Revolusi Proletariat dan Kautsky si Pengkhianat

V.I. Lenin (1918)


Demokrasi Borjuis dan Demokrasi Proletariat

 

Masalah yang dikacau-balaukan oleh Kautsky sesungguhnya adalah ini.

Bila kita tidak ingin menghina akal sehat dan sejarah, jelas bahwa kita tidak bisa berbicara mengenai “demokrasi murni” selama kelas-kelas yang berbeda eksis; kita hanya dapat berbicara mengenai demokrasi kelas. (Mari kita katakan dalam tanda kurung bahwa “demokrasi murni” bukan hanya sebuah frase yang bodoh, yang mengungkapkan ketidakpahaman mengenai perjuangan kelas dan watak negara, tetapi juga sebuah frase yang kosong, karena dalam masyarakat komunis demokrasi akan melayu dalam proses di mana ia berubah dan menjadi sebuah kebiasaan, tetapi tidak akan pernah menjadi demokrasi “murni”.)

“Demokrasi murni” adalah sebuah frase tidak-jujur dari seorang liberal yang ingin menipu para buruh. Sejarah mengenal demokrasi borjuis yang menggantikan feodalisme, dan demokrasi proletariat yang akan menggantikan demokrasi borjuis.

Ketika Kautsky membaktikan puluhan lembar halaman untuk “membuktikan” bahwa demokrasi borjuis adalah sesuatu yang progresif dibandingkan dengan abad pertengahan, dan bahwa kaum proletariat harus menggunakan demokrasi ini dalam perjuangannya melawan kaum borjuasi, ini pada kenyataannya tidak lebih dari omong kosong liberal untuk menipu buruh. Ini adalah sebuah truisme, tidak hanya bagi Jerman yang terpelajar, tetapi juga bagi Rusia yang tidak terpelajar. Kautsky sesungguhnya melemparkan debu “pintar” ke mata buruh ketika, dengan sombongnya, dia berbicara mengenai Weitling[1] dan kaum Jesuit Paraguay[2] dan banyak hal lainnya, guna menghindari berbicara mengenai esensi borjuis dari demokrasi modern, atau demokrasi kapitalis.

Kautsky mengambil dari Marxisme apa yang dapat diterima oleh kaum liberal, oleh kaum borjuasi (kritik terhadap Abad Pertengahan, dan peran historis yang progresif dari kapitalisme secara umum dan demokrasi kapitalis khususnya), dan mencampakkan, bungkam, dan mengabaikan semua yang ada di dalam Marxisme yang tidak dapat diterima oleh kaum borjuasi (kekerasan revolusioner kaum proletariat terhadap kaum borjuasi dalam usahanya untuk menghancurkannya). Inilah mengapa Kautsky, karena posisi objektifnya dan tidak peduli apa kepercayaan subjektifnya, secara tak terelakkan membuktikan dirinya sebagai seorang kacung kaum borjuasi.

Demokrasi borjuasi, walaupun adalah sebuah kemajuan historis yang besar dibandingkan dengan abad pertengahan, akan selalu terbatas, tidak lengkap, dan munafik, sebuah surga untuk yang kaya dan jebakan dan tipuan bagi yang tertindas, bagi yang miskin. Kebenaran inilah yang membentuk bagian paling penting dari ajaran Marx, yang gagal dipahami oleh Kautsky “sang Marxis”. Mengenai isu fundamental ini Kautsky memberikan “rasa bahagia” kepada kaum borjuasi, alih-alih kritik ilmiah terhadap kondisi-kondisi yang membuat setiap demokrasi borjuis sebagai sebuah demokrasi untuk kaum kaya.

Mari kita ingatkan Tn. Kautsky yang sangat terpelajar ini mengenai proposisi teoritis Marx dan Engels, yang telah begitu memalukan dilupakan oleh sang formalis (untuk menyenangkan kaum borjuasi), dan lalu kita akan jelaskan masalah ini dengan sejelas mungkin.

