LAPORAN KOMISI TENTANG PERMASALAHAN NASIONAL DAN KOLONIAL

V.I. Lenin (1920)


Sumber: V.I. Lenin, On the Foreign Policy of the Soviet State, Moscow, Progress Publishers, Collected Works, Vol. 31 hlm. 258-264. Report Of The Commission On The National and The Colonial Questions

Penerjemah: Anonim


Komisi  Permasalahan Nasional dan Kolonial dibentuk  pada  Kongress  Kedua Komunis Internasional dari para wakil Partai Komunis Soviet Rusia, Bulgaria, Prancis, Belanda, Jerman, Hongaria, AS, India, Cina, Korea, Inggris Raya dan lainnya. Komisi ini bekerja di bawah kepemimpinan Lenin, yang tesisnya tentang permasalahan nasional dan kolonial dibahas pada sesi keempat dan kelima dalam Kongres tersebut dan disetujui pada 28 Juli 1920.

*   *   * 

Kawan-Kawan,  Saya akan membatasi diri pada sebuah pengantar singkat,  dimana setelah itu Kawan Maring, yang menjadi sekretaris komisi kita, akan menyampaikan catatan rinci tentang perubahan-perubahan yang kita buat dalam tesis ini. Lalu akan diikuti oleh Kawan Roy yang merumuskan tesis suplementer. Komisi kita ini secara bulat menerima baik tesis pendahuluan, yang sudah  diamandemen, dan tesis suplementer. Kita juga telah mencapai keputusan bulat atas semua isu utama. Sekarang Saya akan menyampaikan suatu pidato ringkas.

Pertama, apa yang merupakan gagasan pokok yang mendasari tesis kita ? Pembedaan antara negara tertindas dan penindas. Dan tidak seperti Internasional Kedua dan demokrasi borjuis, kita memberikan penekanan pada pemisahan ini. Pada jaman imperialisme ini, adalah penting bagi kaum proletariat dan Komunis Internasional untuk membangun fakta-fakta ekonomi yang konkret dan beranjak dari realitas-realitas konkret bukan dari postulat-postulat abstrak, mengenai  permasalahan kolonial dan kebangsaan.

Ciri khas imperialisme yang ada di belahan dunia, seperti yang kita lihat sekarang, adalah pembagian dunia atas sejumlah besar bangsa-bangsa tertindas dan sejumlah kecil bangsa penindas yang menguasai kemakmuran secara besar dan angkatan bersenjata yang kuat. Mayoritas terbesar populasi dunia, lebih dari satu miliar, bahkan mendekati 1 miliar 250 juta, jika total populasi diperkirakan 1 miliar 750 juta-- atau dengan kata lain, sekitar 70% populasi dunia,  dihitung  sebagai bangsa-bangsa tertindas, baik yang merupakan suatu negara jajahan langsung maupun bersifat semi koloni seperti, misalnya, Persia,Turki,  dan Cina, atau yang, setelah menderita kekalahan di  tangan  kekuasaan imperialis besar,dijadikan sangat bergantung pada  kekuasaan  tersebut berdasarkan  traktat-traktat damai. Gagasan pembedaan ini, yaitu pembagian  bangsa-bangsa ke dalam penindas dan tertindas, menyita habis seluruh tesis tersebut, bukan hanya  tesis pertama yang diterbitkan lebih awal atas nama saya, namun juga tesis yang diajukan oleh Kawan Roy. Yang terakhir ini tersusun terutama dari titik pijak situasi di India dan negara-negara Asia besar lainnya yang ditindas oleh Inggris. Inilah yang menjadikannya  begitu berhargai.

Gagasan  dasar kedua dari tesis kita adalah bahwa dalam situasi  dunia  saat ini,  setelah  perang imperialis, hubungan antar manusia  dan keseluruhan  sistem politik dunia, ditentukan oleh perjuangan sekelompok kecil bangsa imperialis melawan gerakan Soviet dan negara-negara Soviet yang dipimpin Soviet Rusia. Jika kita tidak menanamkannya dalam pikiran kita,  kita tidak akan dapat mengambil sikap atas permasalahan nasional dan kolonial secara benar, apalagi  ia berada di belahan dunia yang sangat jauh. Partai-Partai Komunis, baik di negara beradab maupun terbelakang, dapat mengungkapkan dan menyelesaikan permasalahan politis secara benar hanya jika mereka  menjadikan ini sebagai titik awal mereka.

