Sandiwara Kekuasaan Ganda

Leon Trotsky (1917)


Penerjemah: Ted Sprague (22 Agustus 2012), dari "The Farce of Dual Power", Trotsky Internet Archinve


Kondisi-kondisi perang sedang memilintir dan mengaburkan aksi kekuatan-kekuatan internal Revolusi. Tetapi, meskipun demikian, jalannya Revolusi akan ditentukan oleh kekuatan-kekuatan internal yang sama ini, yakni kelas-kelas.

Revolusi ini [Revolusi Februari 1917 – Penj.], yang telah bertambah kuat semenjak 1912, awalnya dihentikan oleh peperangan [Perang Dunia Pertama – Penj.]. Kemudian, karena intervensi dari para tentara yang geram, laju Revolusi ini dipercepat dengan keagresifan yang tidak ada presedennya. Kekuatan perlawanan rejim lama menjadi lemah oleh jalannya perang. Partai-partai politik yang seharusnya mengambil fungsi sebagai mediator antara monarki dan rakyat tiba-tiba menemukan diri mereka tergantung di udara akibat pukulan-pukulan dari bawah, dan pada momen terakhir terpaksa melakukan lompatan yang berbahaya ke pantai-pantai Revolusi yang aman. Ini untuk sementara memberikan Revolusi ini penampilan kehamornisan nasional yang utuh. Untuk pertama kali di dalam sejarahnya, liberalisme borjuis merasa dirinya “terikat” dengan massa, dan inilah yang memberikan mereka gagasan untuk menggunakan semangat revolusi yang “universal” ini untuk melayani peperangan.

Kondisi-kondisi, tujuan-tujuan, dan partisipan-partisipan perang tidaklah berubah. Guchkov[1] dan Milyukov[2], kaum imperialis paling terkemuka di jajaran pejabat rejim yang lama, hari ini menjadi penentu nasib Rusia. Wajar, kalau perang ini – yang karakter fundamentalnya masih sama seperti saat di bawah rejim Tsar, melawan musuh yang sama, dengan sekutu-sekutu yang sama, dan dengan tanggungjawab internasional yang sama – sekarang telah berubah menjadi sebuah “perang untuk Revolusi”. Bagi kelas kapitalis, tugas ini sama dengan mobilisasi Revolusi, dan mobilisasi kekuatan dan semangat yang telah terbangkitkan olehnya, untuk kepentingan imperialisme. Para Milyukov sangat bersedia menggunakan “bendera merah” sebagai simbol suci, bila hanya rakyat pekerja bersedia mati di bawah bendera ini, demi Konstantinopel dan Selat-selatnya.

Tetapi kuku tajam imperialisnya Milyukov mencuat terlalu kentara. Untuk memenangkan massa dan mengarahkan enerji revolusioner mereka ke garis depan peperangan, dibutuhkan metode-metode yang lebih terselubung – terutama dibutuhkan berbagai partai politik, dengan platform-platform dan reputasi-reputasi yang masih bersih.

Mereka dapat ditemukan. Di tahun-tahun konter revolusi, dan terutama di periode boom industri baru-baru ini, kapital telah menjinakkan beribu-ribu kaum revolusioner 1905, dan mereka tidak peduli dengan “kredensial” buruh dan Marxis mereka. Dan di antara kaum intelektual “sosialis” ada banyak kelompok yang tangannya gatal ingin ikut serta dalam menjinakkan perjuangan kelas dan melatih massa untuk tujuan-tujuan “patriotik”. Bersama dengan kaum intelektual, yang telah menjadi terkemuka di epos konter-revolusi, ada para pemimpin buruh pengkompromi, yang telah menjadi pengecut karena kegagalan Revolusi 1905 dan semenjak itu telah mengembangkan di dalam dirinya sendiri sebuah talenta untuk berkompromi pada semua pihak.

