Nasrani-Yahudi Dalam Tinjauan Madilog

Tan Malaka (1948)


Sumber: Cetakan ke 2, Penerbit: Toko Buku dan Percetakan “Nusantara”, Bukit Tinggi, 1948.


AGAMA NASRANI

Jesus Nazrenus Rex Jodioram

Jesus dari Nazaret Rajanya Yahudi

Agama Nasrani ialah agama yang dikembangkan oleh Jesus dari Nazaret yang kita namai Nabi Isa. Kita juga sebut agama Kristen ialah agama Kristus. Menurut Encyclopedia Britannica maka Christ itu artinya Mahdi yang dimaksudkan oleh pujaan (prophecy)-nya Yahudi atau raja atas kemauan Tuhan. Menurut Der Chrosse Brockhauss, itu artinya penebus dosa manusia, penjelmaan Tuhan sendiri (die offenbarung Grottes). Susah sekali kalau tidak mustahil memberi definisinya agama Nasrani kalau tidak mesti dicari pada bermacam-macam mazhabnya (sects); buat Orthodox Kristen (kolot), tulisan dan lisan kitab Injil diambil bulat mentah begitu saja. Satu pusat atau kata saja disangsikan maka sarinya sama dengan menyangsikan seluruh kitab Injil dan seterusnya sama dengan menyangsikan esanya Tuhan. Jadi kata ayat dan pasal yang menyatakan bahwa Nabi Isa itu anaknya Tuhan, bisa menyembuhkan semua penyakit dan menghidupkan yang mati, bisa terbang dan berjalan di atas air, hidup kembali sesudah mati berjumpa dengan pengikutnya, semuanya ini buat Kristen Orthodox bukan kiasan melainkan bukti bulat mentah.

Jadi pemandangan yang memperhubungkan Nabi Isa dengan masyarakat Yahudi, memperhubungkan agamanya dan pahamnya Nabi Isa dengan agama dan ciptaan atau idaman Yahudi, pemandangan yang mengaku bisa adanya pengaruh pada dan perubahan dalam agama Kristen itu mesti ditolak mentah-mentah pula. Nabi Isa menurut mereka ialah anak Tuhan, yang dikirimkan-Nya ke dunia fana ini, sebagai janjinya pada Bani Israel, buat menebus dosa manusia. Sifat dan kodratnya Nabi Isa menurut paham ini tentulah sifat dan kodratnya Tuhan. Di sini kegaiban Isa dipulangkan pada ke-Tuhanan dan sebaliknya kegaiban Tuhan itulah yang dijelmakan oleh kegaiban Isa. Kristen semacam ini terdiri dari Kristen Timur (Rusia) dan Katolik Roma, pendeknya dari sebagian besar dari pengikut agama Nasrani akan bersoal jawab dengan Kristen semacam ini, yang juga besar pengaruhnya di Indonesia tentulah pengikut saudara kita di Toba Batak atau di Borneo Dayak ataupun di Papua yang mengikuti agama Nasrani itu. Juga pertama tiada mengutamakan akal logika, Dialektika atau bukti. Di tengah masyarakat Islam tuan Pendeta, walaupun dibelakangnya ada meriam dan tank dan di atas kepalanya ada payung pelindung ialah garuda “Imperialisme”, tiada bisa mengembangkan sayapnya atau kukunya. Lebih dari 1300 tahun Muhammad S.A.W sudah menyanggah ke-Tuhanan Isa; dengan begitu ia sanggah ke-Esaan Tuhan. Bertentangan dengan Kristen kolot pada masyarakat Borjuis Barat juga pada pihak kanan sekali kita dapati di zaman ini ahli filsafat Friederich Nietsche. Ahli filsafat ini bulat mentah tolak semua barang dan perkara yang berhubungan dengan Nabi Isa itu. Dianggap seperti satu kelemahan manusia, tetapi bisa menarik dan menjerumuskan. Di Barat Nietsche seperti anti Kristus. Kaum Nazi menganggap Kristus dan agamanya seperti ciptaan dan impian yudentum.

Materialis dan atheis walaupun timbul pada masyarakat Barat yang umumnya masyarakat Nasrani juga tentulah sudah di luar batas agama Kristen sama sekali. Hal ini tak perlu lagi diuraikan lebih panjang. Di antara Kristen-orthodox bulat mentah dengan Nietsche Nazi anti Kristus itu tentulah berlusin-lusin pula paham yang melayang. Tiadalah perlu diladeni satu persatu. Cukuplah kalau kita kemukakan, bahwa di sini berlaku juga undang perbedaan bilangan, akhirnya berubah menjadi perubahan sifat. Kita mulanya dengan begitu sampai ke tingkat dimana ia itu tidak, A = Non-A, akhirnya kita sampai ke tingkat pembatalan kebatalan.

Demikianlah perubahan teknik pada masyarakat Barat sedikit demi sedikit melalui tiga tingkat undang Dialektika itu, dari zaman Eropa sebelum Isa, sampai ke Feodalismenya zaman tengah (476-1492); dari zaman Feodalisme sampai ke zaman Kapitalisme. Zaman kapitalisme itu berlaku (dari abad 15-16 sampai sekarang di Eropa Barat, kecuali Rusia) perubahan teknik ekonomi pada masyarakat Barat mengubah susunan sosial politiknya, dan susunan kelas baru menimbulkan jiwa (psychology) menurut filsafat dan politik baru pula.