Ketiga,  Saya secara khusus akan menekankan permasalahan gerakan  borjuis-demokratik  di negara-negara terbelakang. Permasalahan inilah yang  memunculkan beberapa perbedaan. Kita membahas apakah benar atau tidak, dalam  prinsip  dan teori, untuk menyatakan bahwa Komunis Internasional dan  partai-partai Komunis  harus mendukung gerakan borjuis-demokratik di negara-negara  terbelakang. Hasil diskusi kita, sampai pada keputusan bulat untuk mengkampanyekan  gerakan revolusioner nasional dan bukannya gerakan "borjuis-demokratik." Tidak perlu ada keraguan bahwa setiap gerakan kebangsaan hanya dapat menjadi sebuah gerakan borjuis-demokratik, jika massa populasi yang besar di negara-negara terbelakang terdiri atas petani yang merepresentasikan hubungan borjuis-kapitalis. Adalah utopia untuk meyakini bahwa partai-partai proletarian, tentu saja jika mereka dapat muncul di negara-negara terbelakang tersebut, mengikuti taktik-taktik  komunis dan sebuah kebijakan komunis tanpa menegakkan hubungan yang jelas dengan gerakan petani dan tanpa memberikannya dukungan efektif.  Namun,  tidak terbantahkan bahwa jika kita menyuarakan gerakan gerakan borjuis-demokratik, kita akan melenyapkan semua pembedaan  antara gerakan reformis dengan gerakan revolusioner. Namun belakangan ini pembedaan itu telah dengan sangat jelas ditampakkan di negara-negara terbelakang dan jajahan, karena borjuasi imperialis sedang melakukan apa saja  dengan kekuasaan mereka untuk menanamkan suatu gerakan reformis di tengah-tengah bangsa-bangsa tertindas.  Terdapat suatu kesesuaian tertentu antara kaum borjuasi negara penghisap dengan  mereka  yang dari negara jajahan, sehingga sering --bahkan  mungkin  pada  banyak kasus--sekalipun borjuasi negara tertindas mendukung gerakan nasional,  mereka bergandengan tangan dengan borjuasi imperialis, yakni, menjalin kekuatan  bersama menentang semua gerakan dan klas-klas  revolusioner. Secara tak terbantahkan  hal ini dibuktikan dalam komisi, dan kita memutuskan bahwa satu-satunya hal yang tepat adalah mengangkat pembedaan ini ke dalam catatan dan hampir pada semua kasus mengganti kata "revolusioner nasional" untuk kata "borjuis-demokratik.". Signifikansi perubahan ini adalah bahwa kita, sebagai Komunis, harus dan akan mendukung gerakan pembebasan borjuis di koloni-koloni hanya ketika mereka adalah revolusioner sejati, dan ketika eksponen mereka tidak menghalangi kerja kita dalam mendidik dan mengorganisasikan petani dan  massa luas tertindas dalam suatu semangat revolusioner. Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, kaum Komunis di negara-negara ini harus memerangi kaum borjuasi reformis, dimana di antara mereka juga merupakan terdapat para pahlawan Internasional Kedua. Partai-partai reformis telah hadir di negara-negara kolonial, dan dalam beberapa kasus juru bicara mereka menyebut diri mereka Sosial-Demokrat dan sosialis. Pembedaan yang Saya acu telah tercakup dalam semua tesis dengan hasil,  Saya pikir, bahwa pandangan kita sekarang dirumuskan secara lebih tajam.

