaman bukunya untuk “menyelidiki” insureksi Oktober.

Berbeda dengan “strategi” Lenin yang selalu berhubungan dengan kondisi sosial dan politik di Rusia pada 1917, “taktik Trotsky” menurut Malaparte, “sebaliknya tidak terbatasi oleh kondisi umum negara tersebut.” Ini adalah tema utama buku tersebut! Malaparte memaksa Lenin dan Trotsky, di dalam halaman-halaman bukunya, untuk melakukan banyak dialog, di mana kedua partisipan tersebut menunjukkan kecerdasan yang sama seperti yang diberikan Alam kepada Malaparte. Dalam menjawab pertimbangan Lenin akan syarat-syarat sosial dan politik untuk pemberontakan, Malaparte membuat Trotsky mengatakan secara harfiah, “Strategi kamu membutuhkan terlalu banyak syarat; pemberontakan tidak membutuhkan apapun, pemberontakan mencukupi dirinya sendiri.” Anda dengar: “Pemberontakan tidak membutuhkan apapun!” Persis di sinilah absurditas yang akan membantu kita untuk mendekati kebenaran. Penulis ini terus mengulang dengan gigih, bahwa dalam Revolusi Oktober, yang memenangkan revolusi tersebut adalah taktiknya Trotsky, bukan strateginya Lenin. Taktik Trotsky ini, menurut Malaparte, bahkan hari ini mengancam kedamaian negara-negara Eropa. “Strateginya Lenin”, saya kutip kata demi kata, “tidak mengandung bahaya segera terhadap Pemerintahan Eropa. Tetapi taktik Trotsky sungguh mengandung bahaya yang nyata, dan sebagai konsekuensinya permanen.” Bahkan lebih konkretnya, “Gantikan Kerensky[4] dengan Poincaré[5], dan kudeta Bolshevik pada Oktober 1917 tetap akan berhasil.” Sangatlah sukar dipercaya bahwa buku semacam ini sudah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dan dianggap serius.

Kita akan mencari dengan sia-sia mengapa strategi Lenin yang terkondisikan-secara-historis penting bagi revolusi bila “taktik Trotsky” dapat memenuhi tugas yang sama di setiap situasi. Dan mengapa revolusi yang berhasil sangatlah langka, bila keberhasilan revolusi hanya membutuhkan beberapa resep teknik saja?

Dialog antara Lenin dan Trotsky yang disuguhkan oleh penulis fasis ini adalah karangan tidak bermutu, baik isi maupun bentuk, dari awal hingga akhir. Cukup banyak karangan semacam ini yang beredar di dunia. Misalnya, di Madrid, telah terbit sebuah buku, La Vida del Lenin (Kehidupan Lenin); saya tidak bertanggung jawab sama sekali atas buku ini, seperti halnya saya tidak bertanggung jawab atas resep taktiknya Malaparte. Majalah mingguan Madrid, Estampa, menerbitkan seluruh bab buku tersebut, dan saya dituduh sebagai pengarangnya. Isinya adalah penodaan terhadap kehidupan sosok yang saya hormati, dan masih saya hormati jauh lebih tinggi daripada orang-orang sezaman saya.

Tetapi mari kita abaikan para penipu ini. Wilhelm Liebknecht, ayah dari pejuang dan pahlawan yang tak dapat dilupakan Karl Liebknecht, gemar mengucapkan, “Seorang politisi revolusioner harus memiliki kulit tebal.” Dokter Stockmann[6] bahkan merekomendasikan, siapapun yang ingin berbuat sesuatu yang melawan opini publik harus menahan diri mengenakan celana baru. Kita akan mencatat dua usul yang baik ini dan melanjutkan ceramah ini.

Penyebab Revolusi Oktober

Pertanyaan-pertanyaan apa saja yang muncul di benak orang ketika mendengar kata Revolusi Oktober?

Mengapa dan bagaimana revolusi ini terjadi? Lebih tepatnya, mengapa revolusi proletariat berjaya di salah satu negeri yang paling terbelakang di Eropa?

Apa yang telah menjadi hasil dari Revolusi Oktober? Dan terakhir:

Apakah Revolusi Oktober telah teruji?

Pertanyaan pertama, mengenai penyebabnya, sekarang dapat dijawab secara lebih menyeluruh. Saya telah berusaha untuk melakukan ini secara rinci dalam karya saya The History of the Russian Revolution. Di sini saya hanya dapat memformulasikan kesimpulan-kesimpulan yang paling penting.

Hukum Perkembangan Tak Berimbang

Fakta bahwa kaum proletariat mencapai kekuasaan untuk pertama kalinya di negeri yang begitu terbelakang seperti Rusia Tsar tampak misterius hanya bila dilihat secara sekilas. Pada kenyataannya ini sepenuhnya sesuai dengan hukum sejarah. Revolusi ini sudah dapat diprediksi, dan memang diprediksi. Terlebih lagi, berdasarkan prediksi inilah kaum Marxis revolusioner membangun strategi mereka jauh-jauh hari sebelum momen yang menentukan tiba.

Penjelasan pertama dan yang paling umum adalah: Rusia merupakan negeri terbelakang, tetapi hanya bagian dari perekonomian dunia, hanya sebuah elemen dari sistem kapitalis dunia. Dalam pengertian ini, Lenin menyelesaikan teka teki Revolusi Rusia dengan formula yang singkat: “Rantai ini putus pada titik terlemahnya.”

Gambaran kasarnya demikian: Perang Besar [Perang Dunia Pertama], yang merupakan akibat dari kontradiksi imperialisme dunia, telah menyeret negeri-negeri dengan berbagai tahapan perkembangan, namun menuntut hal yang sama pada semua partisipannya. Jelas bahwa beban perang sangatlah tak tertanggungkan terutama bagi negeri-negeri yang paling terbelakang. Rusia adalah negeri pertama yang terpaksa meninggalkan medan perang. Tetapi untuk bisa keluar dari perang, rakyat Rusia harus menumbangkan kelas penguasa. Dengan cara inilah rantai perang terputus pada titik terlemahnya.

Tetapi perang bukanlah malapetaka yang datang dari luar seperti halnya gempa bumi. Seperti yang dikatakan Clausewitz, perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Dalam perang yang sebelumnya, kecenderungan utama sistem imperialis selama masa “damai” mengekspresikan dirinya dengan lebih kasar. Semakin tinggi kekuatan produktif secara umum, semakin tegang pula kompetisi di pasar dunia, dan semakin tajam pula antagonisme dan semakin gila perlombaan senjata, dan semakin sulit jadinya bagi partisipan yang lebih lemah. Inilah mengapa negeri-negeri terbelakang menjadi yang pertama jatuh. Rantai kapitalisme dunia selalu cenderung terputus pada titik terlemahnya.

Bila, sebagai konsekuensi dari kondisi-kondisi yang sangat tidak menguntungkan – misalnya, keberhasilan intervensi militer dari luar negeri atau kesalahan besar dalam kebijakan Pemerintah Soviet yang tidak dapat diperbaiki – kapitalisme kembali berkuasa di wilayah Soviet, maka kelemahan historis kapitalisme Rusia cepat atau lambat akan muncul lagi dan kapitalisme ini pada gilirannya akan segera menjadi korban dari kontradiksi yang sama yang membuatnya meledak pada 1917. Tidak ada satupun taktik yang dapat memenangkan Revolusi Oktober bila Rusia sendiri tidak membawa serta benih revolusi tersebut dalam tubuhnya. Partai Revolusioner dalam analisis terakhir hanya dapat mengklaim peran seorang bidan, yang terpaksa menjalankan operasi Caesar.

Seseorang yang keberatan mungkin membalas: “Pertimbangan umum Anda mungkin cukup menjelaskan mengapa Rusia lama harus runtuh, negeri kapitalis terbelakang dengan kaum tani miskin, yang diperintah oleh aristokrasi parasitik dan monarki yang membusuk. Namun, dalam analogi rantai yang putus di titik terlemahnya, masih ada teka-teki yang belum terjawab: Bagaimana revolusi sosialis bisa berhasil di negeri terbelakang? Sejarah penuh dengan banyak contoh negeri dan peradaban yang membusuk, yang disertai dengan tumbangnya kelas-kelas yang lama tetapi tanpa adanya kelas progresif yang bisa menjadi penerusnya. Keruntuhan Rusia lama seharusnya mengubah negeri ini menjadi koloni kapitalis ketimbang menjadi Negeri Sosialis.”

Keberatan ini sangatlah menarik. Ini membawa kita langsung ke inti permasalahan. Kendati demikian, keberatan ini keliru. Menurut saya, keberatan ini kurang memiliki simetri internal. Di satu sisi, ia berangkat dari konsepsi yang berlebihan mengenai fenomena keterbelakangan historis secara umum.