Tidak hanya negara zaman kuno dan feodal, tetapi juga “negara modern adalah sebuah instrumen penindasan kerja-upahan oleh kapital” (Engels, dalam karyanya mengenai negara).[3] “Karena negara hanyalah sebuah institusi transisional yang digunakan di dalam perjuangan, di dalam revolusi, untuk menekan musuh-musuh dengan kekerasan, maka adalah omong kosong besar untuk berbicara mengenai ‘negara rakyat yang bebas’; selama kaum proletariat masih membutuhkan negara, mereka memerlukannya bukan untuk kepentingan kebebasan tetapi untuk menekan musuh-musuhnya, dan segera setelah mungkin berbicara mengenai kebebasan maka negara akan berhenti eksis.” (Engels, dalam suratnya kepada Bebel, 28 Maret, 1875) “Akan tetapi, pada kenyataannya negara tidak lain adalah sebuah mesin penindas satu kelas oleh kelas yang lain, dan ini benar di dalam republik demokratis seperti halnya di dalam monarki” (Engels, Pembukaan untuk “Perang Sipil di Prancis” oleh Marx).[4] Pemilu universal adalah “alat ukur kedewasaan dari kelas buruh. Ia tidak bisa dan tidak akan pernah bisa menjadi lebih dari ini di bawah negara yang ada hari ini.” (Engels, dalam karyanya mengenai negara.[5] Tn. Kautsky mengulang-ulang bagian pertama dari kalimat Engels ini, yang dapat diterima oleh kaum borjuasi. Tetapi bagian kedua yang dalam italik, yang tidak dapat diterima oleh kaum borjuasi, Kautsky sang pengkhianat bungkam!) “Komune harus menjadi badan kerja, bukan badan parlementer. Ia harus menjadi badan legislatif dan eksekutif pada saat yang sama ... Alih-alih memutuskan setiap 3 atau 6 tahun anggota kelas penguasa yang mana yang akan mewakili dan menindas (ver- und zertreten) rakyat di Parlemen, pemilu universal harus melayani rakyat yang tergabungkan di dalam Komune, seperti halnya hak pilih individual melayani setiap pemilik modal dalam mencari buruh, mandor, dan akuntan untuk bisnisnya” (Marx, dalam karyanya mengenai Komune Paris, “Perang Sipil di Prancis”).[6]

Setiap proposisi di atas, yang sangat diketahui oleh Tn. Kautsky  yang sangat terpelajar ini, adalah tamparan di pipinya dan mengekspos pengkhianatannya. Di dalam pamfletnya tidak kita temukan satu pun pemahaman mengenai kebenaran-kebenaran ini. Seluruh pamfletnya adalah penghinaan terhadap Marxisme!

Mari kita lihat hukum-hukum dasar dari negara-negara modern, mari kita lihat administrasi mereka, kebebasan berkumpul, kebebasan pers, atau “kesetaraan semua warga negara di mata hukum,” dan kita akan temui di setiap langkah bukti kemunafikan dari demokrasi borjuis, yang sangat dikenal oleh setiap buruh yang sadar-kelas dan jujur. Tidak ada satu pun negara, sedemokratis apapun, yang tidak punya celah di dalam hukum mereka yang menjamin kaum borjuasi untuk bisa mengirim tentara untuk menindas buruh, untuk menyatakan hukum darurat, dan sebagainya, ketika ada “pelanggaran ketertiban umum,” dan ketika kelas tertindas “melanggar” posisi perbudakannya dan mencoba bertingkah tidak seperti budak. Kautsky dengan tanpa malu menghiasi demokrasi borjuis dan tidak menceritakan, misalnya, bagaimana kaum borjuasi yang paling demokratis dan republiken di Amerika atau Swiss menghadapi buruh yang sedang mogok.