Filsafat dan politik baru dari kelas baru itu, yakni kelas borjuis sebelum Revolusi Perancis (1789) dan kelas proletar itu menentang, merombak dan membinasa cerai-beraikan paham Kristen dan politiknya pendeta dan agama Kristen (1789). Sesudah tahun 1789 kaum borjuis yang menang itu memakai Pendeta dan agama Kristen sebagai sayap kanan politiknya buat menolak semua tantangan proletar. Pertama agama jatuh ke tangan Katolik atau Protestan. Terutama Mazhab Katolik amat rapi organisasinya tentang agama. Tetapi perkara ekonomi, politik, dan sains (science) boleh dikatakan jatuh ke tangan Protestan.

Di Rusia di tahun 1917, perserikatan borjuis, Ningrat, Pendeta itu dihancur-luluhkan oleh kaum proletar di bawah pimpinan partai BOLSHEVIK atas oboran materialisme Dialektika. Demikian cocok dengan majunya ‘teknik” ekonomi, masyarakat filsafat dan politik Barat, selangkah demi selangkah agama Nabi Isa dari kegaiban bulat mentah pada permulaan di Barat dengan garis besarnya bertukar menjadi, “setengah gaib setengah nyata” seperti dianjurkan oleh Thomas, keramat masa skolastik (orang sekolah). Perubahan itu berlaku terus menerus sampai kita ke tingkat Protestan (Luther dan Calvin pada abad ke 16). Umumnya mengakui bahwa, hakekatnya agama Kristen itu, tiada bisa disahkan dengan Logika. Mereka, ahli filsafat Protestan ini, mendapat selimut dari perkataan: A-logis (tak logis). Filsafat Idealismenya Jerman menyesuaikan agama Kristen dengan Kerohaniannya itu dengan “Moderne kultur”.

Kita menjumpai ahli filsafat seperti Herder Scheiermacker, Kant dan Hegel. Kegagahan Kant dan Hegel yang termasyhur di dunia ini, sudah lebih dari cukup ditunjukkan pada permulaan buku ini. Kita tahu, bahwa percobaan Hegel yang bergelar raja filsafat itu menjadi alat adanya filsafat yang bertentangan ialah Materialisme Dialektis, yang bertubuh pada Marx dan Engels.

Di Rusia lama, teknik dan ekonomi itu tak semaju di Barat. Di sana politik dan agama itu, pemerintah dan agama itu tak sampai berpisah. Di sana politik dan agama ditambah dengan kegaiban Timur serta kebudayaan Timur dipadu menjadi satu dan dibadankan pada Tsar, ialah wakil Tuhannya orang Rusia-lama di dunia ini.

Perpisahan pemerintah dan agama itu di Barat, menjadikan perkakas buat kaum Borjuis buat membagi pekerjaan, penentang politik dan filsafat kaum buruh.

DIVISION OF LABOUR (pembagian kerja) semacam itu menambah kekuatan borjuis Barat. Pemborongan (Monopoli) agama, politik dan kebudayaan oleh Tsar itu membawa pemborongan semua kodratnya kelas baru yang ditunjukkannya pula.

Kekuasaan Tsar yang sempurna atas segala-galanya, membawa jatuhnya sempurna dalam segala-gala. Kebulat mentahnya kegaiban di Rusia diganti dengan kebulat mentahnya materialisme Dialektis. Demikianlah pendeknya sifat dan sejarahnya agama Kristen setelah masuk di Eropa Barat melalui kerajaan Romawi, masuk di Eropa Timur melalui Konstantinopel Zaman Nasrani (Sebelum Turki Islam). Sebelumnya agama masuk ke Eropa Timur dan Barat itu dia mempunyai sejarah pula pada Negara asalnya, ialah Palestina.

Disini pengikutnya bukan susunan ARIA, melainkan Bangsa Yahudi.

Pemandangan yang luas dan dalam,  yang berobor materialisme, boleh didapat dalam Bahasa Inggris “Foundation of Christianity”. Buku tebal ini dikarang oleh Karl Kautsky. Pengarang ini ialah seorang sosialis Jerman, boleh dibilang ulama besarnya internasional II.

Kira-kira seperempat abad (1889 - 1917) Karl Kautsky memegang pimpinan tentang teori sosialisme dan menerima pengakuan dari kaum buruh dunia, terutama yang tergabung oleh Internasional II itu. Turun derajat dan akhirnya jatuh Internasional II dari singgasananya, disampingi oleh naik Internasional III, sesudah Revolusi Komunis Rusia (1917) berbarengan dengan turun derajat dan jatuhnya Kautsky serta naik derajatnya Lenin Vladimir Ulianoff.

Polemik peperangan pena Lenin-Kautsky seru sengit, tetapi bergemilang, seperti dua bintang bertempur. Perbedaan mereka Nyata pada paham tentang diktator proletar. Lenin dibenarkan oleh sejarah! Tetapi pada masa Kautsky menjadi ulama besar itu, kelemahannya dalam Dialektika belum begitu terang. Kekurangan tajam matanya terhadap pertentangan kelas di Jerman belumlah memberi akibat yang buruk.

Sebab memang pada tahun 1889-1917 itu proletar Jerman khususnya ada dalam kedudukan yang tinggi sekali, baik dalam ekonomi maupun politik. Tetapi sesudah peperangan dunia (1914-1918) kelemahan Kautsky dalam dialektika mendatangkan akibat jahanam.

Walaupun begitu, tentulah Kautsky, seperti dahulu saya tahu di Rusia Merah sendiri, dianggap sebagai salah seorang yang pernah berjasa pada kaum buruh dunia. Foundation of Christianity tadi ditulis, kalau saya tak lupa, ketika Kautsky masih di puncak kehormatan. Meski diperingatkan pula bahwa masyarakat pada permulaan umur agama Kristen itu belum lagi bisa memajukan diktator proletar.