Berikut,  Saya akan membicarakan Soviet-Soviet  petani.  Aktivitas-aktivitas praktis Komunis Rusia di koloni-koloni bekas tsaris, di negara  terbelakang  seperti Tukestan, dan lainnya, menghadapkan kita dengan  permasalahan tentang  bagaimana menerapkan taktik-taktik dan kebijakan komunis dalam syarat-syarat pra-kapitalis. Karena sifat yang paling menentukan di negara-negara ini adalah dominasi hubungan pra-kapitalis, karenanya di sana tidak akan ada permasalahan tentang sebuah gerakan proletarian secara murni. Secara praktis tidak terdapat proletariat industrial di negara-negara tersebut. Namun demikian, bahkan di sana kita telah mengasumsikan, kita harus mengasumsikan, peran pemimpin. Pengalaman menunjukkan kesukaran-kesukaran besar yang harus kita atasi di negara-negara ini. Namun hasil praktis yang dicapai merupakan bukti bahwa sekalipun dengan kesukaran, kita berada dalam satu posisi untuk menginspirasikan massa dorongan pemikiran politis independen dan aksi politis independen, bahkan dimana secara praktis tidak terdapat kaum proletariat. Bagi kita kerja ini lebih sukar daripada yang dihadapi para kawan-kawan di negara Eropa Barat, karena di Rusia kaum proletariat kewalahan dengan kerja administrasi negara. Dan cukup dapat dipahami bahwa petani yang hidup dalam ketergantungan semi-feodal dapat dengan mudah menerima (assimilasi) gagasan organisasi Soviet dan menerjemahkannya ke dalam praktek. Juga jelas bahwa massa tertindas, mereka yang tereksploitasi bukan hanya oleh kapital dagang namun juga oleh kaum feodal, dan oleh sebuah negara yang didasarkan feodalisme, dapat menerapkan senjata  ini,  sesuai dengan kondisi  mereka  sendiri.  Gagasan organisasi  Soviet  sangat sederhana, dan dapat diaplikasikan bukan hanya kepada kaum proletar, namun juga kepada petani feodal dan hubungan semi-feodal. Hingga kini pengalaman kita dalam hal ini belum sangat berarti , namun dari debat dalam komisi, dimana beberapa perwakilan dari negara-negara jajahan ikut sertai, secara meyakinkan menunjukkan bahwa tesis Komunis Internasional harus menetapkan bahwa Soviet-Soviet petani, Soviet dari yang tertindas, merupakan sebuah senjata yang dapat dipakai bukan hanya di negara kapitalis, namun juga di negara dengan hubungan pra-kapitalis, dan merupakan kewajiban yang mengikat dari partai-partai Komunis, dan dari elemen-elemen yang dipersiapkan untuk menegakkan partai-partai Komunis, untuk melakukan propaganda demi Soviet-Soviet petani, atau Soviet-Soviet rakyat pekerja, dimanapun, termasuk negara terbelakang dan koloni-koloni. Dimanapun kondisi memungkinkan, mereka harus melakukan upaya segera untuk membentuk Soviet-Soviet rakyat pekerja.

Hal ini membuka sebuah ruang yang sangat penting dan menarik bagi  aktivitas  praktis kita. Sejauh ini pengalaman kita   tentang  hal  ini belum banyak,  namun secara bertahap akan lebih banyak data (hasil, pent) yang  kita kumpulkan. Tidak bisa disangkal lagi bahwa kaum proletariat negara-negara  maju dapat dan harus membantu massa pekerja negara terbelakang sehingga negara-negara  terbelakang dapat tumbuh sesuai tahap perkembangannya pada saat dan ketika republik-republik Soviet yang sudah menang memperluas bantuan kepada massa ini dan berada dalam posisi memberikan dukungan kepada mereka.

Ada sedikit  perdebatan  tentang permasalahan ini  dalam  komisi,  dan bukan hanya dalam kaitan dengan tesis saya, namun lebih berkaitan dengan tesis Kawan Roy, yang akan dipertahankannya di sini dan dalam beberapa amandemen yang sudah diterima secara bulat.