Kautsky yang bijak dan terpelajar menutup mulutnya mengenai hal-hal ini! Politisi terpelajar ini tidak menyadari bahwa bungkam mengenai hal ini adalah hal yang hina. Dia lebih memilih untuk menceritakan kepada para buruh dongeng-dongeng mengenai demokrasi yang berarti “melindungi minoritas”. Sungguh luar biasa, tetapi inilah kenyataannya! Pada tahun 1918, pada tahun ke-5 dari pembantaian imperialis dan pencekikan para minoritas internasional (yakni mereka-mereka yang tidak mengkhianati sosialisme, seperti para Renaudel[7] dan Longuet[8], para Scheidemann[9] dan Kautsky, para Henderson[10] dan Webb[11], dan yang lainnya) di semua “negeri demokratis” di dunia, Tn. Kautsky yang terpelajar dengan manis, dengan teramat manis, menyanyikan puji-pujian mengenai “perlindungan terhadap kaum minoritas”. Mereka-mereka yang tertarik dapat membaca ini pada halaman ke-15 dari pamflet Kautsky. Dan pada halaman ke-16 individu terpelajar ini bercerita mengenai kaum Whig[12] dan Tory[13] di Inggris pada abad ke-18!

Sungguh pengetahuan yang luar biasa! Sungguh penghambaan yang teramat santun terhadap kaum borjuasi! Sungguh penyembahan dan penjilatan yang sangat beradab di hadapan kaum kapitalis! Bila saya adalah Krupp[14] atau Scheidemann, atau Clemenceau[15] atau Renaudel, saya akan membayar Tn. Kautsky jutaan dolar, memberikannya ciuman Yudas, memujinya di hadapan buruh dan menyerukan “persatuan sosialis” dengan orang-orang “terhormat” seperti dia. Untuk menulis pamflet yang menentang kediktatoran proletariat, untuk berbicara mengenai kaum Whig dan Tory di Inggris pada abad ke-18, untuk menyatakan bahwa demokrasi berarti “perlindungan terhadap kaum minoritas,” dan bungkam mengenai pogrom terhadap kaum internasionalis di republik “demokratis” Amerika, bukankah ini adalah pelayanan seorang kacung kepada kaum borjuasi?

Tn. Kautsky yang terpelajar telah “melupakan” -- secara kebetulan “melupakan”, mungkin -- sebuah “hal sepele”, yakni bahwa partai yang berkuasa di negara demokrasi borjuasi hanya memberikan perlindungan minoritas untuk partai borjuis lainnya. Sementara kaum proletariat, dalam semua isu-isu yang serius dan fundamental, mendapatkan hukum darurat atau pogrom, dan bukannya “perlindungan terhadap minoritas”. Semakin maju sebuah demokrasi, semakin mungkin pogrom atau perang sipil bila ada penyimpangan politik yang berbahaya bagi kaum borjuasi. Tn. Kautsky yang terpelajar dapat saja mempelajari “hukum” demokrasi borjuis ini dalam hubungannya dengan kasus Dreyfus[16] di republik Prancis, dengan pembantaian orang-orang Negro hitam dan kaum internasionalis di republik demokratik Amerika, dengan kasus Irlandia dan Ulster di Inggris[17], dengan penindasan terhadap kaum Bolshevik dan pogrom terhadap mereka pada April 1917 di republik demokratik Rusia. Saya dengan sengaja memberi sejumlah contoh tidak hanya pada saat perang [Perang Dunia I – Ed.] tetapi juga sebelum perang. Tetapi Tn. Kautsky lebih memilih menutup matanya dari fakta-fakta abad ke-20 ini, dan memilih menceritakan kepada buruh hal-hal penting yang luar biasa baru, menarik, dan mendidik mengenai kaum Whig dan Tory pada abad ke-18!

