Hasil dan Prospek

Leon Trotsky (1906)


X. Perjuangan Merebut Kekuasaan[1]

 

Di hadapan kita adalah sebuah selebaran mengenai program dan taktik kami yang berjudul: “Tugas-Tugas Yang Dihadapi Kaum Proletar Rusia – Sebuah Surat Kepada Kamerad-Kamerad di Rusia”. Dokumen ini ditandatangani oleh P. Axelrod[2], Astrov, A. Martynov, L. Martov dan S. Semkovsky.

Masalah revolusi digarisbawahi di dalam ‘surat’ ini secara sangat umum; kejelasan dan ketelitian di dalam analisa menghilang seiring dengan berpalingnya para penulis surat ini dari penjelasan situasi yang diciptakan oleh peperangan (Perang Dunia Pertama – Ed.) ke prospek politik dan kesimpulan taktikal; terminologi menjadi cair dan definisi sosial menjadi ambigu.

Dari luar negeri, tampaknya ada dua mood yang mendominasi: pertama, kekhawatiran akan pertahanan nasional – dari keluarga Romanov[3] sampai ke Plekhanov[4] – dan kedua, ketidakpuasan universal – dari oposisi birokratis Fronde sampai ke kerusuhan-kerusuhan massa di jalanan. Dua mood ini juga menciptakan sebuah ilusi akan sebuah kebebasan popular di masa mendatang yang akan lahir dari pertahanan nasional. Tetapi kedua mood ini bertanggungjawab terhadap ketidakjelasan dalam analisa masalah ‘revolusi popular’, bahkan ketika masalah ini dibandingkan dengan ‘pertahanan nasional’.

Peperangan ini sendiri, dengan kekalahan-kekalahannya, belumlah menciptakan problem revolusioner atau kekuatan-kekuatan revolusioner untuk menyelesaikannya. Bagi kita, sejarah tidaklah mulai dari penyerahan Warsaw ke tangan Pangeran Bavaria. Kontradiksi-kontradiksi revolusioner dan kekuatan-kekuatan sosial masihlah sama seperti yang kita temui pertama kalinya pada 1905, yang hanya termodifikasi dengan sangat besar selama 10 tahun sesudahnya. Peperangan ini hanya menunjukkan secara mekanikal dan secara jelas kebangkrutan objektif rejim ini. Pada saat yang sama, peperangan ini telah membawa kebingungan ke dalam kesadaran sosial massa, dimana ‘setiap orang’ tampaknya terinfeksi oleh hasrat untuk melawan Hindenburg[5] dan juga terinfeksi oleh kebencian terhadap rejim 3 Juni[6]. Tetapi seiring dengan kenyataan bahwa organisasi dari ‘perang rakyat’ sejak awal sudah berhadapan dengan polisi-polisi Tsar, dan oleh karenanya menunjukkan bahwa Rejim 3 Juni ini adalah sebuah kenyataan dan ‘perang rakyat’ ini adalah sebuah fiksi, sehingga ‘revolusi rakyat’ yang semakin mendekat ini terbentur dengan polisi sosialis Plekhanov, yang bersama-sama dengan kelompoknya akan tampak seperti sebuah fiksi bila di belakangnya tidak berdiri Kerensky, Milyukov, Guchkov, dan umumnya kaum demokrat-nasional dan kaum liberal-nasional yang non-revolusioner dan anti-revolusioner.

‘Surat’ tersebut tentu saja tidak bisa mengabaikan divisi kelas di dalam bangsa, atau bahwa bangsa ini harus menyelamatkan dirinya dari konsekuensi-konsekuensi peperangan dan rejim hari ini melalui revolusi. “Kaum nasionalis, kaum Oktober[7], kaum progresif, kaum Kadet[8], kaum industrialis, dan bahkan sebagian (!) kaum intelektual radikal bersama-sama menyatakan bahkan para birokrat tidak mampu membela bangsa ini, dan menuntut mobilisasi kekuatan-kekuatan sosial untuk pertahanan bangsa ini …” Surat tersebut menarik kesimpulan yang tepat akan karakter anti-revolusioner dari posisi tersebut, yang berarti “persatuan dengan para penguasa Rusia sekarang, dengan kaum birokrat, kaum ningrat, dan para jendral, demi pertahanan Negara.” Surat tersebut juga menunjukkan dengan tepat karakter anti-revolusioner dari “semua kaum patriot-borjuis dengan berbagai warna”; dan boleh kita tambahkan, karakter anti-revolusioner dari kaum patriot-sosial, yang tidak disebut sama sekali di dalam surat tersebut.