Makhluk hidup, termasuk manusia, tentu saja, tumbuh besar melalui tahapan-tahapan perkembangan yang serupa sesuai dengan usia mereka. Seorang bocah normal berusia 5 tahun akan memiliki berat tubuh, tinggi, dan organ internal tertentu yang sesuai dengan usianya. Tetapi lain halnya dengan kesadaran manusia. Berbeda dengan anatomi dan fisiologi, psikologi – baik individual maupun kolektif – memiliki kapasitas penyerapan, fleksibilitas dan elastisitas yang luar biasa. Di sinilah terletak keunggulan manusia atas kerabat terdekatnya, kera. Psike yang absorptif dan lentur memberi apa-yang-disebut “organisme” sosial ini – yang dibedakan dari organisme biologis – suatu variabilitas struktur internal yang luar biasa sebagai kondisi yang diperlukan bagi progres historis. Dalam perkembangan berbagai nasion dan negara, terutama negara kapitalis, tidak ada keserupaan dan regularitas. Berbagai tahapan peradaban, bahkan yang bertolak belakang, saling mendekat dan berbaur satu sama lain dalam kehidupan bangsa.

Hukum Perkembangan Gabungan

Jangan lupa bahwa keterbelakangan historis adalah konsep yang relatif. Ada pengaruh timbal balik antara negara-negara terbelakang dan maju; ada tekanan dari negara maju terhadap negara terbelakang; ada dorongan terhadap negara-negara terbelakang untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju, untuk meminjam teknologi dan sains mereka, dsb. Dengan cara inilah muncul tipe perkembangan gabungan: ciri-ciri keterbelakangan digabungkan dengan ilmu teknik terbaik dan pemikiran dunia termaju. Akhirnya, negara-negara yang secara historis terbelakang, untuk bisa bebas dari keterbelakangannya, sering kali terpaksa melompat mendahului yang lainnya.

Di bawah kondisi tertentu, kelenturan kesadaran kolektif memungkinkan tercapainya dalam arena sosial apa yang disebut dalam psikologi individual sebagai “mengatasi kesadaran inferioritas”. Dalam hal ini, kita dapat mengatakan bahwa Revolusi Oktober adalah usaha heroik rakyat Rusia untuk mengatasi inferioritas ekonomi dan budaya mereka sendiri.

Tetapi mari kita beralih dari generalisasi historis-filosofis ini, yang mungkin agak terlalu abstrak, dan ajukan pertanyaan yang sama dalam bentuk yang konkret, yaitu dalam fakta-fakta ekonomi yang hidup dan saling bersinggungan. Keterbelakangan Rusia mengekspresikan dirinya paling jelas pada permulaan abad ke-20, dalam fakta bahwa industri menduduki tempat yang kecil di negara itu dibandingkan dengan kaum tani. Diambil secara keseluruhan, ini berarti produktivitas tenaga kerja nasional yang rendah. Pendeknya, menjelang perang, ketika Tsar Rusia telah mencapai puncak kesejahteraannya, pendapatan nasionalnya 8 sampai 10 kali lebih rendah ketimbang Amerika Serikat. Ini mengekspresikan secara numerik “amplitudo” keterbelakangannya, jika kata “amplitudo” dapat digunakan sehubungan dengan keterbelakangan.

Namun, pada saat yang sama, hukum perkembangan gabungan mengekspresikan dirinya dalam ranah ekonomi di setiap langkah, baik dalam fenomena sederhana maupun kompleks. Nyaris tanpa jalan raya, Rusia terpaksa membangun rel kereta api. Tanpa melalui tahapan artisan dan manufaktur di Eropa, Rusia langsung memasuki tahapan produksi dengan mesin. Negara-negara terbelakang menempuh jalan perkembangannya dengan melompati tahapan-tahapan peralihan.

Sementara pertanian Rusia mandek pada level abad ke-17, industri Rusia, jika bukan dalam cakupannya setidaknya dalam tipenya, telah mencapai level negara-negara maju dan dalam beberapa hal telah melampaui mereka. Di Amerika Serikat, perusahaan-perusahaan raksasa dengan masing-masing lebih dari seribu pekerja mempekerjakan 18 persen dari total buruh industri. Di Rusia, angka ini mencapai lebih dari 41 persen. Fakta ini sulit didamaikan dengan konsepsi konvensional mengenai keterbelakangan ekonomi Rusia. Sebaliknya, fakta ini tidak menyangkal keterbelakangan Rusia, tetapi secara dialektis melengkapinya.

Karakter kontradiktif yang sama ditunjukkan oleh struktur kelas di negara tersebut. Kapital finans dari Eropa telah mengindustrialisasi ekonomi Rusia dengan tempo yang sangat cepat. Kaum borjuasi industrial Rusia segera menjadi kapitalis skala-besar dan berkarakter anti-rakyat. Terlebih, para pemegang saham asing berdomisili di luar negeri. Sementara, kaum buruh adalah orang Rusia. Kaum borjuasi Rusia yang jumlahnya kecil ini, yang tidak memiliki akar nasional, berhadap-hadapan dengan proletariat yang relatif kuat dan mengakar kuat di tengah-tengah rakyat.

Karakter revolusioner kaum proletariat diperkuat oleh fakta bahwa Rusia, sebagai negara terbelakang, yang berada di bawah tekanan untuk mengejar lawan-lawannya, belum memiliki kesempatan untuk mengembangkan konservatisme sosial atau politiknya sendiri. Negara paling konservatif di Eropa, bahkan di seluruh dunia, adalah negara kapitalis tertua – Inggris. Negara Eropa yang paling bebas dari konservatisme kemungkinan besar adalah Rusia.

Tetapi proletariat Rusia yang muda, segar, dan penuh tekad ini masih merupakan minoritas kecil. Tenaga cadangan revolusionernya terletak di luar proletariat itu sendiri – yakni di antara kaum tani, yang hidup dalam kondisi semi-feodal; dan di antara rakyat bangsa-bangsa tertindas.

Kaum Tani

Problem yang harus dipecahkan oleh revolusi Rusia adalah problem agraria. Sistem feodal monarkis yang lama sudah menjadi semakin tak tertanggungkan di bawah kondisi eksploitasi kapitalis yang baru. Tanah milik kaum tani kecil mencakup sekitar 152,6 juta hektar. Tetapi, 30 ribu tuan tanah besar, yang rata-rata memiliki lebih dari 2180 hektar, memiliki total 7,6 juta hektar tanah, yang setara dengan kepemilikan tanah 10 juta petani kecil. Statistik kepemilikan tanah ini merupakan program pemberontakan agraria yang sudah jadi.

Pada 1917, seorang bangsawan bernama Bokorin menulis kepada Rodzianko, Ketua Duma yang terakhir: “Saya adalah tuan tanah dan saya tidak dapat membayangkan bahwa saya harus kehilangan tanah saya, untuk tujuan yang tidak bisa saya bayangkan, untuk bereksperimen dengan doktrin sosialisme.” Tetapi inilah tugas revolusi: mencapai sesuatu yang tidak dapat dibayangkan oleh kelas penguasa.

Pada musim gugur 1917, di seluruh penjuru Rusia kaum tani memberontak. Dari 642 distrik di Rusia, 482 distrik atau 77% terdampak oleh pemberontakan tani! Cahaya terang dari api yang membakar desa-desa menyinari arena pemberontakan di kota-kota.

Namun Anda dapat membantah bahwa perang tani melawan tuan tanah adalah salah satu elemen klasik revolusi borjuis, dan sama sekali bukan revolusi proletarian!

Benar sekali, jawab saya – begitulah di masa lalu. Tetapi ketidakmampuan masyarakat kapitalis untuk bertahan hidup di negara yang terbelakang secara historis terlihat jelas dalam fakta bahwa pemberontakan tani tidak mendorong maju kelas borjuasi Rusia, tetapi justru mendorong mereka ke sisi reaksi. Bila kaum tani ingin selamat dari kehancuran, mereka tidak punya pilihan lain selain bergabung dengan kaum proletariat. Persatuan revolusioner kedua kelas tertindas ini sudah diramalkan oleh kejeniusan Lenin, dan dia telah lama mempersiapkan dirinya untuk ini.

Bila saja problem agraria dituntaskan dengan berani oleh kelas borjuasi, maka jelas kelas proletariat tidak akan mampu memenangkan kekuasaan pada 1917. Tetapi kelas borjuasi Rusia, yang tamak dan pengecut, tiba terlalu terlambat dalam panggung sejarah, secara prematur menjadi uzur, dan tidak berani menyentuh properti feodal. Dengan demikian, kelas borjuasi menyerahkan kekuasaan kepada proletariat, dan bersamaan dengan itu haknya untuk menentukan nasib masyarakat borjuis.