Mari kita ambil parlemen borjuis. Apakah Kautsky tidak pernah mendengar bahwa semakin berkembang demokrasi maka semakin parlemen borjuis ada di bawah kendali bursa saham dan bankir? Ini bukan berarti bahwa kita tidak boleh menggunakan parlemen borjuis (kaum Bolshevik menggunakan parlemen borjuis lebih baik daripada semua partai yang ada di dunia, karena pada 1912-15 kita memenangkan semua perwakilan buruh di Duma Keempat). Tetapi ini berarti bahwa hanya seorang liberal yang dapat melupakan keterbatasan historis dan watak konvensional dari sistem parlemen borjuis, seperti halnya Kautsky. Bahkan di negara borjuis yang paling demokratis, rakyat tertindas di setiap langkah menemui kontradiksi antara kesetaraan formal yang diproklamirkan oleh “demokrasi” kapitalis dan ribuan hambatan-hambatan dan akal-akalan riil yang membuat kaum proletar menjadi budak-upah. Inilah kontradiksi yang membuka mata rakyat terhadap kebangkrutan, kepalsuan, dan kemunafikan kapitalisme. Inilah kontradiksi yang diekspos oleh para agitator dan propagandis sosialisme kepada rakyat, guna menyiapkan mereka untuk revolusi! Dan sekarang ketika era revolusi telah dimulai, Kautsky memalingkan punggungnya pada revolusi dan mulai memuji-muji demokrasi borjuis yang sudah sekarat.

Demokrasi proletariat, yang mana pemerintahan Soviet adalah salah satu bentuknya, telah membawa sebuah perkembangan dan perluasan demokrasi yang tidak ada presedennya di dunia, bagi mayoritas besar rakyat tertindas dan rakyat buruh. Untuk menulis sebuah pamflet mengenai demokrasi, seperti yang dilakukan oleh Kautsky, di mana dua halaman didedikasikan untuk berbicara mengenai kediktatoran dan puluhan halaman untuk “demokrasi murni”, dan gagal menyadari fakta ini, ini berarti mendistorsi sepenuhnya kediktatoran proletariat dengan metode liberal.

Mari kita ambil kebijakan luar negeri. Tidak ada satu pun negara borjuis, bahkan yang paling demokratis sekalipun, yang melakukan kebijakan luar negeri mereka secara terbuka. Rakyat di mana-mana dibohongi, dan di Prancis, Swiss, Amerika dan Inggris yang demokratis, ini dilakukan dengan sangat luas dan dengan cara yang jauh lebih halus daripada negeri-negeri lain. Pemerintahan Soviet telah merobek kedok kebijakan luar negeri dengan cara yang revolusioner. Kautsky mengabaikan ini. Dia diam seribu bahasa mengenai ini, walaupun di era peperangan yang buas dan perjanjian-perjanjian rahasia untuk “pembagian daerah-daerah pengaruh” (yakni, untuk partisi dunia di antara bandit-bandit kapitalis) ini adalah hal yang teramat penting, karena pada inilah tergantung masalah perdamaian dan hidup mati puluhan juta rakyat.

Mari kita ambil struktur negara. Kautsky memilah-milah semua hal yang “remeh-temeh”, sampai ke argumen bahwa di bawah Konstitusi Soviet pemilu adalah “tidak langsung”. Tetapi dia gagal melihat hal yang terpenting. Dia gagal melihat karakter kelas dari aparatus negara, dari mesin negara. Di bawah demokrasi borjuis, kaum kapitalis, dengan ribuan muslihat -- yang semakin licik dan efektif dengan semakin “murninya” demokrasi – menyingkirkan rakyat dari kerja administratif, dari kebebasan pers, dari kebebasan berkumpul, dll. Pemerintahan Soviet adalah yang pertama di dunia (atau kalau mau lebih tepat, yang kedua, karena Komune Paris sudah mulai melakukan ini) yang melibatkan rakyat, terutama rakyat tertindas, dalam kerja administratif. Rakyat pekerja dihalangi dari partisipasi di dalam parlemen borjuis (mereka tidak pernah memutuskan hal-hal yang penting di bawah demokrasi borjuis, yang diputuskan oleh bursa saham dan bank-bank) oleh ribuan halangan, dan kaum buruh mengetahui dan merasakan, melihat dan menyadari sepenuhnya bahwa parlemen borjuis adalah institusi yang asing bagi mereka, instrumen penindasan terhadap kaum buruh oleh kaum borjuasi, institusinya kelas yang memusuhi mereka, institusinya kaum minoritas yang mengeksploitasi.