Kelas borjuasi yang beroposisi terhadap rejim Tsar – di atas pondasi imperialisme – telah, bahkan sebelum Revolusi, menyediakan basis yang diperlukan untuk perdamaian antara kaum Sosialis oportunis dan kelas-kelas berpunya. Di Duma, Kerensky[3] dan Chkheidze[4] membangun kebijakan mereka sebagai bagian dari blok progresif, dan para Gvozdev[5] dan Bogdanov[6] beraliansi dengan para Guchkov di dalam Komite Industri Perang. Tetapi keberadaan Tsarisme membuat advokasi “pemerintahan” patriotisme sangat sulit. Revolusi Februari membersihkan semua halangan ini. Kapitulasi terhadap partai-partai kapitalis hari ini disebut sebagai “persatuan demokratik”, dan kedisiplinan negara borjuis tiba-tiba menjadi “kedisiplinan revolusioner”, dan akhirnya, partisipasi di dalam perang kapitalis dilihat sebagai pertahanan Revolusi dari ancaman luar.

Para intelektual nasionalis ini, yang telah diramalkan, dibentuk, dan dilatih oleh Struve[7] – sang sosial-pratriot – dengan korannya Vyekhi, tiba-tiba mendapatkan dukungan besar dari ketidakberdayaan lapisan rakyat yang paling terbelakang, yang telah diorganisir secara paksa sebagai sebuah angkatan bersenjata.

Hanya karena Revolusi pecah di tengah peperangan maka elemen-elemen borjuis kecil di kota-kota dan desa-desa dapat segera tampil seperti kekuatan yang terorganisir, dan mempunyai pengaruh terhadap Soviet Delegasi Buruh dan Tentara, sebuah pengaruh yang melebihi kekuatan kelas-kelas borjuis kecil yang terpencar-pencar dan terbelakang ini di masa lain selain peperangan. Kaum intelektual Menshevik-populis menemukan dukungan dari rakyat yang terbelakang, yang provinsial, yang belum benar-benar terbangunkan. Dukungan ini awalnya sangat wajar. Dengan memimpin kelas-kelas borjuis kecil ke arah persetujuan dengan kelas kapitalis liberal, yang telah menunjukkan sekali lagi ketidakmampuannya untuk memimpin massa rakyat secara independen, kaum intelektual Menshevik-populis, melalui tekanan massa, mendapatkan sejumlah posisi bahkan di antara lapisan-lapisan proletar, yang secara sementara telah terlempar ke posisi sekunder karena jumlah tentara yang besar.

Awalnya mungkin tampak bahwa semua kontradiksi-kontradiksi kelas telah luluh lantak, bahwa semua keretakan sosial telah ditambal dengan fragmen-fragmen ideologi populis Menshevik. Dan juga karena kerja sama Kerensky, Chkheidze, dan Dan[8], sebuah gencatan senjata nasional Burgfrieden[9] antar kelas-kelas telah terealisasikan. Oleh karenanya, ketika kebijakan proletarian yang mandiri kembali menegaskan dirinya, semua orang terkejut dan terheran-heran, dan mereka mengutuk kaum Sosialis revolusioner sebagai penghancur keharmonisan universal.

Para intelektual borjuis kecil, setelah mereka diangkat oleh Soviet Delegasi Buruh dan Tentara ke ketinggian yang tak pernah mereka duga, sangatlah takut akan tanggungjawab, dan oleh karenanya mereka dengan hormat menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan kapitalis-feodal yang lahir dari rahim Duma pada tanggal 3 Juni. Ketakutan organik kaum borjuis kecil di hadapan kekuasaan tampak jelas di antara kaum populis. Di antara kaum Menshevik-patriot, ketakutan ini diungkapkan dengan doktrin bahwa kaum Sosialis tidak boleh mengambil tampuk kekuasaan di dalam revolusi borjuis.

Oleh karena itu muncullah “kekuasaan ganda”, atau yang lebih tepat disebut Keimpotenan Ganda. Kaum borjuasi meraih otoritas untuk menjaga ketertiban dan meneruskan perang. Akan tetapi, tanpa Soviet-soviet, pemerintahan borjuasi tersebut tidak dapat memerintah. Hubungan antara Soviet dan Pemerintahan adalah hubungan yang dipenuhi dengan rasa setengah-percaya, dikombinasikan dengan ketakutan kalau-kalau kaum proletariat revolusioner tiba-tiba mengacaukan keadaan

Kebijakan luar negeri Milyukov yang provokatif membawa sebuah krisis. Sadar sepenuhnya akan kepanikan di antara jajaran pemimpin borjuis kecil ketika mereka dihadapkan dengan masalah kekuasaan, partai borjuis mulai memeras para pemimpin borjuis kecil ini. Dengan mengancam akan mogok, yakni keluar dari pemerintahan, kaum borjuis menuntut Soviet menyediakan mereka sejumlah kaum Sosialis pengalih-perhatian, yang tugasnya di dalam kabinet koalisi adalah untuk memperkuat kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan. Dengan cara ini, menghentikan “kekuasaan ganda”.