Agar Negara Soviet dapat terwujud, diperlukan kolaborasi dua faktor yang memiliki karakter historis yang berbeda: perang tani, yakni, gerakan yang merupakan karakteristik masa senja perkembangan borjuis, dan pemberontakan proletariat yang mewartakan kemunduran gerakan borjuis. Di sinilah kita temui karakter gabungan Revolusi Rusia.

Begitu sang Beruang – yakni kaum tani – berdiri tegak dengan kaki belakangnya, dia mengamuk melepaskan angkara murkanya. Tetapi dia tidak mampu mengungkapkan kemurkaannya secara sadar. Dia butuh seorang pemimpin. Untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia, kaum tani pemberontak menemukan pemimpin sejatinya dalam diri proletariat.

Empat juta buruh di industri dan transportasi memimpin seratus juta petani. Inilah relasi timbal balik yang alami dan tak terelakkan antara proletariat dan tani dalam Revolusi Oktober.

Masalah Kebangsaan

Tenaga cadangan revolusioner kedua dari kaum proletariat datang dari bangsa-bangsa tertindas, yang mayoritas adalah kaum tani. Berkait kelindan dengan keterbelakangan historis Rusia adalah karakter perkembangan Negara yang ekstensif, yang menyebar seperti gurita dari pusat kota Moskow hingga ke seluruh penjuru Rusia. Di Timur, Rusia menundukkan bangsa-bangsa yang bahkan lebih terbelakang, dan Rusia mendasarkan dirinya pada mereka guna menundukkan bangsa-bangsa yang lebih maju di Barat. Selain 70 juta penduduk Rusia Raya, yang merupakan massa populasi utama, ada sekitar 90 juta penduduk dari bangsa-bangsa lain.

Dengan cara ini berdirilah Kekaisaran Rusia Raya. Jumlah penduduk bangsa yang berkuasa hanya mencakup 43 persen populasi, sementara sisanya 57 persen terdiri dari beragam bangsa dengan beragam tahapan peradaban.[7] Tekanan nasional ini jelas lebih tajam ketimbang negara-negara tetangga, tidak hanya di Barat tetapi juga di Timur. Ini membuat masalah kebangsaan Rusia menjadi isu yang sangatlah eksplosif.

Baik dalam problem agraria maupun masalah kebangsaan, kaum borjuasi liberal membatasi diri mereka hanya pada perbaikan kecil terhadap rejim penindasan dan kekerasan. Selama mereka berkuasa selama delapan bulan, pemerintahan “demokratik” Milyukov dan Kerensky [Pemerintahan Provisional], yang mencerminkan kepentingan borjuasi dan birokrasi Rusia Raya, justru mengecewakan rakyat bangsa tertindas dan dengan demikian meyakinkan mereka bahwa “Kalian hanya akan memperoleh apa yang kalian inginkan dengan kekerasan.”

Lenin sedari awal telah mempertimbangkan gerakan pembebasan nasional di Rusia, yang perkembangannya tak terelakkan. Partai Bolshevik selama bertahun-tahun dengan keras kepala memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa tertindas, yakni hak untuk memisahkan diri sepenuhnya. Hanya dengan mengambil posisi yang berani seperti ini kaum proletariat Rusia secara bertahap dapat memenangkan kepercayaan rakyat bangsa tertindas. Gerakan pembebasan nasional dan juga gerakan tani pada akhirnya berbenturan dengan demokrasi borjuis, memperkuat proletariat, dan mengalir ke dalam arus pemberontakan Oktober.

Revolusi Permanen

Dengan cara ini teka teki mengenai kebangkitan kaum proletariat di negara yang secara historis terbelakang telah kehilangan tabir misterinya.

Jauh sebelum meletusnya revolusi, kaum revolusioner Marxis telah meramalkan alur Revolusi Oktober dan peran historis kaum proletar muda Rusia. Saya akan mengutip dari tulisan saya pada 1905 [Hasil dan Prospek]:

“Di negeri yang ekonominya terbelakang, kaum proletariat bisa meraih kekuasaan lebih awal dibandingkan di negeri kapitalis yang maju ...

“Revolusi Rusia akan menciptakan kondisi di mana kekuasaan dapat beralih ke tangan buruh – dan jika revolusi menang mereka harus merebut kekuasaan – sebelum para politisi borjuis-liberal mendapat kesempatan untuk sepenuhnya menunjukkan keahlian mereka dalam memerintah.”

“Nasib dari kepentingan revolusioner kaum tani yang paling fundamental ... terikat pada nasib seluruh revolusi, yakni, nasib kaum proletar. Kaum proletar yang berkuasa akan berdiri di hadapan kaum tani sebagai kelas yang telah membebaskan mereka.”

“Kaum proletar memasuki Pemerintah sebagai perwakilan revolusioner seluruh bangsa, sebagai pemimpin rakyat yang diakui dalam perjuangan melawan absolutisme dan barbarisme feodalisme.”

“Rejim proletariat harus sedari awal berjuang menuntaskan problem agraria, dan nasib massa rakyat Rusia tergantung pada penyelesaian problem agraria ini.”

Saya mengutip kalimat-kalimat di atas sebagai bukti bahwa teori Revolusi Oktober yang saya presentasikan hari ini bukanlah improvisasi sembarangan dan bukan dirumuskan ex-post facto di bawah tekanan peristiwa. Tidak. Dalam bentuk prognosis politik, teori ini mendahului pergolakan Oktober jauh-jauh hari sebelumnya. Kalian akan setuju bahwa teori secara umum hanya bernilai sejauh teori tersebut membantu kita menaksir alur perkembangan peristiwa dan membantu kita untuk mempengaruhinya secara terarah. Inilah signifikansi tak-ternilai Marxisme sebagai senjata orientasi sosio-historis. Saya mohon maaf, keterbatasan waktu tidak mengizinkan saya untuk mengelaborasi lebih jauh kutipan-kutipan di atas. Oleh karena itu, saya hanya dapat meringkas karya yang saya tulis pada 1905 tersebut. [Karya yang dimaksud adalah Hasil dan Prospek.]  

Berkenaan dengan tugas-tugas mendesaknya, Revolusi Rusia adalah revolusi borjuis. Tetapi borjuasi Rusia berkarakter anti-revolusioner. Maka dari itu, kemenangan Revolusi hanya mungkin terjadi sebagai kemenangan proletariat. Tetapi proletariat yang menang tidak akan berhenti di program demokrasi borjuis: mereka harus melangkah ke program sosialisme. Revolusi Rusia akan menjadi tahap pertama dari revolusi Sosialis sedunia.

Inilah teori revolusi permanen yang saya rumuskan pada 1905, yang sejak itu mendapat kritik paling keras dengan nama “Trotskisme”.

Lebih tepatnya, ini hanyalah sebagian dari teori ini. Bagian lainnya, yang sangatlah relevan hari ini, menyatakan:

“Kekuatan produktif yang ada hari ini telah lama melampaui batas-batas nasionalnya. Masyarakat sosialis tidak mungkin terwujud dalam batas-batas nasional. Meskipun keberhasilan ekonomi sebuah negara buruh terisolasi sangatlah penting, program ‘Sosialisme di satu negara’ adalah sebuah utopia borjuis kecil. Hanya federasi republik sosialis di Eropa dan kemudian dunia yang dapat menjadi arena sesungguhnya bagi masyarakat sosialis yang harmonis.”

Hari ini, setelah teruji oleh peristiwa, saya melihat semakin sedikit alasan untuk mencampakkan teori ini.

Prasyarat bagi Revolusi Oktober

Setelah semua yang telah saya katakan di atas, apakah masih perlu mengungkit kembali penulis Fasis Malaparte, yang menuduh saya memiliki taktik-taktik yang independen dari strategi, taktik-taktik insureksi yang dapat diterapkan di semua situasi, kapan pun dan di mana pun? Untung saja nama teoretikus kudeta yang malang ini sangatlah mudah dibedakan dengan nama praktisi kudeta yang telah berhasil; oleh karena itu tak seorang pun akan membingungkan Malaparte dengan Bonaparte.

Tanpa pemberontakan bersenjata pada 7 November, 1917, Negara Soviet tidak akan bisa terwujud. Namun pemberontakan itu sendiri tidak jatuh dari langit. Serangkaian prasyarat sejarah diperlukan untuk Revolusi Oktober.