Soviet adalah organisasi langsung dari rakyat pekerja yang tertindas, yang membantu mereka untuk mengorganisir dan mengurus masalah-masalah mereka dengan berbagai cara. Dan di dalam soviet, kaum pelopor rakyat pekerja tertindas, yakni kaum proletar urban, diuntungkan karena mereka tersatukan oleh pabrik-pabrik besar. Lebih mudah bagi mereka untuk memilih dan mengontrol orang-orang yang mereka pilih. Bentuk organisasi soviet secara otomatis membantu menyatukan semua rakyat tertindas di sekitar kaum pelopor mereka, yakni kaum proletariat. Aparatus borjuis lama – birokrasi, privilese kekayaan, privilese pendidikan borjuis, privilese koneksi sosial, dsb. (semua privilese riil ini semakin beragam bentuknya dengan semakin berkembangnya demokrasi borjuis) -- semua ini menghilang di bawah bentuk organisasi soviet. Kebebasan pers berhenti menjadi sebuah kemunafikan, karena percetakan dan stok kertas direbut dari tangan borjuasi. Hal yang sama juga berlaku untuk bangunan-bangunan terbaik, istana-istana, vila-vila dan rumah-rumah bangsawan. Kekuasaan Soviet menyita ribuan bangunan-bangunan terbaik ini dari tangan kaum penindas dengan satu pukulan, dan dengan ini membuat hak untuk berkumpul, yang tanpanya maka demokrasi adalah palsu, satu juta kali lebih demokratik bagi rakyat. Pemilu-pemilu tidak langsung ke Soviet-soviet non-lokal membuat lebih mudah menyelenggarakan kongres-kongres Soviet. Mereka membuat seluruh aparatus lebih murah, lebih fleksibel, lebih mudah dijangkau oleh buruh dan tani di saat ketika situasi bergejolak dan kita harus bisa dengan cepat me-recall seorang perwakilan soviet kita atau mendelegasikannya ke kongres umum Soviet-soviet.

Demokrasi proletariat satu juta kali lebih demokratik dibandingkan demokrasi borjuis manapun; kekuasaan Soviet satu juta kali lebih demokratik dibandingkan dengan republik borjuis yang paling demokratik.

Kalau kita gagal menyadari ini, ini berarti entah kita dengan sukarela melayani kaum borjuasi atau kita bebal secara politik seperti paku, tidak mampu melihat kehidupan yang riil dari balik halaman buku-buku borjuis yang penuh debu, dipenuhi dengan prasangka-prasangka demokrasi-borjuis, dan oleh karenanya secara objektif mengubah diri sendiri menjadi seorang kacung borjuasi.

Kalau kita gagal menyadari ini, ini berarti kita tidak mampu mengedepankan masalah ini dari sudut pandang kelas-kelas yang tertindas:

Apakah ada satu negeri pun di dunia ini, bahkan di antara negeri-negeri borjuis yang paling demokratik sekalipun, di mana buruh jelata, buruh tani jelata, atau semi-proletar di pedesaan (yakni, perwakilan dari kaum yang tertindas, dari mayoritas besar populasi), menikmati kebebasan untuk menyelenggarakan pertemuan di gedung-gedung terbaik, kebebasan untuk menggunakan percetakan terbesar dan stok kertas terbesar untuk mengekspresikan gagasan mereka dan mempertahankan kepentingan mereka, kebebasan untuk mengedepankan perwakilan dari kelasnya sendiri untuk mengurus dan “membentuk” negara, seperti di Soviet Rusia?

Tn. Kautsky tidak akan dapat menemukan di negeri manapun bahkan satu dari seribu buruh atau buruh tani yang maju yang tidak tahu jawaban dari pertanyaan di atas. Mengikuti insting mereka, dari mendengar sepotong-sepotong kebenaran dari pers borjuis, kaum buruh dari seluruh dunia bersimpati dengan Republik Soviet karena mereka menganggapnya sebagai demokrasi proletariat, sebuah demokrasi untuk yang miskin, dan bukan demokrasi untuk yang kaya, yang sesungguhnya adalah demokrasi borjuis, bahkan yang terbaik sekalipun.