Di hadapan moncong pistol ultimatum, para patriot Menshevik dengan cepat menanggalkan prasangka Marxis mereka yang menolak berpartisipasi di dalam pemerintahan borjuis, dan segera berjalan bersama dengan para “pemimpin” buruh Soviet yang tidak punya prinsip atau prasangka apapun. Ini paling termanifestasikan di dalam diri Chernov[10], yang menghadiri Konferensi Zimmerwald dan Kienthal dimana dia mengekskomunimasikan Vandervelde, Guesde, dan Sembat, dari sosialisme, sementara dia sendiri sekarang masuk ke kabinet Pangeran Lvov[11] dan Shingarev[12]. Para patriot Menshevik ini mengatakan bahwa kabinet pemerintahan Rusia tidak sama dengan kabinet pemerintahan Prancis dan Belgia, karena ia lahir dari situasi yang unik, seperti yang telah diramalkan di dalam resolusi Kongres Sosialis Amsterdam (1904). Akan tetapi mereka hanyalah mengulang, seperti burung beo, argumen-argumen kaum sosial demokrat Prancis dan Belgia yang masuk ke dalam kabinet pemerintahan borjuasi, sementara mereka terus berbicara mengenai “situasi yang unik”. Kerensky, yang di dalam kata-katanya yang teatrikal mengandung sedikit realitas, mengatakan di pidato Helsingforsnya bahwa. terutama berkat dia, kaum Sosialis Rusia dalam 2 bulan telah menempuh jarak yang kaum Sosialis Eropa Barat butuh 10 tahun. Sungguh, Marx tidak salah ketika dia mengatakan bahwa revolusi adalah lokomotif sejarah!

Pemerintahan koalisi ini telah didakwa oleh sejarah sebelum ia terbentuk. Bila ia dibentuk segera setelah jatuhnya Tsar, sebagai sebuah ekspresi “persatuan revolusioner bangsa”, pemerintahan ini mungkin dapat untuk sementara waktu menghentikan benturan kekuatan-kekuatan Revolusi. Tetapi pemerintahan pertama adalah pemerintahan Guchkov-Milyukov. Pemerintahan ini hanya bertahan cukup lama untuk mengekspos kepalsuan “persatuan nasional” dan membangkitkan perlawanan revolusioner dari kaum proletariat untuk melawan propaganda borjuasi yang ingin memelacurkan Revolusi untuk kepentingan imperialisme. Kabinet koalisi yang terbentuk tidak dapat menghindari kehancurannya. Ia sendiri ditakdirkan menjadi sumber utama pertikaian, sumber utama perpecahan di antara jajaran kaum “demokrat revolusioner”. Keberadaan politiknya – karena kita tidak bisa berbicara mengenai “aktivitas-aktivitasnya” – hanyalah sebuah kehancuran yang berkepanjangan, yang ditutupi dengan banyak kata-kata.

Untuk mengatasi keruntuhan ekonomi dan terutama masalah pangan, Departemen Ekonomi dari Komite Eksekutif Soviet merancang sebuah rencana manajemen negara yang luas atas cabang-cabang industri yang paling penting. Anggota-anggota Departemen Ekonomi ini mencapai kesimpulan yang revolusioner. Satu-satunya hal yang tidak ada di dalam struktur mereka adalah kebijakan revolusioner. Pemerintahan kapitalis ini tidak mungkin dapat melahirkan sebuah system yang bertentangan dengan kepentingan kelas-kelas berpunya. Bila Skobelev[13], Menteri Buruh Menshevik, tidak memahami ini, ini dipahami sepenuhnya oleh Konovalov yang serius dan efisien, Menteri Perdagangan dan Industri.
  