1. Membusuknya kelas-kelas penguasa lama – kaum bangsawan, monarki, birokrasi.

2. Kelemahan politik kelas borjuasi, yang tidak memiliki akar di tengah-tengah massa rakyat.

3. Karakter revolusioner problem agraria.

4. Karakter revolusioner masalah bangsa-bangsa tertindas.

5. Bobot sosial yang signifikan yang dimiliki proletariat.

Selain prasyarat-prasyarat organik ini, kita harus menambahkan syarat-syarat tertentu yang sangat penting, yang terkait dengannya:

6. Revolusi 1905 adalah sekolah penting untuk mempersiapkan Revolusi 1917, atau dalam ungkapan Lenin, “geladi resik” Revolusi 1917. Soviet sebagai bentuk organisasi front persatuan proletar selama Revolusi 1917 terbentuk untuk pertama kalinya pada 1905.

7. Perang imperialis mempertajam semua kontradiksi, membebaskan massa-massa terbelakang dari konservatismenya, dan dengan demikian mempersiapkan bencana berskala masif.

Partai Bolshevik

Namun semua syarat ini, yang sepenuhnya memadai untuk pecahnya Revolusi, tidak cukup untuk menjamin kemenangan proletariat dalam Revolusi. Untuk kemenangan ini diperlukan satu syarat lagi.

8. Partai Bolshevik

Ketika saya menyebutkan syarat ini di urutan terakhir, saya melakukannya hanya karena ini mengikuti urutan logis, dan bukan karena saya menempatkan signifikansi Partai di urutan terakhir.

Tidak. Ini tidak pernah terbayangkan oleh saya. Kaum borjuasi liberal dapat merebut kekuasaan dan telah merebutnya lebih dari satu kali sebagai hasil perjuangan yang tidak melibatkan mereka; mereka memiliki organ untuk merebut kekuasaan, yang memang sudah sangat disesuaikan untuk tujuan tersebut. Namun massa buruh berada di posisi yang berbeda; mereka sudah lama terbiasa memberi, bukan mengambil. Mereka bekerja, bersabar semampunya, berharap, kehilangan kesabaran, bangkit dan berjuang, mati, membawa kemenangan bagi orang lain, dikhianati, putus asa, menundukkan kepala mereka, dan bekerja kembali. Demikianlah sejarah massa rakyat di bawah semua rezim. Untuk mampu merebut kekuasaan dengan tegas dan pasti, kaum proletar membutuhkan Partai yang jauh melampaui partai-partai lain dalam hal kejelasan pemikiran dan tekad revolusionernya.

Partai Bolshevik, yang telah digambarkan lebih dari satu kali sebagai Partai paling revolusioner dalam sejarah umat manusia, merupakan inti sari yang hidup dari sejarah modern Rusia, dari semua yang dinamis di dalamnya. Deskripsi ini sepenuhnya dapat dibenarkan. Penggulingan Tsarisme telah lama diakui sebagai syarat penting bagi perkembangan ekonomi dan kebudayaan. Tetapi kekuatan yang ada tidak memadai untuk memenuhi tugas ini. Kaum borjuasi takut akan Revolusi. Kaum intelektual [kaum Narodnik] mencoba membangkitkan kaum tani. Kaum tani, yang tidak mampu menggeneralisasi kesengsaraan dan tujuannya, mengabaikan seruan ini. Kaum intelektual mempersenjatai diri dengan dinamit. Seluruh generasi terbuang sia-sia dalam perjuangan terorisme individual ini.

Pada 1 Maret 1887, Aleksandr Ulyanov [kakak laki-laki Lenin] meluncurkan rencana teroris besar yang terakhir. Upaya pembunuhan Tsar Alexander III gagal. Ulyanov dan rekan-rekannya dieksekusi. Upaya untuk menggantikan kelas revolusioner dengan racikan kimia menemui kegagalan. Bahkan kaum intelektual yang paling heroik pun tidak akan berarti apa-apa tanpa massa. Adik laki-laki Ulyanov, Vladimir, yang kemudian menjadi Lenin, tokoh terbesar dalam sejarah Rusia, dibesarkan di bawah pengaruh langsung fakta dan kesimpulan ini. Bahkan di awal masa mudanya, ia mendasarkan dirinya pada Marxisme dan kaum proletariat. Tanpa melupakan desa sejenak pun, ia mencari jalan ke kaum tani melalui kaum buruh. Dari para pejuang revolusioner yang mendahuluinya [kaum Narodnik], Lenin mewarisi kemampuan pengorbanan diri dan kesediaan mereka untuk berjuang sampai titik darah penghabisan. Lenin sejak muda telah menjadi guru bagi generasi intelektual baru dan lapisan buruh maju. Dalam pemogokan dan bentrokan dengan aparat, di penjara dan di pengasingan, kaum buruh menerima penempaan yang diperlukan. Mereka membutuhkan mercusuar Marxisme untuk menerangi jalan historis mereka dalam kegelapan absolutisme.

Di antara kaum eksil, kelompok Marxis pertama muncul pada 1883.[8] [Kelompok Emansipasi Buruh yang didirikan Plekhanov]. Pada 1899, dalam sebuah pertemuan rahasia, pendirian Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia diproklamasikan (kami semua menyebut diri kami Sosial-Demokrat pada masa itu). Pada 1903, terjadi perpecahan antara Bolshevik dan Menshevik, dan pada 1912 faksi Bolshevik akhirnya menjadi Partai independen.

Partai belajar memahami mekanisme kelas dalam masyarakat lewat perjuangannya selama periode dua belas tahun (1905-1917). Partai mendidik kader-kader yang mampu mengambil inisiatif dan pada saat yang sama patuh pada instruksi organisasi. Kedisiplinan aksi revolusionernya dilandaskan pada kesatuan doktrin, tradisi perjuangan bersama, dan keyakinan terhadap kepemimpinannya yang telah teruji.

Demikianlah Partai Bolshevik pada 1917. Dibenci oleh “opini publik” resmi dan pers intelektual yang bising, Partai mendasarkan dirinya pada gerakan massa. Ia memegang teguh tuas kendali di pabrik-pabrik dan resimen-resimen. Semakin banyak massa tani yang berpaling ke Partai Bolshevik. Jika yang kita maksud dengan “bangsa” bukanlah kaum kelas atas yang berprivilese, melainkan mayoritas rakyat, yaitu buruh dan tani, maka Partai Bolshevik selama 1917 menjadi Partai Rusia yang benar-benar nasional.

Pada September 1917, Lenin yang terpaksa bersembunyi memberikan sinyal, “Krisis sudah matang, waktu pemberontakan sudah dekat.” Dia benar. Kelas penguasa yang dihadapkan pada problem perang, agraria dan kebangsaan, telah terjerat dalam kekusutan yang tak dapat dipecahkannya. Kaum borjuasi sungguh tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Partai-partai demokratis, yaitu Partai Menshevik dan Sosial-Revolusioner, kehilangan kepercayaan massa karena dukungan mereka terhadap perang imperialis, serta kebijakan kompromi dan konsesi mereka kepada kaum borjuasi dan tuan tanah. Para prajurit yang matanya sudah terbuka tidak lagi ingin berperang demi tujuan imperialisme yang asing bagi mereka. Dengan mengabaikan nasihat kaum demokrat, kaum tani mengusir tuan tanah dari tanah-tanah milik mereka. Bangsa-bangsa yang tertindas di seluruh pelosok bangkit melawan birokrasi Petrograd. Di Soviet-soviet buruh dan tentara yang paling penting, kaum Bolshevik mendominasi. Bisul sudah matang dan perlu dibedah.

Hanya dalam kondisi sosial dan politik seperti inilah pemberontakan dapat terjadi. Dan dengan demikian pemberontakan ini menjadi tak terelakkan. Tetapi, kita tidak boleh bermain-main dengan pemberontakan. Celakalah dokter yang ceroboh dalam membedah bisul itu. Pemberontakan adalah seni. Ia memiliki hukum dan aturannya sendiri.

Partai menghadapi realitas pemberontakan Oktober dengan perhitungan yang dingin dan tekad kuat. Berkat ini, Partai dapat menaklukkan kekuasaan hampir tanpa korban. Melalui kemenangan soviet, Partai Bolshevik menempatkan diri mereka sebagai pemimpin bangsa yang menduduki seperenam luas bumi.