Kita diperintah (dan negara kita “dibentuk”) oleh para birokrat borjuis, oleh para anggota parlemen borjuis, oleh para hakim borjuis – ini adalah kebenaran yang sederhana, jelas, dan tidak dapat diganggu gugat, sebuah kebenaran yang dikenal oleh puluhan dan ratusan juta rakyat dari kelas-kelas tertindas dari pengalaman mereka sendiri, pengalaman yang mereka rasakan dan jalankan setiap hari.

Akan tetapi, di Rusia, mesin birokrasi ini telah sepenuhnya dihancurkan dan diluluhlantakkan; para hakim yang lama telah diusir, parlemen borjuis telah dibubarkan – dan perwakilan yang jauh lebih mudah diakses telah diberikan kepada buruh dan tani; Soviet-soviet mereka telah menggantikan para birokrat, atau Soviet-soviet mereka telah diberi kuasa untuk mengendalikan para birokrat, dan Soviet-soviet mereka telah diberikan otoritas untuk memilih para hakim. Fakta ini sendiri saja sudah cukup bagi semua kelas-kelas yang tertindas untuk mengakui bahwa kekuasaan Soviet, yakni bentuk kediktatoran proletariat yang sekarang, adalah satu juta kali lebih demokratis dibandingkan republik borjuis yang paling demokratis.

Kautsky tidak memahami kebenaran ini, yang begitu jelas bagi setiap buruh, karena dia telah “melupakan” untuk bertanya: demokrasi untuk kelas yang mana? Dia berbicara dari sudut pandang demokrasi “murni” (yakni demokrasi non-kelas? atau demokrasi yang di atas kelas?). Dia berargumen seperti Shylock: “satu pon daging saya” dan tidak lebih[18]. Kesetaraan bagi semua warga negara – kalau tidak demikian, maka ini bukan demokrasi.

Kita harus bertanya kepada Kautsky “sang Marxis” dan “sang Sosialis” yang terpelajar ini:

Apakah mungkin bisa ada kesetaraan antara yang tereksploitasi dan yang mengeksploitasi?

Sungguh memalukan kalau pertanyaan seperti ini harus ditanyakan dalam mendiskusikan buku yang ditulis oleh pemimpin ideologi Internasional Kedua. Tetapi “setelah siap untuk membajak, tidak boleh menoleh ke belakang,”[19] dan setelah memulai menulis mengenai Kautsky, saya harus menjelaskan kepada orang terpelajar ini mengapa tidak mungkin bisa ada kesetaraan antara yang tereksploitasi dan yang mengeksploitasi.


Catatan

[1] Wilhem Weitling (1808-1871) adalah seorang sosialis radikal Eropa. Marx dan Engels menganggap Weitling sebagai seorang sosialis utopis.

[2] Kaum Jesuit di Paraguay pada abad ke-17 dan ke-18 membangun pemukiman-pemukiman di Paraguay untuk kaum pribumi (orang Indian). Di pemukiman ini, kaum pribumi dikumpulkan untuk dijadikan Kristen, tetapi tanpa harus mengadopsi gaya hidup dan nilai-nilai kebudayaan Eropa.

[3] Frederick Engels, The Origin of the Family, Private Property and the State (Marx dan Engels, Selected Works, Moskow, 1962, Vol. II, hal. 320).

[4] Karl Marx, The Civil War in France (Marx and Engels, Selected Works, Moskow, 1962, Vol. I, hal. 585). hal. 253

[5] Frederick Engels, The Origin of the Family, Private Property and the State (Marx dan Engels, Selected Works, Moskow, 1962, Vol. II, hal. 332).

[6] Marx dan Engels, Selected Works, Moskow, 1962, Vol. I, hal. 520-21

[7] Pierre Renaudel (1871-1935) adalah seorang politisi sosialis konservatif di Prancis. Dia menentang ideologi Marxisme.