Dari sini, kita harus menarik kesimpulan bahwa partai Sosial-Demokrat bukan hanya partai revolusioner yang paling logis, tetapi partai ini juga adalah satu-satunya partai revolusioner di negeri ini; bahwa, di sekeliling mereka terdapat bukan hanya partai-partai yang kurang tegas dalam mengimplementasi metode-metode revolusioner, tetapi juga partai-partai non-revolusioner. Dalam kata lain, di dalam caranya yang revolusioner dalam mengedepankan masalah-masalah politik, Partai Sosial-Demokrat cukup terisolasi di arena politik terbuka, walaupun terdapat ketidakpuasan rakyat yang universal. Kesimpulan pertama ini harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati.

Tentu saja, partai bukanlah kelas. Antara posisi sebuah partai dan kepentingan strata sosial yang ia wakilkan, mungkin terdapat sebuah ketidakharmonisan tertentu yang kemudian dapat berubah menjadi kontradiksi yang tajam. Aksi sebuah partai dapat berubah di bawah pengaruh emosi massa. Ini tidak dapat dibantah. Di dalam perhitungan kami, semakin banyak alasan bagi kami untuk berhenti mengandalkan elemen-elemen yang kurang stabil dan kurang dipercaya seperti slogan-slogan dan taktik-taktik sebuah partai, dan mengandalkan faktor-faktor historis yang lebih stabil: struktur sosial bangsa, relasi kekuatan-kekuatan kelas dan tendensi-tendensi perkembangan revolusi.

Akan tetapi, para penulis ‘surat’ tersebut menghindari pertanyaan-pertanyaan ini sepenuhnya. Apa ‘revolusi rakyat’ Rusia tahun 1915 ini? Para penulis surat tersebut hanya mengatakan kepada kita bahwa revolusi rakyat ini ‘harus’ diciptakan oleh kaum proletar dan demokrasi. Kita tahu apa itu proletariat, tetapi apa ‘demokrasi’ ini? Apakah ini adalah sebuah partai politik? Dari yang sudah dipaparkan di atas, jelas-jelas bukan. Lalu, apakah ini adalah rakyat? Rakyat apa? Jelas-jelas bagi para penulis surat tersebut ini adalah kaum borjuasi industri-kecil dan komersil-kecil, kaum intelektual dan kaum tani.

Di dalam sebuah rangkaian artikel berjudul “Krisis Peperangan dan Prospek-Prospek Politik”, kita telah memberikan sebuah estimasi umum mengenai kemungkinan revolusioner dari kekuatan-kekuatan sosial ini (kaum borjuasi industri-kecil dan komersil-kecil, kaum intelektual dan kaum tani – Ed.). Berdasarkan pengalaman revolusi yang lalu, kita selidiki perubahan-perubahan terhadap relasi kekuatan-kekuatan sosial selama sepuluh tahun ini semenjak 1905: apakah perubahan-perubahan ini mendukung demokrasi (baca demokrasi borjuis) atau melawannya? Ini adalah pertanyaan sejarah yang utama untuk menentukan prospek revolusi dan taktik kaum proletar. Apakah demokrasi borjuis di Rusia telah menjadi lebih kuat semenjak 1905, atau ia justru menjadi lebih lemah? Semua diskusi-diskusi kita sebelumnya berkutat seputar masalah nasib demokrasi borjuis, and mereka yang masih tidak mampu menjawab pertanyaan ini adalah mereka yang meraba-raba di dalam kegelapan. Kita jawab pertanyaan ini dengan menyatakan bahwa sebuah revolusi borjuis nasional adalah mustahil di Rusia karena tidak terdapat demokrasi borjuis revolusioner yang sejati. Waktu untuk revolusi nasional telah lewat – setidaknya untuk Eropa – seperti halnya waktu untuk peperangan nasional telah lewat. Antara satu dengan yang lainnya ada sebuah koneksi yang inheren. Kita hidup di sebuah era imperialisme yang bukanlah hanya sebuah sistem penaklukan koloni, tetapi juga sebuah rejim yang pasti di negeri asalnya. Ini tidak membuat kaum borjuasi nasional bertentangan dengan rejim yang lama, tetapi membuat kaum proletar bertentangan dengan kaum borjuasi nasional.