Boleh jadi kalau saya sekarang baca sekali lagi itu buku, saya bisa melihat kelemahan dalam hal Kautsky menguraikan pertentangan kelas. Tetapi saya tidak ingat kelemahan itu. Boleh jadi juga sebab sudah lebih dari 15 tahun lampau saya membacanya. Sebab saya tidak tahu lain buku tentang agama Kristen yang lebih scientific (menurut ilmu bukti) maka pembaca saya persilakan baca membaca Foundation of Christianity itu. Cara Kautsky menerangkan sesuatu perkara, bentuk pengarang dan kata yang dipakai memang susah sekali dicari taranya.

Di tempat saya sekarang tak ada buku Kautsky itu. Tetapi kalau saya tak silap garis merah besar yang dikemukakan oleh Kautsky berlainan dengan 1001 buku feodal atau borjuis tentang agama Kristen itu ialah:

1. Yesus Kristus. Isa anak Tuhan itu kalau betul ada orangnya yang sebenarnya salah seorang revolusionistis yang teguh tegap memegang dasarnya sampai palangan gantungan dan di atasnya palang gantungan itu sampai jiwanya melayang. Keteguhan hatinya itu mengagumkan musuh dan menyemangati nyawanya.

Dia lahir di daerah Galilea, ialah satu daerah yang masyhur sebagai sarang pemberontak yang tunggang. Bangsa Yahudi pada masa lahirnya takluk pada maharaja Romawi. Bangsanya mereka di bawah pimpinan kaum Rabbi (pendeta Yahudi).

2. Pengikut Nabi Isa pada masa hidup dan pada permulaan timbulnya kaum Kristen itu terdiri dari yang tak berpunya di kota-kota besar dan kampung. Mereka hidup secara sosialistis komunis, tak mengakui hak milik perseorangan dan dianggap sebagai perkumpulan terlarang oleh pemerintah Romawi.3

3. Setelah lama-kelamaan orang yang berpunya memasuki kumpulan rahasia Kristen itu, maka semangat Kristen yang mula-mulanya nyata revolusioner dan sosialistis itu bertukar menjadi kompromistis individualistis.

Tawar menawar dalam politik dan hak diri sendiri tentang harta benda.

4. Akhirnya dalam pemilihan menjadi kaisar (Maharaja) Konstantin Besar mencari dan mendapat sokongan dari kaum Kristen. Dia menang dalam pemilihan itu

Sebagai balas jasanya kaum Kristen maka Konstantin Besar mengaku agama Kristen (pada tahun 313) sebagai agama resmi (disahkan undang). Dengan pengakuan sahnya agama Kristen oleh yang punya dan yang berkuasa itu, lambat laun matilah semangat revolusioner dan sosialistis seperti terdapat pada masa Nabi Isa dan pada permulaan berdirinya agama Kristen.

Demikianlah Karl Kautsky!

Sekarang pengabaran saja dengan sederhana.

Di muka saya ada kitab Injil, tetapi kitab Injil tiadalah memberi keterangan yang nyata langsung dan teratur tentang masyarakat, politik, ekonomi, serta pesawat Yahudi ketika Nabi Isa hidup. Yang barangkali pasti dan saya kemukakan disini hanyalah sekedarnya saja. Dalam lebih dari 1000 tahun sebelumnya Nabi Isa itu, maka bangsa Yahudi dan bangsa pengembara di pegunungan dan gurun pasir mencapai kekuasaan yang tinggi sekali, tidak saja mereka bisa merebut tanah yang subur di Palestina, tetapi mereka bisa mendirikan kerajaan yang kokoh, kuat serta menaklukkan beberapa negeri di sekelilingnya. Di bawah pimpinan Nabi Raja Daud dan Suleman bangsa Yahudi terkenal empat penjuru alam sebagai negara unggul.

Dari singgasana  yang tinggi itu kemudian mereka jatuh ke lembah perhambaan di Babylon. Kemudian mereka dikembalikan pula ke Palestina. Disini mereka ditaklukkan oleh Yunani dan akhirnya oleh Romawi. Pada masa Nabi Isa Palestina ini ialah satu provinsi, daerah jajahan Romawi. Tetapi dalam perkara agama serta adat istiadat bangsa Yahudi pada masa itu dipimpin oleh kaum Rabbi (pendeta Yahudi). Ongkos buat melayani gereja dan Rabbinya itu serta membayar ongkos perangnya tuan Romawi yang tak putus-putusnya tentulah banyak sekali. Sebagian bear dari ongkos perang dan semuanya dan Romawi dan semuanya ongkos gereja mesti dipikul oleh rakyat Yahudi dengan pajak. Tuhan yang Maha Esa yang tiada lemah lembut, melainkan membalas mata dicabut dengan mata dicabut pula, si penggigit digigit (oog om oog, tand om tand), cocok dengan hidupnya pemimpin tunggal, seperti Nabi Musa dan Daud dalam perjuangan yang seru sengit tak putus-putusnya.

Tuhan yang bersifat si penggigit digigit itu sudah bertukar sifat apabila bangsa Yahudi sampai ke tingkat sejarah Nabi (Raja) Suleman, mata terbelalak dan mulut menggigit itu tak jijik lagi dengan lingkungan dalam mahligai Nabi atau Raja Suleman. Seribu permaisuri dari berbagai-bagai bangsa, puteri yang terpelajar dan cantik-molek dan beragama macam-macam pula tiada patut dibilangi dan disengiti. Lagi pula dengan percampur-gaulan dengan pemikir dan beberapa bangsa musafir ke mahligai yang masyhur itu tentu menambah luas dan dalamnya pemandangan seseorang seperti Nabi atau Raja Suleman.

Kompromis dengan pemikir tuan negeri dan sang permaisuri dalam mahligai itu mesti terbayang pula di luar. Di sekeliling serambi gereja Yahudi beberapa macam rumah berhala dengan dewanya didirikan.