Mundurnya Konovalov adalah pukulan besar bagi kabinet koalisi. Seluruh pers borjuis mengekspresikan ini. Kemudian dimulai lagi eksploitasi rasa takut dari para pemimpin Soviet: kaum borjuasi mengancam akan meletakkan kekuasaan di depan pintu mereka. Para “pemimpin” ini menjawab dengan membuat diri mereka percaya bahwa tidak ada hal luar biasa yang sedang terjadi. Bila para perwakilan kapital telah meninggalkan kita, marilah kita undang Buryshkin. Tetapi Buryshkin menolak untuk terlibat sama sekali mengotak-atik kepemilikan pribadi. Dan kemudian dimulailah pencarian menteri perdagangan dan industri yang “independen”, seorang yang di belakangnya tidak ada siapapun dan apapun, dan yang dapat berperan sebagai kotak surat yang ramah, dimana tuntutan-tuntutan buruh dan kapital dapat dimasukkan. Sementara, biaya ekonomi terus membengkak, dan aktivitas pemerintah mengambil bentuk terutama mencetak uang, assignats.

Dengan kolega-kolega seniornya, Tuan Lvov dan Shingarev, ternyata Chernov tidak diperbolehkan untuk mengutarakan radikalisme bahkan dalam kata-kata, yang sungguh adalah karakter dari perwakilan tipikal dari borjuis kecil ini. Sadar akan peran yang diberikannya ini, Chernov memperkenalkan dirinya kepada masyarakat bukan sebagai perwakilan revolusi agraria tetapi sebagai perwakilan statistik agraria! Menurut interpretasi kaum borjuasi liberal, yang juga dijadikan interpretasi para menteri Sosialis, revolusi di antara massa rakyat harus dihentikan, untuk menunggu secara pasif terselenggaranya Dewan Konstituante. Dan segera setelah kaum Sosial Revolusioner masuk ke kabinet para tuan tanah dan pemilik pabrik, penyerangan kaum tani terhadap sistem pertanian feudal distigmatisasi sebagai anarki.

Di ranah kebijakan internasional, “program perdamaian” yang diproklamirkan oleh pemerintahan koalisi runtuh lebih cepat dan lebih buruk daripada yang diperkirakan. Tuan Ribot, Perdana Menteri Prancis, tidak hanya menolak secara tegas formula perdamaian dari Rusia dan dengan angkuh menekankan perlunya melanjutkan perang sampai “kemenangan penuh” dapat terjamin, tetapi juga menolak paspor kaum Sosialis patriot Prancis ke konferensi Stockholm, yang telah direncanakan dengan kerjasama dari kolega-kolega dan sekutu-sekutu Tuan Ribot dan para Menteri Sosialis Rusia. Pemerintahan Italia membalas formula “perdamaian tanpa aneksasi” dengan menganeksasi Albania. Pemerintahan kita, dan ini termasuk para menteri Sosialis, menunda publikasi jawaban dari Sekutu ini selama dua minggu. Mereka percaya bahwa dengan manuver remeh-temeh ini mereka bisa menghindari kebangkrutan kebijakan mereka. Pendeknya, masalah situasi internasional Rusia, yakni masalah apa yang siap diperjuangkan oleh para prajurit Rusia sampai mengorbankan jiwanya, masihlah sama akutnya ketika portfolio Kementerian Luar Negeri diambil dari tangan Milyukov.

Di dalam Kementerian Angkatan Darat dan Laut, yang memakan sumber daya nasional yang besar, kebijakan retorika masihlah kuat. Situasi di dalam angkatan bersenjata tidak bisa diselesaikan begitu saja dengan kata-kata indah dan puitis dari kementerian. Digantikannya Jendral Alexeyev oleh Jendral Srussilov tidak membawa perubahan apapun di dalam angkatan bersenjata. Slogan “ofensif’ yang telah lama ditanamkan di pikiran rakyat dan para tentara tiba-tiba diganti dengan slogan “persiapan ofensif”, dan ini menunjukkan bawah Kementerian Angkatan Darat dan Laut tidak mampu memimpin bangsa ini ke kemenangan, seperti halnya Kementeriannya Tuan Tereschenko[14] [Kementerian Luar Negeri – Penj.] tidak mampu memimpin bangsa ini ke perdamaian.