Saya bisa menebak, mayoritas hadirin hari ini tidak terlibat dalam politik sama sekali pada 1917. Itu lebih baik. Di hadapan generasi muda terdapat banyak hal menarik, meski tidak selalu mudah. Namun para hadirin generasi tua di aula ini pasti dapat mengingat dengan baik bagaimana perebutan kekuasaan oleh Partai Bolshevik diterima: sebagai sesuatu yang janggal, sebagai kesalahpahaman, sebagai skandal; terlebih sebagai mimpi buruk yang pasti akan sirna saat fajar menyingsing. Partai Bolshevik hanya akan bertahan selama dua puluh empat jam, seminggu, sebulan, setahun. Rentang waktunya terus diperpanjang. Kelas penguasa di seluruh dunia mempersenjatai diri melawan negara buruh pertama: perang sipil dikobarkan, intervensi asing berulang kali, dan blokade. Tahun demi tahun berlalu. Sementara itu, sejarah telah mencatat lima belas tahun keberadaan kekuasaan Soviet.

Dapatkan Revolusi Oktober dibenarkan?

“Ya”, beberapa musuhnya akan menjawab, “petualangan Oktober telah menunjukkan dirinya jauh lebih substansial dari yang kita duga. Mungkin ini bahkan bukan sebuah ‘petualangan’. Kendati demikian, pertanyaannya – Apa yang telah dicapai dengan biaya sebesar ini? – tetap merupakan pertanyaan yang penting. Apakah janji-janji besar yang diproklamirkan kaum Bolshevik menjelang Revolusi telah dipenuhi?”

Sebelum kita menjawab pertanyaan ini, mari kita catat bahwa pertanyaan tersebut bukanlah hal baru. Sebaliknya, pertanyaan ini dikedepankan langsung setelah Revolusi Oktober, sejak hari kelahirannya.

Jurnalis Perancis, Clad Anet, yang berada di Petrograd selama Revolusi, menulis pada 27 Oktober 1917:

“Kaum maksimalis (julukan kaum Bolshevik di Perancis) telah merebut kekuasaan dan hari besar telah tiba. Akhirnya, saya berkata pada diri saya sendiri, saya akan menyaksikan realisasi Taman Eden sosialis yang telah dijanjikan kepada kita selama bertahun-tahun... Petualangan yang mengagumkan! Sungguh sebuah privilese!”

Dan seterusnya dan seterusnya. Bersembunyi di belakang ucapan selamat yang ironis ini adalah murni rasa benci! Pagi hari setelah perebutan Istana Musim Dingin, sang jurnalis reaksioner itu bergegas mendaftarkan klaimnya untuk memperoleh tiket masuk ke Taman Eden. Lima belas tahun telah berlalu sejak Revolusi. Musuh-musuh kami tersenyum sinis atas fakta bahwa negara Soviet, bahkan hari ini, jauh dari janji Taman Eden dengan semua kemakmurannya. Lalu buat apa Revolusi? Buat apa berkorban?

Izinkan saya untuk mengatakan bahwa saya tidak menutup mata terhadap semua kontradiksi, kesulitan, kesalahan dan kekurangan yang ada di rezim Soviet. Saya pribadi tidak pernah menyembunyikannya, baik secara lisan maupun tertulis. Saya percaya dan masih percaya bahwa politik revolusioner, yang dibedakan dari politik konservatif, tidak dapat dibangun atas dasar penyembunyian. “Berbicara setulusnya” harus menjadi prinsip tertinggi Negara buruh.

Namun dalam kritik, seperti halnya dalam aktivitas kreatif, kita memerlukan perspektif. Subjektivisme adalah penasihat yang buruk, terutama bila menyangkut masalah besar. Jangka waktu harus sepadan dengan tugas yang diberikan, dan bukan dengan angan-angan individual. Lima belas tahun! Berapa lama 15 tahun dalam kehidupan seorang manusia! Selama kurun waktu tersebut, tidak sedikit dari generasi kami yang telah berpulang, dan mereka yang masih tersisa rambutnya sudah semakin memutih. Namun lima belas tahun yang sama ini tidaklah berarti dalam kehidupan suatu bangsa! Hanya satu menit dalam jam sejarah.

Kapitalisme membutuhkan waktu berabad-abad untuk memantapkan dirinya dalam perjuangan melawan Abad Pertengahan, untuk meningkatkan level sains dan teknik, untuk membangun rel kereta api, untuk memanfaatkan arus listrik. Kemudian? Kemudian umat manusia didorong oleh kapitalisme ke dalam neraka peperangan dan krisis.

Namun Sosialisme dituntut oleh musuh-musuhnya, yaitu oleh para pembela kapitalisme, untuk mendirikan surga di muka bumi hanya dalam waktu satu setengah dekade, dengan semua kemajuan modern. Kewajiban seperti itu tidak pernah kami nyatakan untuk diri kami.

Proses perubahan besar harus diukur dengan skala yang sepadan. Saya tidak tahu apakah masyarakat Sosialis akan menyerupai Taman Eden dalam Alkitab. Saya meragukan itu. Namun di Uni Soviet belum ada Sosialisme. Yang ada hari ini adalah periode transisi, yang penuh kontradiksi, yang terbebani oleh warisan masa lalu yang berat, dan juga berada di bawah tekanan dari negara-negara kapitalis yang memusuhinya. Revolusi Oktober telah memproklamirkan prinsip-prinsip masyarakat baru. Republik Soviet telah menunjukkan hanya tahap pertama realisasinya. Lampu pertama ciptaan Edison sangatlah buruk. Kita harus belajar bagaimana melihat masa depan.

Namun bagaimana dengan kesengsaraan yang melanda umat manusia? Apakah hasil Revolusi membenarkan pengorbanan yang disebabkannya? Sebuah pertanyaan sia-sia, yang sepenuhnya retoris; seolah-olah proses sejarah bisa diukur seperti neraca akuntansi! Mengapa tidak bertanya: mengingat kesulitan dan kesengsaraan hidup manusia, “Apakah ada gunanya dilahirkan?” Yang mana Heine menulis: “Dan orang bodoh mengharapkan jawaban.”[9] Refleksi melankolis seperti itu tidak menghalangi umat manusia untuk dilahirkan dan melahirkan. Bahkan ketika dunia memasuki krisis terdalamnya, kasus bunuh diri hanya mencakup persentase kecil dari total kematian. Masyarakat tidak pernah mencari jalan keluar dengan bunuh diri. Ketika beban yang mereka tanggung sudah tidak dapat ditoleransi, mereka mencari jalan keluar melalui revolusi.

Lagipula, siapakah orang-orang yang geram atas korban dari pergolakan sosial? Paling sering adalah orang-orang yang telah membuka jalan bagi para korban perang imperialis, dan mengagung-agungkan perang atau, setidaknya, dengan mudah menyesuaikan diri mereka dengan perang. Kini giliran kita yang bertanya, “Apakah perang ini bisa dibenarkan? Apa yang telah kita peroleh dari perang ini? Apa yang diajarkannya?”

Sejarawan reaksioner, Hippolyte Taine, dalam karyanya yang setebal sebelas jilid, mengkritik Revolusi Prancis 1789. Dia mengisahkan, dengan perasaan suka cita yang keji, penderitaan rakyat Prancis selama tahun-tahun kediktatoran Jacobin dan setelahnya. Yang paling menderita adalah kelas bawah di perkotaan, kaum plebeian, yang sebagai “sans-culottes” (wong cilik) telah memberikan pengorbanan terbesar bagi Revolusi. Kini mereka atau istri mereka mengantre sepanjang malam yang dingin di depan pasar, dan pulang dengan tangan kosong ke tungku penghangat rumah yang telah padam. Pada tahun kesepuluh Revolusi Prancis, Paris menjadi lebih miskin dibandingkan sebelum Revolusi dimulai. Fakta-fakta yang dipilah dengan cermat dan disusun secara artifisial memberi Taine pembenaran untuk mengutuk Revolusi Prancis. Lihat, kaum plebeian ingin menjadi diktator dan justru menjerumuskan diri mereka ke dalam kesengsaraan!

Sulit untuk membayangkan khotbah moral yang lebih menyedihkan. Pertama-tama, jika Revolusi menjerumuskan bangsa ini ke dalam kesengsaraan, maka yang paling bersalah adalah kelas penguasa yang mendorong rakyat ke jalan revolusi. Kedua, Revolusi Besar Perancis tidak menghabiskan tenaganya dalam antrean roti. Seluruh Perancis modern, dalam banyak hal seluruh peradaban modern, muncul dari Revolusi Perancis!

Selama Perang Saudara di Amerika Serikat pada 1860an, 50.000 orang terbunuh. Apakah pengorbanan ini bisa dibenarkan?