Para artisan borjuis kecil dan pedagang borjuis kecil memainkan peran yang kecil di dalam revolusi 1905. Tidak dapat dibantah bahwa bobot sosial dari kelas ini telah menurun lebih jauh selama 10 tahun terakhir ini. Kapitalisme di Rusia memukul kelas-kelas menengah dengan lebih radikal dan lebih parah dibandingkan di negeri-negeri dengan perkembangan ekonomi yang lebih tua. Jumlah kaum intelektual telah meningkat, dan peran ekonominya juga telah meningkat. Tetapi pada saat yang sama, bahkan ‘kemandirian’ mereka yang maya, yang mereka miliki sebelumnya, telah menghilang sepenuhnya. Bobot sosial mereka sepenuhnya ditentukan oleh fungsinya dalam mengorganisir industri kapitalis dan opini publik borjuis. Hubungan materialnya dengan kapitalisme telah merendam mereka dengan tendensi-tendensi imperialis. Seperti yang sudah dikutip, ‘surat’ tersebut mengatakan: “bahkan sebagian kaum intelektual … menuntut mobilisasi kekuatan-kekuatan sosial untuk pertahanan bangsa”. Ini sama sekali tidak benar, bukan sebagian, tetapi seluruh kaum intelektual radikal. Bahkan, bukan hanya seluruh kaum intelektual radikal, tetapi juga cukup banyak atau sebagian besar kaum intelektual sosialis. Dengan mengekspos karakter kaum intelektual, kita sama sekali tidak menaikkan prestige ‘demokrasi’.

Oleh karena itu, bobot sosial dari kaum borjuasi industrial dan komersil telah menurun bahkan lebih jauh dan pada saat yang sama kaum intelektual telah meninggalkan posisi revolusioner mereka. Demokrasi urban sebagai sebuah faktor revolusioner tidak pantas disebut sama sekali. Tinggal kaum tani yang tersisa, tetapi sejauh yang kita ketahui, Axelrod dan Martov tidak pernah punya harapan besar terhadap peran revolusioner independen mereka. Apakah mereka telah mencapai kesimpulan bahwa divisi kelas yang tidak pernah berhenti di antara kaum tani selama 10 tahun terakhir ini telah meningkatkan peran revolusioner mereka? Pemikiran semacam ini merupakan kontradiksi terhadap semua kesimpulan teori dan semua pengalaman sejarah.

Tetapi, bila demikian, ‘demokrasi’ macam apa yang dimaksud oleh surat tersebut? Dan apa yang mereka maksud dengan ‘revolusi rakyat’?

Slogan majelis konstituante mensyaratkan sebuah situasi revolusioner. Apakah ada situasi semacam ini? Ya, tetapi ini tidak terekspresikan di dalam kelahiran sebuah demokrasi borjuis yang mereka kira telah siap dan mampu berhadapan dengan Tsarisme. Sebaliknya, bila ada satu hal yang telah ditunjukkan dengan jelas oleh perang ini, yakni bahwa tidak akan sebuah demokrasi revolusioner di dalam negeri ini.

Usaha rejim 3 Juni untuk menyelesaikan masalah-masalah revolusi internal dengan jalan imperialisme telah mengakibatkan sebuah kegagalan yang jelas. Ini bukan berarti bahwa partai-partai yang bertanggungjawab atau setengah bertanggungjawab akan rejim 3 Juni ini akan mengambil jalan revolusi. Tetapi ini berarti bahwa masalah revolusi yang terkuak secara terbuka oleh malapetaka militer ini, yang akan mendorong kelas penguasa lebih jauh ke jalan imperialisme, melipatgandakan signifikansi satu-satunya kelas yang revolusioner di negeri ini.