Ketika dibuang di Babylon, negara yang mempunyai kebudayaan tinggi, pula tentulah ke-Esaan Tuhan dan sifat si penggigit diigigit yang sudah dijadikan hamba oleh seribu permaisuri dari bermacam-macam bangsa dan agama, tentulah mendapat bahan baru pula. Tak mengherankan sesudah bangsa Yahudi balik dari pembuangan ke Palestina, sifatnya Tuhan itu kalau tidak banyaknya Tuhan sudah berubah.

Bagaimana juga lakonnya perubahan sifat Tuhan itu dari masa Nabi Ibrahim sampai ke masa Nabi Isa pada permulaan tarikh masehi Tuhan itu sudah bukan kepunyaan Yahudi lagi semata-mata. Pada sabdanya Nabi Isa sifat baru itu sudah nyata sekali. Nabi Isa langsung menentang kaum Rabbi dan dia juga menentang pahamnya kaum Rabbi tentang agama.

 Dalam sabda di gunung, Sermon on the mountain (bergrede), ialah kuncinya agama Kristen kita dengan Nabi Isa menganjurkan supaya jahat jangan dibalas dengan jahat pula, melainkan kalau orang pukul pipi kananmu maka kasihlah pipi kirimu. Kalau orang memaksa-engkau berjalan 1 mil jauhnya, ikutlah dia 2 mil jauhnya.

Nabi Isa meng-ikhtisarkan pelajarannya dengan maha kasih pada Tuhan dan kasih pada sesama manusia, seperti diri sendiri, Nabi Isa datang dari seorang pemberontak daerah Calilia disambut rakyat jelata di kota Yerusalem dengan Hosanna (hidup) turunan Nabi Isa atau raja Daud. Dalam kitab Injil kita baca Nabi Isa mengobati semua penyakit dengan mantera saja, menyihirkan roti sampai tujuh potong bisa menjadi ribuan, dsb. Sihir dan kegaiban itu tak masuk ke dalam daerah Madilog yang nyata di sini bahwa kemana Nabi Isa pergi ia diikuti dan disambut oleh rakyat miskin dengan ombak gembira dan hati penuh pengharapan.

Bisakah dan maukah Nabi mengadakan perlawanan dengan senjata? Mau atau tidaknya tidak mudah dijawab, karena bertentangan dengan beberapa sabdanya Nabi Isa kepada muridnya. Pada satu pihak disabdakan bahwa ia tidak datang buat perdamaian, melainkan dengan Pedang. Pada lain pihak disabdakannya bahwa memakai pedang itu akan tertikam oleh pedangnya sendiri.

Tetapi sari pelajarannya ialah maha kasih pada Tuhan (bapa itu) dan kasih pada sesama manusia. Tiada mengherankan!

Perlawanan dengan senjata terhadap partai Rabbi yang dilindungi oleh kerajaan Romawi yang sedang naik mataharinya, yang muda remaja, kuat kokoh itu, mesti akan sia-sia belaka.

Tidak mustahil terpendam dalam hati sanubarinya ada maksud memerdekakan bangsanya dengan senjata, tetapi selama pengikutnya yang didapatnya dalam propaganda selama 18 bulan itu masih begitu sedikit maka maksud seandainya ada mesti dia simpan sementara. Program yang penting dan pertama mesti dijalankan ialah mengasihani Bapa di langit yang selalu ada dimana-mana, adil, pengasih dan penyayang. Tuhan buat Nabi Isa tiadalah bermakna seperti yang diartikan oleh ahli filsafat atau Rabbi. Nabi Isa juga tiada memakai Logika dan Dialektika. Maknanya Tuhan buat dia ialah maknanya yang bisa dimengerti oleh si miskin ramai, yang bukan keluaran sekolah tinggi. Tuhan sebagai Bapa yang adil pengasih penyayang ini dengan dia sendiri sebagai anaknya Tuhan itulah mestinya menjadi ikatan persatuan yang utama. Nabi Isa lebih dulu mencari kerajaan Tuhan dan keadilannya. Sesudah itu makanan dan minuman dan pakaian itu akan didatangkan oleh Tuhan sendirinya. Cuma yang tak bertukar yang mencari benda semacam itu. Demikian sabdanya.

Sudah tentu Madilog bersikap sebaliknya. Makanan dan pakaian itu lebih dahulu, baru keadilan dan kasih sayang pada sesama manusia itu bisa timbul, tumbuh turut menurut.

Tetapi kasih sayang ialah sifatnya “Tuhan” sebagai tali pengikat kaum Kristen itu tiadalah nampak lagi kalau kita dengarkan Nabi Isa menentang partai Rabbi, penindas langsung bangsanya dan perkakas batinnya kerajaan Romawi. Agitator revolusioner macam apapun tak bisa memperbaiki ketajaman dan racunnya kiasan serta sindiran-celaan, dan cacian yang dituduhkan pada para Rabbi. Nabi Isa menyangka pada pendengarnya, manakah yang lebih, emas ataukah gereja yang memuja emas itu? Dinasehatkannya supaya dengarkan dan lakukan apa yang dikatakan oleh Rabbi itu, karena merekalah yang menduduki kursi Nabi Musa. Tetapi janganlah dilakukan apa yang mereka lakukan, karena mereka cuma pandai berkata, tetapi tiada mau melakukan apa yang dikatakannya itu.

Awas engkau, hai alim ulama munafik, engkau pemimpin edan dan buta ular dan keturunan ular berludak (sendok), mustahil engkau akan bisa luput dari api neraka? Demikianlah sikap pengasih penyayang terhadap rakyat miskin tadi, bertukar menjadi sikap galak tajam beracun menantang partai Rabbi. Musuh no. 1.