Dari sudut pandang pemilik budak Amerika dan kelas penguasa Inggris yang mendukung mereka – tidak! Dari sudut pandang orang Negro atau buruh Inggris – tentu saja. Dan dari sudut pandang perkembangan umat manusia secara keseluruhan, jelas bisa dibenarkan. Dari Perang Saudara 1860an lahirlah Amerika Serikat masa kini dengan inisiatif praktisnya yang tak terbatas, kemajuan teknik rasionalnya, dan energi ekonominya. Berdasarkan pencapaian Amerikanisme ini, umat manusia akan membangun masyarakat baru.

Revolusi Oktober menembus lebih dalam dibandingkan revolusi-revolusi sebelumnya, ke hal yang paling keramat dalam masyarakat, yakni ke dalam hubungan properti. Maka dari itu, semakin lama waktu yang diperlukan untuk mengungkap konsekuensi-konsekuensi kreatif Revolusi ini di semua ranah kehidupan. Namun arah pergolakan ini sudah jelas: Republik Soviet tidak punya alasan apa pun untuk tunduk di hadapan kaum kapitalis yang mengecamnya dan tidak perlu menyampaikan permintaan maaf.

Untuk mengapresiasi rezim baru ini dari sudut pandang perkembangan umat manusia, pertama-tama kita harus menjawab pertanyaan, “Bagaimana progres sosial mengekspresikan dirinya dan bagaimana kita bisa mengukur progres tersebut?”

Neraca Perimbangan Revolusi Oktober

Kriteria yang paling dalam, paling obyektif dan paling tak terbantahkan untuk mengukur progres adalah pertumbuhan produktivitas kerja sosial. Dari sudut pandang ini, estimasi mengenai Revolusi Oktober sudah kita dapati dari pengalamannya. Prinsip organisasi sosialis untuk pertama kalinya dalam sejarah menunjukkan kemampuannya untuk meningkatkan produktivitas ke level yang belum pernah terlihat sebelumnya dalam waktu singkat.

Kurva perkembangan industri Rusia yang terekspresikan dalam indeks industri adalah sebagai berikut. Pada 1913, tahun terakhir sebelum perang meletus, sebesar 100. Tahun 1920, pada puncak perang saudara, yang juga merupakan titik terendah dalam industri – hanya 25, yaitu seperempat dari produksi sebelum perang. Pada 1925 indeks ini meningkat menjadi 75, yaitu tiga perempat dari produksi sebelum perang. Pada tahun 1929 sekitar 200; pada tahun 1932, 300, yakni tiga kali lipat dibandingkan tahun menjelang perang.

Gambaran ini menjadi lebih mencolok jika dilihat dari indeks internasional. Dari tahun 1925 hingga 1932 produksi industrial di Jerman menurun satu setengah kali lipat, di Amerika dua kali lipat, di Uni Soviet meningkat empat kali lipat. Angka-angka ini berbicara sendiri.

Saya tidak bermaksud menyangkal atau menyembunyikan sisi buruk perekonomian Soviet. Hasil indeks industri sangat dipengaruhi oleh perkembangan sektor pertanian yang tidak menguntungkan, yaitu sektor yang pada dasarnya belum mencapai metode Sosialis, namun pada saat yang sama telah digiring ke arah kolektivisasi tanpa persiapan yang memadai. Kolektivisasi dilakukan secara birokratis, bukan secara teknis dan ekonomis. Ini adalah masalah besar, namun di luar topik ceramah saya.

Statistik indeks industri yang dikutip di atas harus dikaji dengan hati-hati. Hasil industrialisasi Soviet yang tak terbantahkan dan luar biasa menuntut pengujian ekonomi lebih lanjut dari sudut pandang adaptasi timbal-balik dari berbagai elemen perekonomian, keseimbangan dinamisnya, dan sebagai konsekuensinya kapasitas produktifnya. Di sini, kesulitan besar dan bahkan kemunduran tidak bisa dihindari. Sosialisme tidak lahir dalam bentuknya yang sempurna dari Rencana Lima Tahun seperti Minerva dari kepala Yupiter, atau Venus dari buih lautan. Dibutuhkan puluhan tahun kerja keras, kesalahan koreksi, dan reorganisasi. Terlebih lagi, jangan lupa bahwa konstruksi sosialis pada dasarnya hanya dapat mencapai kesempurnaan di kancah internasional. Namun, bahkan neraca perekonomian yang paling baik sekalipun, yang telah tercapai sejauh ini, hanya mengungkapkan kesalahan dalam perhitungan awal, kekeliruan dalam perencanaan dan pengarahan ekonomi. Kesalahan-kesalahan ini tidak dapat menyangkal fakta yang sudah terbukti secara empiris – yaitu kemungkinan, dengan bantuan metode sosialis, untuk meningkatkan produktivitas kerja kolektif ke tingkat yang belum pernah terlihat sebelumnya. Pencapaian ini, yang memiliki signifikansi historis dalam skala dunia, tidak dapat direnggut dari kami oleh siapa pun atau apapun.

Setelah apa yang telah dikatakan, hampir tidak ada gunanya meluangkan waktu untuk mendiskusikan keluhan bahwa Revolusi Oktober telah menggiring peradaban Rusia ke kehancuran. Ini adalah keluhan dari kelas penguasa di seluruh dunia yang gelisah. “Peradaban” borjuis feodal yang digulingkan oleh revolusi proletar hanyalah barbarisme yang diberi hiasan loyang emas palsu. Peradaban ini tidak pernah dapat diakses oleh rakyat jelata Rusia, dan peradaban ini tidak memberikan banyak hal baru bagi perbendaharaan umat manusia.

Namun bahkan sehubungan dengan peradaban ini, yang sangat dikeluhkan oleh para emigran Putih, kita harus mengajukan pertanyaan yang lebih tepat – dalam makna apa peradaban ini telah dihancurkan? Hanya dalam satu makna: monopoli segelintir minoritas atas kekayaan peradaban tersebut telah dihapuskan. Namun segala sesuatu yang memiliki nilai budaya dalam peradaban Rusia kuno masih utuh. Kaum “Hun”[10] Bolshevisme tidak menghancurkan pencapaian pemikiran maupun seni Rusia. Sebaliknya, mereka dengan saksama mengumpulkan monumen-monumen kreativitas manusia dan menatanya dengan baik. Budaya monarki, kaum bangsawan dan borjuasi kini telah menjadi budaya museum bersejarah.

Rakyat mengunjungi museum ini dengan penuh semangat. Tapi mereka tidak tinggal di dalamnya. Mereka belajar. Mereka membangun. Fakta bahwa Revolusi Oktober telah mendidik rakyat Rusia, serta rakyat dari puluhan bangsa tertindas di bawah Rusia Tsar, untuk membaca dan menulis jelas jauh lebih signifikan dibandingkan seluruh peradaban Rusia yang sebelumnya merupakan penjara bagi bangsa-bangsa tertindas.

Revolusi Oktober telah meletakkan fondasi bagi sebuah peradaban baru yang dirancang, bukan untuk segelintir orang, tetapi untuk semua orang. Hal ini dirasakan oleh massa di seluruh dunia. Inilah mengapa ada simpati luas dari rakyat di seluruh dunia terhadap Uni Soviet, simpati yang begitu menggelora seperti halnya kebencian mereka terhadap Rusia Tsar dulu kala.

Bahasa manusia adalah instrumen yang tak tergantikan tidak hanya untuk memberikan nama pada peristiwa, tetapi juga untuk menilainya. Dengan mengesampingkan hal-hal yang bersifat aksidental, episodik, artifisial, bahasa menyerap ke dalam dirinya sendiri hal-hal yang esensial, bersifat karakteristik, dan memiliki bobot besar. Perhatikan bagaimana bahasa negara-negara beradab telah membedakan dua zaman dalam perkembangan sejarah Rusia. Budaya kaum bangsawan memperkenalkan ke dunia kata-kata barbar seperti Tsar, Cossack[11], pogrom[12], nagaika[13]. Kalian semua mengenal kata-kata ini dan apa artinya. Revolusi Oktober memperkenalkan kata-kata seperti Bolshevik, Soviet, kolkhoz[14], Gosplan[15], piatileka[16] ke dalam bahasa dunia. Di sini linguistik praktis menjadi mahkamah agung sejarah!

Makna Revolusi yang paling mendalam, namun yang paling sulit diukur secara langsung, terletak pada kenyataan bahwa Revolusi membentuk dan menempa karakter rakyat. Konsepsi bahwa orang Rusia itu lamban, pasif, melankolis, dan mistis begitu tersebar luas dan bukanlah suatu kebetulan. Konsepsi ini berakar dari masa lalu. Namun di negara-negara Barat hingga saat ini, perubahan-perubahan besar yang telah diperkenalkan ke dalam karakter rakyat Rusia melalui revolusi belumlah cukup dipertimbangkan. Ini tidak mengherankan.