Rejim 3 Juni ini tergoncang, tercabik-cabik oleh pertentangan dan konflik internal. Ini bukan berarti kalau kaum Oktober dan Kadet mempertimbangkan masalah kekuasaan revolusioner dan bersiap-siap merebut posisi kaum birokrat dan kaum ningrat. Tetapi ini berarti bahwa kekuatan pemerintah untuk melawan tekanan revolusioner niscaya telah melemah untuk sementara.

Monarki dan birokrasi telah terdiskreditkan, tetapi ini bukan berarti mereka akan menyerah tanpa sebuah perlawanan. Pembubaran Duma dan perombakan kabinet terakhir ini menunjukkan kepada siapa saja yang meragukan kebenaran dari asumsi ini. Tetapi ketidakstabilan politik birokrasi, yang akan menjadi semakin tidak stabil, akan benar-benar membantu mobilisasi revolusioner kelas proletar oleh kaum Sosial Demokrat.

Kelas-kelas bawah di kota-kota dan desa-desa akan menjadi semakin lelah, tertipu, tidak puas, dan marah. Ini bukan berarti bahwa sebuah kekuatan demokrasi revolusioner yang independen akan beroperasi berdampingan dengan proletar. Tidak ada basis sosial dan kepemimpinan untuk kekuatan semacam itu. Tetapi ini niscaya berarti bahwa ketidakpuasan yang dalam dari kelas-kelas bawah ini akan membantu tekanan revolusioner dari kelas proletar.

Semakin kaum proletar tidak menunggu kehadiran demokrasi borjuis, maka semakin mereka tidak beradaptasi pada kepasifan dan limit-limit kaum borjuasi kecil dan kaum tani, semakin tegas dan keras perjuangannya, semakin jelas kesiapannya untuk berjuang ‘hingga akhir’ (yakni hingga perebutan kekuasaan), dan semakin besar kesempatannya pada momen-momen yang menentukan untuk menarik massa non-proletar ke belakangnya. Tentu saja kita tidak akan mencapai apapun hanya dengan memajukan slogan-slogan seperti “penyitaan tanah”, dsb. Ini terutama sangat benar dalam hal meraih dukungan tentara, yang menentukan jatuh bangunnya sebuah pemerintah. Massa tentara hanya akan mendukung kelas revolusioner bila mereka yakin kalau kelas tersebut tidak hanya mengeluh dan berdemonstrasi, tetapi kelas tersebut berjuang untuk merebut kekuasaan dan punya peluang untuk menang. Ada masalah objektif revolusioner di negara ini – yakni masalah kekuasan politik – yang telah terpapar secara jelas oleh peperangan dan kekalahan-kekalahan perang. Ada kekacauan yang semakin besar di dalam tubuh kelas penguasa. Ada ketidakpuasan yang semakin besar di antara massa-rakyat perkotaan dan pedesaan. Tetapi satu-satunya faktor revolusioner yang dapat memanfaatkan kesempatan dari situasi ini adalah kaum proletar – dan sekarang kesempatan tersebut lebih besar dibandingkan pada 1905.

Dalam satu kalimat, ‘surat’ tersebut tampaknya mendekati poin utama dari masalah ini. ‘Surat’ tersebut menyatakan bahwa kaum buruh Sosial Demokrat Rusia harus “memimpin perjuangan nasional ini untuk menggulingkan rejim 3 Juni”. Apa arti “perjuangan nasional” ini sudah kita indikasikan. Akan tetapi bila “memimpin” bukan sekedar berarti bahwa kaum buruh yang maju harus menumpahkan darah mereka tanpa bertanya untuk tujuan apa, tetapi itu berarti bahwa kaum buruh harus mengambil kepemimpinan politik dari seluruh perjuangan, yang di atas segalanya akan menjadi sebuah perjuangan proletariat, maka jelaslah bahwa kemenangan dari perjuangan ini harus mentransfer kekuasaan ke kelas yang telah memimpin perjuangan ini, yakni kaum proletar Sosial-Demokrat.