Gambaran ketidakkompetenan Pemerintahan Provisional mencapai klimaksnya di dalam kerja Kementerian Luar Negeri, yang mengisi kantor-kantor administrasi lokal dengan para tuan tanah feodal. Usaha-usaha dari lapisan rakyat yang aktif yang ingin menjalankan pemerintahan komunal swakelola, tanpa menunggu Dewan Konstituante, dengan segera distigmatisasi oleh jargon-jargon negara-polisinya Fyodor Dan sebagai anarki. Sementara usaha-usaha tersebut disambut hangat oleh kaum oposisi, yang karena komposisinya semua aksi-aksinya dihalangi oleh pemerintah.

Dalam beberapa hari terakhir ini, kebijakan yang bangkrut ini menemukan ekspresinya yang paling menjijikkan di dalam insiden Kronstadt.[15]

Bagi kaum borjuasi, Kronstadt adalah simbol internasionalisme revolusioner dan simbol ketidakpercayaan terhadap pemerintahan koalisi, yang merupakan tanda dari kebijakan mandiri rakyat luas. Pers borjuasi melakukan kampanye hitam terhadap Kronstadt. Tidak hanya pemerintah dan para pemimpin Soviet saja, tetapi juga Tseretelli[16] dan Skobelev menjadi pemimpin kampanye hitam yang memfitnah para kelasi, tentara, dan buruh Kronstadt.

Di saat ketika internasionalisme revolusioner secara sistematis sedang menggantikan Sosialisme patriotik di pabrik-pabrik dan di antara para tentara di garis depan, para Sosialis di dalam Pemerintahan Provisional, yang patuh pada tuan-tuan mereka, sedang memainkan sebuah permainan yang berbahaya. Dengan sekali pukul mereka ingin menghancurkan garda-depan proletariat revolusioner, dan dengan ini menyiapkan “momen psikologi” untuk Kongres Soviet Seluruh Rusia. Menyatukan demokrasi tani-borjuis kecil di bawah panji liberalisme borjuis, yang merupakan sekutu dan tawanan kapital Anglo-Prancis dan Amerika; secara politik mengisolasi dan “mendisiplinkan” kaum proletariat – inilah tugas utama yang sedang direalisasikan oleh kaum Menshevik dan Sosial Revolusioner dengan semua enerjinya. Bagian utama dari kebijakan ini adalah ancaman penumpasan dan provokasi kekerasan terhadap Kronstadt.
 
Kematian dari kabinet koalisi ini dimulai sejak hari kelahirannya. Sosialisme Revolusioner harus melakukan segalanya untuk memastikan agar kematian ini tidak berakhir menjadi perang sipil. Satu-satunya cara adalah bukan dengan kebijakan kapitulasi atau mengelak, sebuah kebijakan yang sesuai dengan selera para negarawan yang baru matang ini. Yang dibutuhkan adalah kebijakan yang agresif di dalam semua lini. Kita tidak boleh membiarkan mereka mengisolasi diri mereka sendiri. Kita harus mengisolasi mereka. Kita harus menjawab aksi-aksi yang menjijikan dan memuakkan dari pemerintahan koalisi ini, dengan membuat jelas bahkan kepada lapisan rakyat pekerja yang paling terbelakang arti sesungguhnya dari persekutuan yang bersembunyi di balik nama Revolusi ini. Kita harus lawan metode-metode kelas-kelas berpunya dan sekutu Menshevik-Sosial Revolusioner mereka dalam hal pangan, industri, agrarian, dan perang dengan metode-metode proletariat. Hanya dengan ini liberalisme dapat terisolasi dan kelas proletariat dapat memimpin massa kota dan desa. Bersama dengan jatuhnya pemerintahan hari ini – sesuatu yang tak terelakkan – akan jatuh pula para pemimpin Soviet Delegasi Buruh dan Tentara yang sekarang. Sekarang hanyalah kaum minoritas di Soviet [kaum Bolshevik dan sekutu-sekutu revolusionernya – Penj.] yang dapat menjaga otoritas Soviet sebagai perwakilan Revolusi dan menjamin keberlangsungan fungsinya sebagai organ kekuasaan. Hari demi hari ini menjadi semakin jelas. Epos Keimpotenan Ganda, dengan pemerintahan yang mampu dan Soviet yang pengecut, secara tak terelakkan akan menghantarkan kita ke krisis yang sangat buruk. Tugas kita adalah menggunakan dengan baik-baik enerji kita dan menyimpannya untuk momen tersebut, sehingga masalah kekuasaan dapat kita hadapi dengan semua proporsinya.