Pada masa Isapun sudah ada agen provokator (tengkulak penjerat). Mereka bertanya pada Nabi Isa, apakah baik kalau dibayar pajak pada Maharaja di Romawi? Nabi Isa yang baca sanubari mereka jawab dengan cerdik: kasihkanlah kepada Maharaja, haknya Maharaja itu, dan berikan kepada Tuhan, haknya Tuhan itu. Walaupun akibatnya pelajaran Nabi Isa bertentangan dengan Maharaja Romawi, tetapi Nabi Isa tentu juga mengerti bahwa salahlah sikap yang menimbulkan musuh pada 2 barisan (fighting on two fronts). Kekuatan yang pertama mesti dipusatkan dahulu pada partai Rabbi, partai yang dia anggap menghisap langsung dan penghianat bangsa Yahudi.

Partai Rabbi juga maklum dalam hal ini. Sudah lama pula iri hati melihat naiknya pengaruh nabi Isa di antara Rakyat miskin. Rapat ulama (Sanhedrin) diadakan. Rapat memutuskan akan menangkap Nabi Isa. Dia ditangkap sesudah dikhianati oleh Yudas Eskariot, salah satu pengikutnya. Pengikut yang lain mau mengangkat senjata ketika Nabi Isa ditangkap. Tetapi Nabi Isa mencegah dengan sabda, “siapa yang memakai senjata akan dibinasakan oleh senjata juga”. Nabi Isa dibawa ke rapat Rabbi yang sibuk memikirkan tuduhan palsu terhadap Nabi Isa.

Di muka rapat Rabbi, Nabi Isa oleh Imam Besar ditanya apakah ia akui bahwa ia betul anak Tuhan. Nabi Isa akui terus terang. Pengakuan ini dianggap sebagai penghinaan (penghujatan, godslatering)atas dirinya Tuhan. Atas pengakuan ini Imam Besar memutuskan bahwa Nabi Isa mesti dihukum mati.

Nabi Isa diikat atas perintah Rabbi dan diserahkan pada Pontius Pilatus wakil kerajaan Romawi. Nabi Isa tiada menjawab tuduhan Rabbi. Tetapi pertanyaan Pontius Pilatus, apakah betul Isa mengaku, bahwa ia Raja Yahudi, Isa mengaku terus terang.

Pada hari itu biasa dilepaskan seorang hukuman. Apakah Pilatus bertanya kepada para Rabbi, siapakah yang mesti ia lepaskan? Isa atau seorang jahat bernama Barabas, maka para Rabbi meminta supaya Barabas penjahat dilepaskan dan mendesak supaya Isa dipaku di palang gantungan. Pontius terpaksa membenarkan dengan perkataan, bahwa dia tiada mengandung dosa terhadap Nabi Isa.

Ramai dihasut oleh para Rabbi, di atas kepala Nabi Isa ditaruh “Mahkota Duri” sebagai ejekan. Di tangan ditaruh tongkat sebagai ejekan. Ramai yang terhasut itu berlutut di muka Nabi Isa yang bertongkat dan bermahkota duri, sambil berkata “sembah simpuh O, Raja Yahudi”. Tiadalah dilupakan oleh ramai meludahi “Raja Yahudi Itu” . Inilah akhirnya tepuk sorak dan pujian: Hidup turunan Nabi Daud.

Sikap Nabi Isa di muka hakim, di tengah-tengah ejekan caci-maki ramai di atas palang gantungan terus terang mengaku dan teguh tegap memegang azasnya sampai napasnya terakhir, sungguh ajaib, membuat takjub kawan dan lawan.

Walaupun kepercayaan bahwa Nabi Isa hidup kembali dan memberi amanat kembali kepada pengikutnya ada di luar daerah Madilog, tetapi logis dan sepatutnyalah azas dan sikap Nabi Isa terus hidup kekal.

Azasnya Nabi Isa kalau boleh dengan kasar ringkas saja gambarkan ialah “Komunisme sederhana”. Komunisme sederhana ini betul-betul dijalankan oleh kaum Kristen sebelum mereka dimasuki dan pikirannya dipakai oleh kaum berpunya dan berkuasa. Sikap Nabi Isa ialah sikap maha pencinta dan Maha Satria.

Di “kitab Suci” pun bisa kita saksikan, bahwa Nabi Isa selalu didapati di antara ramai, miskin, di antara orang melarat, hina dina, sakit gila. Mereka inilah buat Nabi Isa yang sebenarnya calon buat negara seribu tahun milenium yang akan datang di bumi kita ini, yang penuh dengan keadilan dan cinta kasih sayang. Lebih mudah seekor unta masuk ke lubang jarum dari pada buat seorang kaya masuk ke surga, sabda Isa. Ini menunjukkan bahwa orang kaya itu di luar partainya para Rabbi, perkakas kerajaan Romawi yang hidup sukaria dan gila hormat dan pujian itu, ialah musuhnya mati-matian dan langsung menjadi sebab matinya Nabi Isa.

Pada permulaan tarikh Masehi ini kita belum lagi mempunyai perindustrian kemesinan, pabrik yang bisa mengikat yang tak berpunya itu dalam satu kumpulan, dengan tuntutan ekonomi atau politik. Nabi Isa memakai idaman rakyat jelata pada masa itu. Idaman itu tergambar pada agama Yahudi. Ialah kepercayaan datangnya Negara 1000 tahun yang suci itu, bersama dengan turunnya Almasih, Mahdi. Tiada berapa bedanya kepercayaan rakyat Yahudi pada masa itu dengan kepercayaan rakyat kita di Jawa Tengah pada kedatangan Ratu Adil. Makin mendalam kemelaratan, makin keras pengaruhnya kepercayaan itu di sanubari rakyat. Pemimpin yang jujur tahu membangkitkan semangat rakyat jelata, serta teguh tangkas sikapnya mesti berlaku seperti besi berani yang menarik besi lain. Pengaruhnya tidak bisa disingkirkan. Pemimpin semacam itulah Nabi Isa, menurut paham saya. Dia memenuhi idaman Rakyat Jelata pada masanya.