Pertanyaannya adalah: apakah kita,  diantara orang yang melihat kemajuan nyata  sejak perang, harus menetapkan bahwa tahap perkembangan ekonomi kapitalis adalah tidak terelakkan bagi bangsa-bangsa terbelakang sebagai jalan pembebasannya (emancipation) ? Kita menjawab tidak (negative). Jika kaum proletariat revolusioner  memenangkan propaganda sistematis di antara mereka, sementara pemerintahan Soviet-Soviet membantu dengan semua kemampuan yang ada --pada situasi tersebut adalah keliru untuk menganggap bahwa tahap perkembangan kapitalis  tidak terelakkan bagi bangsa-bangsa terbelakang. Pada semua koloni dan negara terbelakang, kita tidak boleh hanya membangun kesatuan-kesatuan pejuang independen dan organisasi partai; bukan hanya melancarkan propaganda segera bagi organisasi Soviet-Soviet petani dan berjuang keras untuk meyesuaikan (adapt) mereka dengan kondisi-kondisi pra-kapitalis, namun Komunis Internasional harus maju dan secara teoritis memajukan dalil (proposition), disertai  dasar teori yang kuat,  bahwa negara terbelakang ini dapat, dengan bantuan proletariat negara maju, menuju sistem Soviet, dan, melalui tahap perkembangan yang pasti menuju komunisme, tanpa harus melalui tahap kapitalisme.

Pengalaman semacam ini belum ada sebelumnya.  Pengalaman praktislah yang akan mengajari mereka. Namun secara jelas telah ditegaskan bahwa gagasan Soviet dipahami  oleh massa rakyat pekerja, sekalipun bangsa-bangsa  yang  jauh , bahwa Soviet harus  disesuaikan  dengan kondisi-kondisi sistem sosial pra-kapitalis, dan bahwa partai-partai Komunis segera harus, dan di semua bagian dunia, memulai kerja dalam arah ini.

Saya juga ingin menyebutkan betapa pentingnya kerja revolusioner partai-partai  Komunis  bukan hanya di negara mereka masing-masing,  namun  juga  di negara-negara  kolonial,  dan  khususnya di tengah-tengah  bala  tentara  yang ditugaskan  negara penindas untuk menundukkan rakyat jajahan.

Kawan Quelch dari Partai Sosialis Inggris telah mengangkat ini dalam komisi kita. Ia mengatakan bahwa membantu bangsa-bangsa yang diperbudak dalam pemberontakan  melawan kekuasaan Inggris akan dianggap kaum pekerja Inggris sebagai pengkhianatan.  Benar, para jagoan dan aristokrat buruh Inggris serta Amerika yang sangat chauvinis dan kenasionalis-nasionalisan ini merepresentasikan sebuah bahaya yang sangat besar terhadap sosialisme, dan merekalah benteng bagi Internasional. Kedua.  Kita di sini dihadapkan dengan pengkhianatan terbesar dari para pemimpin dan pekerja yang menjadi bagian dari borjuis Internasional. Permasalahan kolonial dibahas juga dalam Internasional Kedua. Manifesto Basle sudah cukup jelas tentang hal ini. Partai-partai Internasional Kedua bersumpah untuk melakukan aksi revolusioner, namun mereka tidak menunjukkan  tanda kerja revolusioner sejati atau bantuan kepada bangsa tertindas serta membiarkan sendiri bangsa-bangsa tertinda itu melawan bangsa-bangsa penindasnya. Dan hal ini, Saya pikir, berlaku bagi banyak partai yang telah menarik diri dari Internasional Kedua dan ingin bergabung dalam Internasional Ketiga. Ini harus kita deklarasikan secara terbuka, agar semuanya mendengar, dan  ini tidak dapat ditolak. Kita akan melihat apakah ada upaya dilakukan untuk menyangkalnya.

Semua pertimbangan ini sudah dijadikan basis bagi resolusi kita yang  tentu sang panjang, namun bagaimanapun, , Saya yakin, akan sangat berguna dan akan sangat membantu dalam pembangunan dan pengorganisasian  kerja revolusioner  sejati dalam  kaitannya  dengan  permasalahan kolonial dan nasional.  Dan itulah  tugas prinsipil kita.