Juni, 1917


Catatan:

[1] Alexander Guchkov (1862 - 1936) adalah politisi borjuis Rusia. Saat Perang Dunia I, dia menjadi ketua Komite Industri Militer yang dibentuk oleh perusahaan-perusahaan senjata perang untuk menyediakan senjata kepada tentara Rusia. Ketika Revolusi Februari 1917 pecah, dia menjabat sebagai Menteri Perang untuk Pemerintahan Provisional, sampai bulan April. Dia mendukung usaha kudeta konter-revolusioner Jendral Kornilov pada Agustus 1917, sebuah kudeta yang berhasil digagalkan kaum proletariat Rusia di bawah kepemimpinan Bolshevik, dan ini menjadi titik balik bagi Revolusi Rusia dan Bolshevik.

[2] Pavel Nikolayevich Milyukov (1859-1943) adalah pendiri Partai Konstitusional Demokratik atau Kadet, sebuah partai borjuis liberal di Rusia. Setelah Revolusi Februari, Milyukov menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dalam Pemerintahan Sementara. Pada 20 April, dia mengirim surat atas nama Pemerintahan Sementara kepada pihak Sekutu bahwa Rusia siap untuk melanjutkan perang  hingga “kemenangan akhir”. Surat ini bocor dan dia dipaksa mundur pada Mei 1917 akibat demonstrasi besar-besaran dari rakyat Rusia yang mengehendaki berakhirnya perang. Pada Agustus 1917, Milyukov mendukung usaha kudeta Kornilov terhadap Pemerintahan Sementara. Mengikuti kegagalan ini, Milyukov meninggalkan Rusia, kemudian membantu Tentara Putih yang menyerang Uni Soviet.

[3] Alexander Kerensky (1882-1970) adalah anggota sayap kanan partai Sosialis Revolusioner. Saat Revolusi Februari pecah, Kerensky dipilih menjadi wakil ketua Soviet Petrograd. Dia lalu menjabat sebagai Menteri Keadilan dalam Pemerintahan Provisional yang baru dibentuk. Pada Mei 1917, dia menjabat sebagai Menteri Peperangan. Setelah kabinet koalisi pertama runtuh pada Juli 1917, dia naik menjadi Perdana Menteri Pemerintahan Sementara sampai ia digulingkan oleh Revolusi Oktober. Setelah digulingkan, dia mengasingkan diri ke Prancis.

[4] Nikoloz Chkheidze (1864-1926) adalah seorang Menshevik dari Georgia. Setelah Revolusi Februari 1917 pecah, Chkheidze menjadi Ketua Soviet Petrograd.

[5] Kuzma Gvozdez (1883 - ??) adalah seorang Menshevik. Selama Perang Dunia Pertama, dia menjabat sebagai kepala Departemen Buruh dari Komite Industri Perang. Selama 1917, dia dipilih sebagai Komite Eksekutif Soviet, dan lalu menjabat sebagai Deputi Menteri Perburuhan (sejak Mei) dan Menteri Perburuhan (sejak September) Pemerintahan Provisional. 

[6] Boris Bogdanov (1884-1956) adaah seorang pemimpin Menshevik, duduk sebagai anggota Komite Pusat. Dia mendukung Perang Dunia Pertama, dan duduk sebagai Sekretaris Departemen Buruh dari Komite Industri Perang.

[7] Peter Struve (1870-1944) adalah seorang politisi dan intelektual terkemuka Rusia, yang awalnya seorang Marxis, lalu menjadi liberal, dan kemudian setelah Revolusi Bolshevik bergabung dengan Tentara Putih. Ia adalah salah seorang pendiri Partai Konstitusional Demokratik, sebuah partai borjuis liberal.