Idaman semacam itu pada zaman semacam itu mesti tinggal idaman. Sebab barang yang nyata, buat melaksanakan idaman seperti itu, seperti industri model baru, belum ada. Hati gajah tak bisa sama dilapah. Semua kawan berada dalam kemiskinan. Komunisme pada masa itu cuma berlaku dengan hati tungau (kecil) sama dicacah (di raba) saja. Mengadakan perlawanan lahir seperti kaum proletar dimana Blanqui atau dimana Lenin tiada akan ada hasilnya karena bedanya perindustrian modern, belum timbul tunas sama sekali. Di zaman Nabi Isa kaum komunis mesti melakukan pahamnya sama rasa, sama rata, serta sayang menyayangi sesama manusia itu, di atas harta kepunyaan yang segala sederhana. Dalam keadaan segala sederhana ini makanan, pakaian, dan perumahan di kota dan desa dimana berada serdadu Romawi dan kaum Rabbi, pengharapan atau melimpahnya segala-gala, terserah kepada belas kasihan Tuhan di Langit, sebagai bapa yang Maha Sayang yang bersemayam dilangit itulah! Dia mengirimkan anak Tunggal-nya ke dunia fana ini. Buat perintis “negara 1000 tahun” yang penuh dengan keadilan dan cinta kasih sayang itu, “buat rajanya Bangsa Yahudi” Jesus Nazarenus Rex Jodiorum!

AGAMA YAHUDI

Seperti pada sejarahnya kepercayaan Hindustan, maka kepercayaan pada keesaan Tuhan itu, yang cocok dengan Maha Dewanya Hindustan boleh jadi sekali timbul pada tingkat yang lebih tinggi dari pada kepercayaan pada banyak Dewa, dan yang belakangan ini lebih tinggi dari tingkat kepercayaan pada ke-jiwa-an (Animisme).

Sejarah bangsa Yahudi dalam lebih kurang 3000 tahun ini, walaupun lebih pasti dari sejarah Hindustan, tentulah tidak begitu pasti dan sempurna seperti sejarah Eropa dalam 4 atau 5 abad belakangan ini, atau Indonesia dalam 3 abad belakangan ini.

Sumber sejarah Yahudi ialah kitab Injil lama, terutama 5 kitab yang dipulangkan kepada Nabi Musa, bernama kitab Taurat dan kitab Talmud, yang ditulis pada lebih kurang 500 tahun sebelum Nabi Isa. Saya sudah membaca kitab Injil, baik dalam bahasa Belanda, Inggris, atau Indonesia. Saya gemar membacanya, karena memang banyak pengajaran di dalamnya. Norma, susila, pengertian buruk-baik, yang kita peroleh dari cerita Nabi Ibrahim, Musa, Daud, Suleman dan lain-lain, adalah tinggi sekali.

Kesan yang kita peroleh sesudah membaca cerita Yusuf dalam dalam kitab Injil yang Nabi Muhammad juga ikut, tiada mudah dilupakan seumur hidup. Pusaka Yahudi kepada dunia Nasrani dan Islam dalam pengertian buruk baik dalam satu pergaulan manusia, adalah pusaka yang kekal (positive). Cerita dalam kitab Injil ialah sejarahnya Yahudi, tetapi sejarahnya Yahudi lebih banyak dari yang tertulis dalam kitab Injil itu. Sejarah bangsa Yahudi dalam lebih kurang 3000 tahun itu, sejarah tempat diam, pencarian hidup, pesawat dan lain-lain yang teratur dari tahun ke tahun tentulah tidak bisa diperoleh dari Kitab Injil, yang tidak memperdulikan tarikh dan tanggal itu.

Buat mendalamkan pengertian tentang ke-esa-an Tuhan pada bangsa Yahudi kita mestinya mempunyai sejarah yang pasti tentang masyarakat Yahudi pada masa dan sebelum ke-Esa-an Tuhan itu lahir. Kita tahu dari sumber Islam dan Nasrani, bahwa pada masa Nabi Ibrahim, bangsa Yahudi Bani Israel menyembah beberapa Dewa dalam rumah berhalanya. Kita tahu bahwa Nabi Ibrahim itu namanya berkenaan dengan kepercayaan pada ke-eEa-an Tuhan, yaitu Yahwe.

Tetapi ke-Esa-an Tuhan itu lebih nyata dan lebih kita kenal pada zaman Nabi Musa melarikan diri dari Egypte (Mesir) di bawah Firaun ke semenanjung Sinai Lautan Merah.

Bani Israel, yang terdiri dari beberapa suku, yang cerai tidak bersatu adat dan kepercayaan hidupnya sebagai penggembala di Egypte di bawah raja Fir’aun itu, diisap, ditindas, serta dipandang rendah sekali oleh bangsa Egypte (Mesir). Mereka pada satu ketika memutuskan hendak melarikan diri ke Negara baru yang dijanjikan Tuhan (Palestina). Sudahlah tentu mereka tak mempunyai senjata cukup, atau kepandaian keserdaduan yang cukup. Mereka bangsa terhisap, tertindas, dan terhina. Mereka dikejar oleh Fir’aun sudah tentu dengan laskar yang cukup senjata dan kepandaian kemiliterannya. Kalau Fir’aun berhasil usahanya, sudah tentu semuanya atau sebagian besar Bani Israel akan dipancung atau dikubur hidup-hidup.