Setiap orang yang punya pengalaman hidup dapat mengingat gambaran pemuda yang reseptif, emosional, terlalu rentan, yang kemudian di bawah pengaruh dorongan moral yang kuat tiba-tiba menjadi lebih kuat, lebih seimbang dan hampir tidak dapat dikenali. Dalam perkembangan nasion, transformasi moral seperti ini didorong oleh revolusi.

Revolusi Februari yang menumbangkan autokrasi, perjuangan melawan kaum bangsawan, melawan perang imperialis, demi perdamaian, demi tanah, demi kesetaraan nasional, Revolusi Oktober, penggulingan kaum borjuasi dan partai-partai yang mendukungnya, atau yang berkompromi dengan borjuasi, tiga tahun perang sipil yang berkobar di garis depan sepanjang 8.000 kilometer, tahun-tahun blokade, kelaparan, kesengsaraan, dan epidemi, tahun-tahun rekonstruksi ekonomi yang menegangkan, yang penuh dengan banyak kesulitan baru dan kecaman – semua ini merupakan sekolah yang sulit namun baik. Godam berat memecahkan kaca, tetapi menempa baja. Godam revolusi tengah menempa karakter rakyat.

“Siapa yang akan percaya,” tulis seorang jenderal Tsar, Zalweski, dengan penuh rasa geram tak lama setelah Revolusi Oktober, “bahwa seorang portir atau penjaga tiba-tiba menjadi hakim agung, seorang petugas rumah sakit menjadi direktur rumah sakit, seorang tukang cukur menjadi pejabat, seorang kopral menjadi panglima tertinggi, buruh-harian menjadi walikota, tukang kunci menjadi direktur pabrik?”

“Siapa yang akan percaya?” Tapi ini harus dipercaya. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain mempercayainya, ketika para kopral mengalahkan para jenderal, ketika sang walikota – yang sebelumnya adalah buruh harian – mematahkan perlawanan birokrasi lama, tukang pelumas kereta menata kembali sistem transportasi yang porak-poranda, tukang kunci sebagai direktur membenahi industri dan membuatnya berjalan mulus kembali. “Siapa yang akan mempercayainya?” Biarkan siapa pun mencoba untuk tidak mempercayainya.

Untuk menjelaskan kegigihan luar biasa yang ditunjukkan oleh massa rakyat Uni Soviet selama tahun-tahun revolusi, banyak pengamat asing, sesuai dengan kebiasaan lama mereka, mencoba menjelaskannya dengan merujuk pada karakter “pasif” orang Rusia. Anakronisme yang parah! Massa revolusioner menanggung penderitaan dengan sabar namun tidak secara pasif. Dengan tangan mereka sendiri, mereka menciptakan masa depan yang lebih baik dan bertekad untuk menciptakannya dengan cara apa pun. Coba saja para musuh kelas ini memaksakan kehendak mereka pada massa rakyat yang sabar ini! Tidak, lebih baik mereka tidak mencobanya!

Revolusi dan tempatnya dalam sejarah

Izinkan saya sekarang, sebagai penutup, untuk mencoba mengkaji tempat Revolusi Oktober, tidak hanya dalam sejarah Rusia tetapi juga dalam sejarah dunia. Selama tahun 1917, dalam kurun waktu delapan bulan, dua kurva sejarah berpotongan. Revolusi Februari – yang merupakan gaung terlambat dari perjuangan-perjuangan besar yang telah diluncurkan pada abad-abad yang lalu di Belanda, Inggris, Perancis, dan hampir di seluruh benua Eropa – merupakan salah satu revolusi dalam serangkaian revolusi borjuis. Revolusi Oktober memproklamirkan dan membuka jalan bagi dominasi proletariat. Kapitalisme dunia menderita kekalahan besar pertamanya di wilayah Rusia. Rantai kapitalisme terputus pada titik terlemahnya. Namun rantainyalah yang putus, dan bukan hanya mata rantainya.

Kapitalisme sudah kedaluwarsa sebagai sistem dunia. Ia sudah tidak mampu memenuhi peran esensialnya: meningkatkan level kekuatan produktif manusia dan kekayaan manusia. Umat manusia tidak bisa tetap stagnan di level yang telah dicapainya. Hanya perkembangan besar kekuatan produktif, serta organisasi produksi dan distribusi yang direncanakan secara sosialis, yang dapat menjamin umat manusia – seluruh umat manusia – taraf hidup yang layak dan pada saat yang sama memberi mereka kebebasan atas perekonomian mereka sendiri. Kebebasan dalam dua makna. Pertama, manusia tidak akan lagi dipaksa untuk mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk kerja fisik. Kedua, ia tidak lagi bergantung pada hukum pasar, yaitu pada kekuatan-kekuatan buta yang bekerja secara tersembunyi di belakangnya. Dia akan membangun perekonomiannya secara bebas, sesuai rencana, dengan kompas di tangan. Kali ini yang menjadi persoalannya adalah mempelajari anatomi masyarakat secara menyeluruh dengan X-Ray, menyingkapkan semua rahasianya dan menundukkan semua fungsinya pada nalar dan kehendak manusia secara kolektif. Dalam pengertian ini, sosialisme akan menjadi satu langkah baru dalam kemajuan historis umat manusia. Bagi nenek moyang kita, yang pertama kali mempersenjatai dirinya dengan kapak batu, seluruh alam mewakili konspirasi rahasia dan kekuatan yang memusuhinya. Sejak saat itu, ilmu pengetahuan alam dan teknologi praktis telah menerangi alam hingga ke kedalamannya yang paling rahasia. Melalui energi listrik, fisikawan telah dapat mempelajari nukleus atom. Tidak lama lagi sains akan dengan mudah menyelesaikan tugas para alkemis, dan mengubah tahi menjadi emas dan emas menjadi tahi. Di tempat yang dulunya didominasi oleh roh-roh gaib dan kemurkaan alam, kini didominasi oleh kehendak manusia yang bekerja kerja dan kian hari kian berani.

Namun, ketika manusia bergulat dengan alam dan berhasil menaklukkannya, ia membangun relasi antar-manusia secara buta, hampir seperti lebah atau semut. Perlahan-lahan, dan dengan sangat tersendat-sendat, manusia mulai menyelesaikan problem-problem masyarakat manusia.

Reformasi Eropa pada abad ke-16 mewakili kemenangan pertama individualisme borjuis dalam domain yang lama dikuasai oleh tradisi dogmatik. Dari gereja, pemikiran kritis berlanjut ke Negara. Lahir dalam perjuangan melawan absolutisme dan feodalisme abad pertengahan, doktrin kedaulatan rakyat, hak asasi manusia, dan warga negara semakin menguat. Dari sini lahirlah sistem parlementerisme. Pemikiran kritis merambah ke ranah administrasi pemerintahan. Rasionalisme politik demokrasi merupakan pencapaian tertinggi kaum borjuasi revolusioner.

Namun antara alam dan negara terdapat kehidupan ekonomi. Ilmu pengetahuan teknis telah membebaskan manusia dari tirani unsur-unsur lama – tanah, air, api, dan udara – hanya untuk menundukkan manusia pada tiraninya sendiri. Manusia berhenti menjadi budak alam, tetapi lalu menjadi budak mesin, dan lebih buruk lagi, menjadi budak permintaan dan penawaran. Krisis dunia saat ini merupakan saksi tragis bagaimana manusia, yang mampu menyelam ke dasar lautan, yang mampu terbang tinggi ke stratosfer, yang mampu berkomunikasi lewat gelombang tak terlihat, bagaimana penguasa alam yang congkak dan berani ini tetap menjadi budak bagi kekuatan buta ekonominya sendiri. Tugas historis epos kita adalah menggantikan kekuatan pasar yang tidak terkendali ini dengan perencanaan yang rasional, mendisiplinkan kekuatan-kekuatan produksi, memaksa mereka untuk bekerja secara harmonis dan dengan patuh melayani kebutuhan umat manusia. Hanya dengan berdiri di atas landasan sosial baru inilah manusia akan mampu mengistirahatkan kaki dan tangannya yang letih dan – semua orang, tidak hanya beberapa orang yang terpilih saja – menjadi warga negara yang sepenuhnya menguasai ilmu pengetahuan.

Masa Depan Manusia

Namun ini bukanlah akhir dari segalanya. Tidak, ini hanyalah permulaan. Manusia menyebut dirinya sebagai puncak tertinggi dunia alam. Dia mempunyai hak tertentu atas klaim itu. Namun siapa yang telah menyatakan bahwa manusia masa kini adalah perwakilan terakhir dan tertinggi dari spesies Homo Sapiens? Tidak, secara jasmani dan rohani ia masih sangat jauh dari kesempurnaan, yang lahir prematur secara biologis, dengan pemikiran yang lemah, dan belum mencapai keseimbangan organik yang baru.