Pertama kali diterbitkan dalam Kongres Kedua Internasional Komunis. Verbatim Report, Communist International Pub­lishers, Petrograd, 1921.


Keterangan:

Maring, H --delegasi Kongres Kedua Komintern dari Partai Komunis Hindia Belanda (Indonesia); bekerja dalam komisi permasalahan nasional dan kolonial.

Roy, Manabendra Nath (lahir 1890) --mantan Komunis India, delegasi pada Kongres Kedua Komintern. Pada 1929 ia dikeluarkan dari Partai Komunis dan Komintern sebagai pembelot sayap Kanan.

JQuelch, Tom --Komunis Inggris, sebelum pembentukan Partai Komunis menjadi bagian dari sayap Kiri Partai Sosialis Inggris. Pada 1920 menjadi delegasi pada Kongres Kedua Komunis Internasional, dimana ia terpilih untuk Komite Eksekutif Komintern.

Luxemburg, Rosa (1871-1919) --figur terkemuka dalam gerakan Kelas pekerja internasional, Polandia, dan Jerman, salah satu dari pemimpin sayap Kiri Internasional Kedua. Dari akhir abad ke-18 ia dengan semangat  memerangi revisionisme dalam jajaran Sosial-Demokrasi. Selama Perang Dunia I ia setia pada titik pijak internasionalis, dan merupakan ideolog dan salah seorang organiser Liga Spartakus. Selama revolusi November 1918, ia memimpin pelopor revolusioner pekerja Jerman. Ia adalah salah seorang pendiri Partai Komunis Jerman. Pada Januari 1919 ia dibunuh oleh gang Noske.

Partai Sosialis Inggris (BSP) didirikan di Manchester pada 1911 oleh  per­satuan Sosial-Demokratik dan kelompok sosialis lainnya. BSP menjalankan propa­ganda Marxis, namun keanggotaannya kecil, kontaknya dengan massa sangat  lemah dan, karenanya, agak sektarian. Selama Perang Dunia I sebuah perjuangan  tajam berkembang  antara  kecenderungan  internasionalis  (Albert  Inkpin,  Theodore Rothstein,  John Maclean, William Gallacher dan lainnya) dengan kecenderungan sosial-chauvinis yang dipimpin Hyndman. Di antara kecenderungan internasiona­lis terdapat beberapa elemen yang sedang berkibar yang menduduki posisi sentris pada soal tertentu. Konferensi tahunan BSP di Salford pada April1916 mengutuk posisi sosial-chauvinis Hyndman dan pendukungnya dan mereka mening­galkan partai.
BSP menyambut Revolusi Sosialis Oktober, dan para anggotanya memainkan peran penting dalam gerakan gerakan pekerja Inggris demi membela Soviet Rusia terha­dap intervensi asing. BSP, bersama dengan Kelompok Persatuan Komunis, sangat bertanggungjawab bagi pondasi Partai Komunis Inggris Raya. Pada ákongress persatuan pertama, pada 1920, banyak organisasi lokal BSP memasuki Partai Komunis.

Manifesto Basle (1912) yang menentang perang diadopsi secara mutlak oleh Kongres Luar Biasa Internasional Kedua yang dilakukan di Basle (Swiss) pada 24 dan 25 November 1912. Manifesto ini membicarakan sifat pemangsa dari perang imperialis ... dan menyerukan kepada kaum sosialis di semua negeri untuk dengan tegas memeranginya. Manifesto Basle mengulangi proposisi yang diintroduksikan dalam resolusi tentang perang pada Kongres Stuttgart (1907) Interna­sional Kedua oleh Lenin dan Rosa Luxemburg --dalam peristiwa pecahnya perang imperialis, kaum sosialis harus mengambil keuntungan dari krisis ekonomi dan politik demi mempersiapkan revolusi sosialis. Para pimpinan Internasional Kedua, Kautsky, Vandervelde, dan lainnya yang memberikan suara bagi proposisi ini, melupakan Manifesto Basle ketika Perang Dunia I pecah dan mengambil pososi berdampingan dengan pemerintahan imperialis.