Dalam pertarungan yang sama sekali tidak seimbang inilah pula timbul seorang pemipin, yang cuma satu dua bisa didapat dalam seribu tahun. Kalau dibuka selimut kegaiban yang diselimutkan pada tubuhnya, maka berdirilah di muka kita satu manusia mesti mendapat kehormatan dari bangsa dan masa manapun juga.

Nabi Musa seorang yang berusia tinggi sudah tentu dia mestinya cerdik pandai. Tiada saja lebih cerdik dan lebih pandai dari mereka di bawah pimpinanya tetapi ia mesti lebih cerdik pandai dari pemimpin, bala tentara kuat-kokoh yang mengejarnya.

Sudah tentu ia mestinya lebih dipercaya oleh susunan suku yang cerai-berai, sering saling bertingkah dan berselisih, sering putus asa dan dalam ketakutan dahsyat.

Perempuan, lelaki, tua dan muda, kuat dan lemah dengan bermacam-macam adat dan paham cuma bisa percaya dan ikut perintahnya Nabi Musa, kalau ia lebih dari mereka dalam segala-gala, kecerdasan, keberanian dan keteguhan hati.

Belum lama berselang dari bangsa Eropa, yang berkebudayaan tinggi dalam daya upayanya melepaskan diri dari ikatannya semboyan yang me-listrik jutaan bangsanya: Ein Volk, Eine Sprache, Eine Fuhrer. (Satu bangsa, satu bahasa, dan satu pemimpin) Rusia sudah lama mempunyai Diktator, malah Negara Demokratis pun seperti Amerika dan Inggris, dalam masa perang ini berada di bawah Fuhrer Roosevelt dan fuhrer Churchill pula.

Pada sejarah Yahudi dimana Negara itu belum ada, dan mesti direbut dari bangsa lain, persatuan teguh atas nama yang Maha Kuasa, tak heran hati rakyat, melakukan: satu Tuhan, satu bangsa dan satu pimpinan pula. Tuhan yang esa, yang menjadikan Negara baru pada Bani Israel itu, yang tentu mesti direbut dengan kepercayaan bulat satu, dan persatuan kokoh di antara beberapa suku cerai berai itu, ialah Yahweh.

Pemimpin yang tahu maksudnya yang esa itu, yang kalau perlu bisa berjumpa dengan dia, oleh sebab itu bisa mempersatukan bermacam-macam suku itu, ialah Nabi Musa. Atas kepercayaan pada satu Tuhan, Yahweh, maka di semenanjung Sinai semua suku Bani Israel itu dipersatukan oleh Nabi Musa. Keperluan buat bersatu menentang bermacam-macam kerusuhan membutuhkan persatuan kepercayaan, pada satu Tuhan, adalah erat sekali seluk beluknya.

Fir’aun dan tentaranya ditenggelamkan Yahweh di Laut Merah. Bani Israel sekarang mengembara di pesisir Timur Laut Merah di Semenanjung Sinai. Pengembaraan puluhan tahun itu menukar manusia bersifat penakut menjadi pemberani. Nama Israel itu artinya juga pahlawan Tuhan. Atas pertolongan Yahweh, mereka menang dari tentara Fir’aun bukan?

Lebih kurang pada tahun 1220 sebelum Nabi Isa, Bani Israel, Pahlawan Tuhan, menyerbu ke Palestina, dari Timur dan Selatan. Akhirnya lebih kurang tahun 1000 sebelum Nabi Isa, mereka bisa merebut pegunungan dekat Palestina, tetapi tiada bisa menaklukkan negara di pesisir. Juga kota yang besar-besar seperti Yerusalem, Heggida, Besan dan segalanya belum lagi dapat ditaklukkan. Pertarungan yang seru sengit dengan bangsa Kanaan, Bangsa Filisten dari pesisir dan bangsa Badui terus menerus saja berlaku.

Setelah Nabi Musa meninggal, maka “Persatuan” agama di bawah satu pimpinan menghadapi musuh yang banyak dan kuat tadi, tentulah tidak kurang dirasa perlunya. Pahlawan Tuhan Bani Israel sekarang tiada lagi bangsa pengembara semata-mata.

Pemimpin tunggalnya tiada lagi kerjanya semata-mata buat mencari jalan di gunung atau gurun pasir atau pemuja Yahweh seperti pada masa Nabi Musa, Bani Israel sekarang sudah menjadi penakluk, perebut negara baru, jadi tani, penggembala dan serdadu. Sekarang satu pimpinan Tunggal perlu buat menyelenggarakan pertanian, penggembalaan, pertukangan dan perniagaan. Perlu buat menyelenggarakan kepolisian, kehakiman, dan kemiliteran. Perlu buat menyelenggarakan politik dan diplomasi buat ketentaraan terhadap ke dalam dan keluar Negara. Pemimpin Tunggal yang berkuasa dalam perkara ekonomi, politik dan diplomasi itu biasanya kita namai raja. Tetapi kerajaan itu oleh Bani Israel, Pahlawan Tuhan, diperoleh sebagai hasil baik, upah dari kepercayaan dan ke-Esa-an Tuhan, pada Yahweh, sebagai hasil peperangan atas namanya Tuhan. Raja semacam itu, tiada saja berkuasa menyelenggarakan perkara keduniaan tetapi juga perkara akhirat; memuji dan memuja Yahweh. Pemerintah semacam itu dinamakan Teokrasi, pemerintah Tuhan. Ketunggalam pemimpin atas perkara dunia dan akhirat itu terbayang terang benderang pada ketunggalannya ke-esa-anya Tuhan, Yahweh. Kekuasaan tentang dunia dan akhirat itu sudah dipegang oleh Raja Saul. Tetapi Raja Nabi Daud, lebih banyak berperang dan lebih banyak menang. Hidupnya Raja Nabi Daud seolah-olah buat berperang saja. Daerah pemerintahannya tidak saja meliputi sukunya sendiri, ialah suku Yuda, tetapi juga seluruh kerajaan Saul Almarhum. Selain dari pada itu, Raja Nabi Daud menaklukkan bangsa Filisten dan Kanaan. Perselisihan di antara keluarganya berhenti, sesudah ia memilih anaknya Nabi (Raja) Suleman sebagai penggantinya. Nabi (Raja) Suleman yang kita kagumi kecerdikannya mengembangkan kerajaannya terutama dengan jalan perkawinan dan perjanjian. Mesir digabungkan dengan kerajaannya yang mengawini puteri Fir’aun. Dengan perjanjian (diplomasi), Tyrus juga bersekutu dengan kerajaan Salomon, dengan mengirimkan kapal ke Tanah Emas, nabi (Raja) Suleman menempuh perniagaan dan politik dunia.