Memang benar bahwa umat manusia telah lebih dari satu kali melahirkan tokoh-tokoh raksasa dalam ranah pemikiran dan tindakan, yang menjulang tinggi di atas orang-orang sezamannya bagaikan puncak dalam rangkaian pegunungan. Umat manusia berhak bangga dengan Aristoteles, Shakespeare, Darwin, Beethoven, Goethe, Marx, Edison, dan Lenin. Tapi kenapa orang-orang ini sangat langka? Di atas segalanya, karena hampir tanpa kecuali mereka berasal dari kalangan kelas menengah ke atas. Terlepas dari pengecualian yang jarang terjadi, percikan kegeniusan di kedalaman manusia diredam sebelum bisa meledak menjadi nyala api. Tetapi juga karena proses menciptakan, mengembangkan, dan mendidik manusia pada hakikatnya bersandar pada elemen aksidental, tidak diterangi oleh teori dan praktik, tidak tunduk pada kesadaran dan kemauan.

Antropologi, biologi, fisiologi dan psikologi telah mengakumulasi materi yang telah memungkinkan umat manusia untuk memenuhi tugas menyempurnakan dan mengembangkan jiwa dan raga manusia. Psikoanalisis , dengan inspirasi dari Sigmund Freud, telah menyingkap tabir misteri yang secara puitis disebut “jiwa”. Dan apa yang terungkap? Pikiran sadar kita hanyalah sebagian kecil dari kerja kekuatan-kekuatan psikis yang masih belum kita ketahui. Penyelam ulung menyelam ke dasar lautan dan di sana mengambil foto ikan-ikan misterius. Pemikiran manusia, yang menyelam ke dasar sumber psikisnya sendiri, harus menerangi kekuatan pendorong jiwa yang paling misterius dan menundukkannya pada nalar dan kehendak bebas.

Begitu ia selesai dengan kekuatan-kekuatan anarkis dari masyarakatnya sendiri, manusia akan mulai bekerja pada dirinya sendiri, seperti ahli kimia. Untuk pertama kalinya umat manusia akan menganggap dirinya sebagai bahan mentah, atau paling banter sebagai produk setengah jadi secara fisik dan psikis. Sosialisme berarti lompatan dari ranah kebutuhan ke ranah kebebasan dalam pengertian ini juga, bahwa manusia masa kini, dengan segala kontradiksi dan ketidakharmonisannya, akan membuka jalan bagi ras baru yang lebih bahagia.


Catatan Kaki

[1] Ketika Trotsky berada di pengasingannya di Prinkipo, Turki, dia menerima undangan dari organisasi mahasiswa Sosial Demokratik Denmark untuk memberikan ceramah pada ulang tahun ke-15 Revolusi Oktober. Di hadapan lebih dari 2000 peserta, dia berbicara kurang lebih 2 jam untuk membela tradisi Revolusi Oktober. Ini adalah terakhir kalinya Trotsky berbicara di hadapan publik besar.

[2] Kutipan dari karya drama Shakespeare “Julius Caesar”, yang diucapkan oleh Brutus.

[3] Curzio Malaparte (1898-1957) adalah penulis dan intelektual fasis yang mendukung kebangkitan fasisme Italia dan Benito Mussolini. Dia berpartisipasi dalam kudeta fasis pada Oktober 1922 (March on Rome) yang meletakkan Mussolini sebagai diktator. Pada 1931, dia menerbitkan buku Coup d'État: The Technique of Revolution, di mana dia memaparkan apa yang disebutnya teknik untuk meluncurkan revolusi. Buku ini dikritik keras oleh Trotsky dalam ceramahnya “Membela Revolusi Oktober” di Kopenhagen, Denmark, pada harlah ke-15 Revolusi Oktober.

[4] Alexander Kerensky (1882-1970) adalah pemimpin sayap kanan partai Sosialis Revolusioner. Setelah Revolusi Februari, Kerensky menjabat sebagai Menteri Hukum dalam Pemerintahan Provisional borjuis yang baru dibentuk. Pada Mei 1917, dia menjabat sebagai Menteri Peperangan. Setelah kabinet koalisi pertama runtuh pada Juli 1917, dia menjadi Perdana Menteri Pemerintahan Provisional, sampai ia digulingkan oleh Revolusi Oktober.

[5] Raymond Poincaré (1860-1934) adalah politisi borjuis Prancis dari partai Democratic Republican Alliance. Dia menjadi Presiden Prancis dari 1913-1920, dan Perdana Menteri pada 1922-24 dan 1926-29.

[6] Dokter Stockmann adalah karakter dari drama “An Enemy of the People” (Musuh Masyarakat) karya Henrik Ibsen pada 1882. Dia adalah seorang yang berani mengekspos kebenaran walaupun kebenaran tersebut mengusik opini publik dan dia dihukum karenanya. Dalam salah satu adegan, rumah Dr. Stockmann diserbu massa, dia dipukuli dan celananya dirobek. Dia mengatakan: “Kita jangan pernah mengenakan celana terbaik kita saat kita keluar berjuang demi kebebasan dan kebenaran.”

[7] Pada Sensus Umum Kekaisaran Rusia pada 1897, tercatat penduduk berbahasa ibu Rusia berjumlah 55,6 juta (44,3 persen). Sementara, sisanya adalah orang dari bangsa Ukraina (17,8%), Polandia (6,3%), Belarus (4,7%), Yahudi (4%), Kazakhstan (3,3%), Tarar (3%), Jerman, Latvia, Lituania, Armenia, Romania, Estonia, Gergia, Uzbek, Finlandia, dll. Rusia Tsar adalah penjara bagi bangsa-bangsa tertindas. Revolusi Oktober membebaskan bangsa-bangsa ini dengan program hak bangsa menentukan nasib sendiri, di mana banyak dari rakyat tertindas ini secara demokratis memilih bergabung dengan Uni Soviet.

[8] Kelompok Emansipasi Buruh adalah organisasi Marxis Rusia pertama yang didirikan Plekhanov pada 1883 bersama dengan Vasily Ignatov, Vera Zasulich, Leo Deutsch dan Pavel Axelrod di tempat pengasingan mereka, Jenewa, Swiss. Kelompok kecil ini menjadi landasan gerakan Marxisme di hari depan.

[9] Dari puisi “Questions” oleh Heinrich Heine (1797-1856), penyair radikal dari Jerman.

[10] Orang Hun adalah suku nomaden di Asia Sentral, Kaukasus dan Eropa Timur pada abad ke-4 sampai ke-6. Pada abad ke-5, suku Hun melakukan invasi militer ke kekaisaran Roma dan menghancurkan banyak kota-kota besar Roma, dan dengan demikian berkontribusi pada kejatuhan Roma dan tibanya Abad Kegelapan.

[11] Cossack adalah suku berkuda dari Ukraina dan Rusia Selatan, yang dijadikan “kasta militer khusus” oleh rejim Tsar semenjak abad ke-18. Pasukan Cossack digunakan oleh rejim Rusia Tsar sebagai kekuatan reaksioner untuk keperluan perang dan juga untuk menumpas pemberontakan rakyat. Pasukan Cossack sangat ditakuti rakyat karena kekejaman mereka. Setelah Revolusi Oktober, pasukan Cossack menjadi bagian penting dari kontra-revolusi Putih selama Perang Sipil 1918-1921 yang berusaha menumbangkan Soviet.

[12] Pogrom adalah kerusuhan anti-Yahudi. Istilah ini datang dari bahasa Rusia, berasal dari kebijakan rejim Rusia Tsar yang secara aktif mengobarkan kebencian anti-Yahudi, mempersekusi orang Yahudi, dan meluncurkan kerusuhan anti-Yahudi.

[13] Naigaka adalah tali pecut yang digunakan pasukan Cossack untuk memecut demonstran dan rakyat yang memberontak. Naigaka menjadi simbol opresi Tsar.

[14] Kolkhoz adalah pertanian kolektif di Uni Soviet.

[15] Gosplan adalah Komite Perencanaan Ekonomi Negara, yang didirikan oleh pemerintahan Soviet pada 1921 dengan tugas utama merumuskan dan menjalankan Rencana Lima Tahun sebagai bagian dari sistem ekonomi sosialis terencana.

[16] Piatileka adalah Rencana Lima Tahun Soviet, rencana ekonomi terencana dengan gol-gol yang ditetapkan.