Oleh karena itu, masalah ini bukan hanya sekedar masalah “pemerintahan provisional revolusioner” – sebuah frase kosong yang harus diberikan isi oleh proses sejarah – tetapi adalah masalah “pemerintahan buruh revolusioner”, masalah perebutan kekuasaan oleh kaum proletar Rusia. Tuntutan-tuntutan untuk membentuk majelis konstituante nasional, membentuk republik, 8-jam kerja, penyitaan tanah dari para tuan tanah, bersama dengan tuntutan-tuntutan untuk segera menghentikan perang, menjamin hak tiap-tiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri, dan pembentukan sebuah Uni Eropa akan memainkan peran agitasi yang besar bagi kaum Sosial Demokrat. Tetapi revolusi adalah pertama-tama mengenai kekuasaan – bukan mengenai bentuk negara (majelis konstituante, republik, serikat bangsa) tetapi mengenai konten sosial dari negara tersebut. Tuntutan-tuntutan untuk pembentukan majelis konstituante dan penyitaan tanah di bawah situasi sekarang ini akan kehilangan semua makna revolusionernya tanpa kesiapan kaum proletar untuk berjuang demi perebutan kekuasaan. Karena bila kaum proletar tidak merebut kekuasaan dari tangan monarki, maka pihak yang lain akan melakukan ini.

Tempo dari proses revolusi ini adalah sebuah masalah khusus. Ini tergantung pada faktor-faktor militer dan politik, nasional dan international. Faktor-faktor ini dapat memperlambat atau mempercepat perkembangan revolusi, dapat membantu kemenangan revolusi atau menyebabkan kekalahan revolusi. Tetapi apapun kondisinya, kaum proletar harus melihat dengan jelas jalan yang harus ditempuhnya dan menempuhnya dengan sadar. Dan di atas segalanya, ia harus bebas dari ilusi-ilusi. Dan ilusi terburuk dalam seluruh sejarahnya, yang sampai sekarang masih diderita oleh kaum proletar, adalah ilusi ketergantungan pada orang lain.


Catatan

[1] Bab ini disadur dari artikel saya di koran Nashe Slovo di Paris, 17 Oktober, 1915 – L.T.

[2] Pavel Axelrod (1850-1928) adalah salah satu pendiri Kelompok Emansipasi Buruh, yang bersama Plekhanov adalah pelopor gerakan Marxis awal di Rusia. Saat perpecahan Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia, dia bergabung dengan faksi Menshevik.

[3] Keluarga Romanov adalah keluarga dinasti terakhir di Rusia, yang menguasai Rusia dari 1613 hingga 1917, dimana kerajaan Tsar Nicholas II ditumbangkan oleh Revolusi Oktober 1917.

[4] Georgi Plekhanov (1856-1918) adalah Bapak Marxisme Rusia. Dia adalah salah satu pendiri organisasi Marxis pertama di Rusia: Kelompok Emansipasi Buruh. Dianggap oleh Lenin sebagai gurunya, dia pada akhirnya berseberangan dengan Lenin mengenai masalah Revolusi Rusia 1917, dan menentang Revolusi Oktober.

[5] Paul von Hindenburg (1947-1934) adalah seorang Jendral dari Jerman di Perang Dunia Pertama, yang lalu menjadi presiden Jerman dari 1925-1934.

[6] Pada 3 Juni 1907, Perdana Menteri Stolypin menangkap 55 deputi Sosial Demokrat dan membubarkan parlemen Duma, dan lalu menulis ulang hukum elektoral yang memberikannya keunggulan. Rejim ini lalu dikenal sebagai Rejim 3 Juni

[7] Persatuan 17 Oktober yang anggotanya dikenal sebagai kaum Oktober, adalah sebuah organisasi kaum borjuasi besar.

[8] Partai Kadet adalah partainya kaum borjuasi liberal Rusia. Walaupun mereka menentang monarki Tsar, tetapi mereka tidak pernah serius melawannya. Selama Revolusi Februari 1917, partai Kadet beberapa kali mencoba untuk menyelamatkan monarki namun gagal. Setelah Revolusi Oktober 1917, mereka memobilisasi Tentara Putih dengan bantuan 21 negara imperialis untuk menyerang Uni Soviet.

[9] Artisan adalah kelompok pengrajin-tangan dan penyedia jasa pada Zaman Pertengahan, yang merupakan kelompok produsen mayoritas sebelum revolusi industri.