Tiadalah mengherankan kalau Nabi (Raja) Daud senang dengan dan Rakyatnya mufakat dengan tunggalnya Tuhan yang menguasai seluruh alam. Karena Tuhan itu tidak berbantahan dengan dirinya sebagai Nabi (Raja) yang tunggal pula menguasai perkara dunia dan akhirat.

Cocok dengan massa dan murba, cocok dengan tempo dan tempat, puteranya Nabi (Raja) Daud, yakni Nabi (Raja) Suleman mendirikan gereja Yahweh pada 945 sebelum Nabi Isa di Yerusalem. Gereja ini penuh dengan segala keindahan.

Tetapi sebagai suami dari 700 permaisuri dan 300 gundik dari bermacam-macam agama itu, dia tidak boleh monopoli semua kepercayaan dan memaksa Sang permaisuri memeluk kepercayaan yang dipusatkan oleh Nabi Ibrahim, Musa dan Daud kepadanya. Seperti dia dikelilingi oleh ratusan permaisurinya dari bermacam-macam agama itu begitu pula gereja Yahweh dikelilingi oleh rumah penuh berhala buat Dewa permaisurinya. Buat melayani permaisuri ratusan itu, buat kawin dan pesta keselamatan berkali-kali dan mahal itu, buat mendirikan gedung yang indah permai, rakyat di bawah Nabi (Raja) Suleman berat sekali musti memikul pajak. Kecerdikan dan tangan kerasnya bisa memadamkan rasa pemberontakan. Tetapi sesudah dia meninggal kerajaan pecah belah. Pada tahun 921 sebelumnya Nabi Isa kita saksikan dua kerajaan: Yuda dan Israel. Pada berapa abad berikut kita saksikan sengketa dan peperangan saudara di antara dua kerajaan itu. Demikianlah yang satu melemahkan yang lain setahun demi setahun. Sampai kita akhinrya melihat Pahlawan Tuhan kalah perang dengan Kerajaan Babylonia dan diangkut ke Babylonia dari tahun 597 sampai tahun 586 sebelum Nabi Isa.

Kepercayaan pada kekuasaan Tuhan, pada Yahweh, tiadalah berkurang, malah bertambah-tambah. Bukanlah persatuan suku di atas kekuasaan Tuhan, Yahweh, yang melepaskan Bani israel dari telapak kaki Fir’aun?

Bukanlah persatuan dan kesatuan Yahweh, yang melahirkan Nabi (Raja) Daud dan Suleman dan kerajaannya, dan mengikat bermacam-macam bangsa dan Negara yang dipuji dan dipuja di seluruh dunia? Ke-esa-an Tuhan tidak bersalah. Ke-esa-an bangsa Yahudi mesti diperkokoh. Ke-esa-an itu tentu perlu lagi disertai lagi ke-esa-an Tuhan. Di Babylonia, di tempat pembuangan itu, tak ada raja dari Bani Israel atau Bani Yuda yang bisa mempersatukan rakyat dengan polisi kepercayaan. Kepercayaan itu banyak berhubungan dengan Bani Yuda sebab itu kita sekarang memakai nama Yahudi.

Kepercayaan Yahudi sesudah pembuangan itu tentulah mendapat perpaduan dan sepuhan dengan kepercayaan dan pengetahuan lain. Bangsa Yahudi berbalik ke Palestina buat tinggal beberapa abad sampai pada masa mereka bercerai-berai di seluruh dunia seperti sekarang.

Dalam perjalanan lebih dari 2000 tahun di belakang ini maka agama Yahudi dipengaruhi oleh filsafatnya Yunani itu. Sari itu tentu berlainan dengan sari dengan sari di zaman mudanya, dan Grosse Vrockhauss mengikhtisarkan sari pengertian sekarang dengan:

1. Kepercayaan kepada Tuhan yang esa, yang tidak berbadan melainkan semata-mata  terdiri dari rohani.2

2. Alam Raya ini, ialah “bikinan yang esa itu”.

3. Tuhan yang esa itu ialah bapa sekalian manusia.

4. Yang esa itu sudah mengumumkan kemauannya dengan firmannya.

5. Dasarnya pembikinan Tuhan itu ialah:

6. Manusia merdeka memilih yang buruk dan yang baik.

7. Tuhan itu ialah membikin undang dan penghukuman.

8. Maksudnya manusia ialah negara akhirat menurut Messiah (Mahdi). Negara ini penuh kasih sayang keadilan serta perdamaian. Manusia mesti kerja mendapatkannya.

9. Tuhan memilih Bani Israel mengembangkan firmannya.

10. Bumi fana ini akan berakhir pada dunia baka.