[8] Jean Longuet (1876-1938) adalah politisi sosialis Prancis dan cucu dari Karl Marx. Dia adalah seorang pasifis tetapi pada 1914 mendukung Perang Dunia Pertama.

[9] Philipp Scheidemann (1865-1939) adalah salah seorang pemimpin Partai Sosial Demokrasi Jerman. Pada 1914, dia memberikan dukungannya kepada pemerintahan borjuis Jerman untuk melakukan perang. Pada saat Revolusi Jerman 1918-19, dia memproklamirkan Jerman sebagai republik.

[10] Arthur Henderson (1863-1935) adalah pemimpin reformis terkemuka dari Partai Buruh Inggris. Dia menjabat sebagai menteri dalam negeri pada 1924 dan menteri luar negeri pada 1929-1931. Dia memenangkan hadiah Nobel Perdamaian pada 1934.

[11] Sidney Webb  (1859-1947) adalah seorang sosialis dan ahli ekonomi Inggris. Bersama istrinya, dia adalah anggota terkemuka dari Fabian Society. Ia adalah anggota Partai Buruh Inggris dan menjadi anggota parlemen pada tahun 1922. Lalu dari tahun 1929 hingga 1931 dia menjadi Menteri Urusan Tanah Jajahan.

[12] Whig adalah partai politik di Inggris yang dibentuk pada 1678 dan bubar pada tahun 1868. Mereka menentang monarki dan terlibat dalam Revolusi Agung 1688.  Whig kemudian berkoalisi dengan sejumlah organisasi politik lainnya dan menjadi Partai Liberal, yang lalu sekarang menjadi Partai Liberal Demokrat.

[13] Tory adalah partai politik di Inggris dari 1678 hingga 1834. Mereka adalah partai borjuasi konservatif, yang lalu bertransformasi menjadi Partai Konservatif di Inggris hari ini. Sampai hari ini, anggota Partai Konservatif masih sering dipanggil dengan sebutan Tory.

[14] Krupp adalah keluarga dinasti kapitalis besar di Jerman sejak abad ke-19. Dinasti Krupp terkenal dengan produksi besi baja, amunisi dan senjata perang. Bisnis keluarga yang dikenal dengan nama Friedrich Krupp AG ini adalah perusahaan terbesar di Eropa pada awal abad ke-20. Pada 1999 Krupp melakukan merger dengan Thyssen AG dan membentuk ThyssenKrupp AG, sebuah konglomerasi industri raksasa.

[15] Georges Benjamin Clemenceau (1841-1929) adalah politisi Prancis yang menjabat sebagai perdana menteri Prancis dari tahun 1906-1909 dan 1917-1920.

[16] Pada 1895, lingkaran monarkis reaksioner di Prancis membawa ke pengadilan seorang perwira Yahudi bernama Dreyfus, yang difitnah melakukan spionase dan pengkhianatan. Pengadilan Dreyfus, yang dihukum penjara seumur hidup, menjadi dalih bagi kaum reaksioner Prancis untuk melakukan kampanye anti-Yahudi dan menyerang kebebasan demokratis. Pada 1898, kaum sosialis dan kaum demokrat progresif memulai kampanye untuk peninjauan kembali kasus Dreyfus. Ini memberikan karakter politik pada kasus ini. Karena tekanan dari opini publik, pada 1899 Dreyfus dimaafkan dan pada 1906 jabatannya di angkatan bersenjata dikembalikan.

[17] Ini merujuk pada penindasan pemberontakan Irlandia pada 1910, di mana rakyat Irlandia berusaha merdeka dari penjajahan Inggris.

[18] Shylock adalah tokoh fiktif di dalam drama “The Merchant of Venice” oleh Shakespeare. Dalam cerita ini, Shylock adalah seorang rentenir. Ia meminjamkan uang kepada Antonio, dengan jaminan satu pon daging Antonio. Ketika Antonio tidak mampu membayar hutangnya, dia tetap menuntut dengan keras kepala satu pon daging Antonio yang menurutnya adalah haknya.

[19] Merujuk pada kitab Lukas 9:62, “Tetapi Yesus berkata, ‘Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.”