[8] Fyodor Dan (1871-1947) adalah salah seorang pemimpin utama Menshevik. Dia adalah sosial chauvinis selama Perang Dunia Pertama. Setelah Revolusi Februari 1917, dia menjadi anggota Komite Eksekutif Soviet Petrograd dan mendukung Pemerintahan Sementara. Dia menentang Revolusi Oktober. Pada tahun 1922 diusir dari Rusia karena melakukan aktifitas kontra revolusi. Dia lalu meninggal di Amerika Serikat.

[9] “Gencatan senjata Partai”. Dengan pecahnya Perang Dunia Pertama, Sosial Demokrasi Jerman mendeklarasikan sebuah gencatan “Burgfrieden” dengan kaum borjuasi dan menghentikan segala oposisi terhadap Pemerintahan Kaiser. Kaum Sosialis Prancis juga melakukan hal yang sama dengan “L’Union Sacrée” atau Persatuan Suci Nasional.

[10] Viktor Chernov (1873-1952) adalah salah satu pendiri Partai Sosial Revolusioner (SR). Dia adalah ahli teori partai tersebut. Di bawah Pemerintahan Provisional Kerensky, dia menjabat sebagai Menteri Pertanian.

[11] Pangeran Lvov (1861-1925) adalah Perdana Menteri Pemerintah Provisional yang pertama, dari Maret 1917 hinggal Juli 1917.

[12] Andrei Shingarev (1869-1918) adalah salah seorang pemimpin Partai Konstitutional Demokrat, yakni partai borjuis liberal Rusia. Di Pemerintahan Provisional yang pertama, dia menjabat sebagai Menteri Pertanian dan lalu Menteri Keuangan. Dia mundur dari posisinya Juli 1917.

[13] Matvey Skobelev (1885-1938) adalah seorang Menshevik. Dia menjadi anggota parlemen Duma dari 1912-1917. Setelah Revolusi Februari, ia menjadi pemimpin Soviet Petorgrad dan masuk ke Pemerintahan Provisional sebagai Menteri Buruh. Dia menentang Revolusi Oktober, dan mengasingkan diri ke Paris. Pada 1922 dia kembali ke Uni Soviet dan bergabung dengan Partai Bolshevik. Pada Pembersihan Besar 1938, dia ditangkap dan dieksekusi.

[14] Mikhail Tereshchenko (1886-1956) adalah tuan tanah besar, pemilik pabrik-pabrik gula, dan finansier dari Ukraina. Dia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Pemerintah Provisional dari Mei 1917 hingga Oktober 1917.

[15] Di awal Juni 1917, para kelasi Armada Baltik dan rakyat Kronstadt memberontak melawan Pemerintahan Provisional. Pers Rusia dan asing menyebut mereka “anarkis”. Soviet Buruh dan Tentara Kronstadt, dengan suara 210 lawan 40, menolak Pemerintahan Provisional dan mendeklarasikan bahwa mereka hanya mengakui otoritas Soviet Petrograd. Mereka lalu difitnah ingin memisahkan diri dari Rusia. Para kelasi Baltik adalah kekuatan revolusioner yang aktif di dalam semua tahapan Revolusi – dalam melawan Tsar, dalam melawan Pemerintahan Provisional, dan dalam penumbangan Kerensky pada Revolusi Oktober.

[16] Irakli Tseretelli (1881-1959) adalah salah seorang pemimpin utama Menshevik. Bersama Julius Martov dia menentang Lenin pada Kongres Partai Buruh Sosial Demokrasi Rusia 1903, yang menandai perpecahan awal antara Bolshevik dan Menshevik. Setelah Revolusi Februari 1917, dia memimpin Soviet Petrograd, dan lalu bergabung ke dalam kabinet Pemerintahan Provisional sebagai Menteri Pos dan Telegraf (Mei-Agustus) dan Menteri Dalam Negeri (Juli-Agustus). Setelah Revolusi Oktober, dia mengasingkan diri ke Georgia dan akhirnya meninggal di Amerika Serikat.